Dobo, – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menelusuri potensi tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jalan lingkar Pulau Wokam, Kabupaten Kepulauan Aru. Proyek bernilai Rp36,7 miliar itu menjadi sorotan karena seratus persen anggaran telah dicairkan, namun hasil pekerjaan dinilai bermasalah.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Maluku, Ardy, saat dihubungi titastory, menyebutkan saat ini penyelidikan masih berjalan.
“Masih dalam tahap penyelidikan. Tim masih mencari peristiwa pidananya,” ujarnya singkat, Senin, (6/10/2025).
Sejumlah pejabat daerah telah dimintai keterangan, termasuk Kepala Dinas PUPR Kepulauan Aru, Edwin Nanlohy, dan Sekretaris Daerah, Jacob Ubjaan.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Maluku, Agustinus Baka Tandiling, memastikan penyelidikan difokuskan pada proyek tersebut.
“Iya, benar. Ada dua saksi yang diperiksa. Intinya penyelidikan tetap dilanjutkan, fokus kami pada jalan lingkar Wokam. Kami minta dukungannya,” kata Tandiling di Ambon.
Menurut informasi yang dihimpun, selain dua pejabat itu, 12 saksi lain juga telah diperiksa. Mereka meliputi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Ketua dan anggota Pokja, Bendahara Pengeluaran, Kepala Subbagian Keuangan Dinas PUPR 2018, konsultan pengawas, dan konsultan perencanaan.

Anggaran dan Temuan BPK
Proyek yang dimulai pada 2018 itu tercatat dengan nomor kontrak 600/01.02/SPK-dak/PPKII/VII/2018. Anggaran yang dicairkan empat tahap kepada PT Purna Dharma Perdana masing-masing sebesar Rp6,47 miliar, Rp9,71 miliar, Rp12,95 miliar, dan Rp3,23 miliar. Namun terjadi pemotongan anggaran hingga Rp4,33 miliar.
Mantan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Kepulauan Aru, Marten Putnarubun, mengungkapkan, laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan tiga masalah utama: denda keterlambatan, kekurangan volume pekerjaan, dan penggunaan material timbunan yang tidak sesuai spesifikasi.
“Dalam uji laboratorium, material timbunan yang digunakan memiliki nilai CBR (California Bearing Ratio) hanya 3,1 persen, seharusnya minimal 10 persen sesuai standar,” kata Putnarubun pada 3 Februari 2024.
Berdasarkan petunjuk Badan Standardisasi Nasional (BSN), material timbunan sebagai lapisan tanah fondasi bawah jalan dan lapangan terbang harus memiliki CBR minimal 10 persen agar kuat menahan beban.