titastory, Ternate – Kebijakan efesiensi anggaran melalui instruksi presiden menuai sorotan publik, pasalnya, kebijakan ini juga dikhawatirkan berdampak pada pembangunan infrastruktur dan perekonomian daerah Maluku Utara.
Kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan melalui instruksi presiden nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Alih-alih menjaga keseimbangan anggaran negara, kebijakan ini justru dinilai mengesampingkan pembangunan infratruktur wilayah terpencil yang masih sangat dibutuhkan serta bagian dari penopang perekonomian.
Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Prof. Nuhu Daud menilai kebijakan ini berdampak pada pemangkasan dana alokasi khusus (DAK) fisik untuk kepentingan pembangunan infrastruktur sebesar 50 persen. Sehingga proyek pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil di seluruh provinsi termasuk Maluku Utara terancam tidak bisa berjalan.
“Kebijakan ini perlu dipertimbangkan lagi oleh Pempus, karena Malut adalah daerah yang pembangunan infrastrukturnya masih sangat minim dan buruh dibangun untuk kepentingan akses perekonomian masyarakat,” jelas Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unkhair saat dihubungi reporter titastory, Selasa (11/2).

Guru besar Bidang Rencana Pembangunan ini menyatakan kebijakan efesinesi ini harusnya diberlakukan dengan mempertimbangkan wilayah tertentu, agar tidak mengorbanyak pembangunan yang sangat dibutuhkan oleh warga.
Ia ambil contoh misalnya akses jalan, irigasi dan infrastruktur lainya yang berhubungan dengan akses pengembangan ekonomi. Karena itu kata dia Maluku Utara harusnya tidak dipangkas anggaran DAK nya, sebab dari semua provinsi di Indonesia, Maluku Utara salah satu yang pembangunannya masih belum merata dan butuh perhatian.
“Pempus harus memberikan kelonggaran untuk daerah yang belum bisa melaksanakan kebijakan efisiensi anggaran seperti Malut. Tapi bila dilaksanakan tentu berdampak bagi daerah dan merugikan masyarakat, kita masih butuh anggaran untuk membangun infrastruktur, guna menunjang pembangunan perekonomian dari berbagai sektor,” tegasnya.
Ia menambahkan, dengan adanya kebijakan pemangkasan DAK tersebut, Pemprov harus mampu memberikan rasionalisasi ke Pempus, mengenai problem yang dihadapi daerah secara khusus soal infrastruktur yang sangat perlu dibangun. Hingga Pempus bisa mempertimbangkan kebijakan tersebut, jika tidak semua rencana pembangunan untuk kepentingan menopang akses masyarakat.
Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Fauzi mengatakan kebijakan tersebut mengancam pembangunan infrastruktur di Maluku Utara yang sudah direncanakan. Padahal hampir sebagian besar wilayah di Indonesia masih membutuhkan DAK untuk menopang pembangunan infrastruktur yang belum merata.
“Kami tentu akan meminta Pempus mempertimbangkan memotong DAK fisik dengan jumlah besar 50 persen, karena sangat berdampak pada daerah yang infrastrukturnya masih sangat minim dan butuh pembangunan. Kalau bisa pemotongan 20 sampai 30 persen,”ujarnya Selasa (11/2/2025).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut, masih banyak infrastruktur di wilayah tertentu di Indonesia yang sangat kekurangan, secara khusus wilayah Indonesia Timur.
“Kami tentu akan memberikan masukan ke Pempus melalui Menteri PU dalam rapat bersama nanti, agar pemotongan dihitung ulang. Supaya tidak mengorbankan kebutuhan masyarakat yang perlu dibangun,” akunya.
Dia mengaku, berdasarkan informasi saat ini, pempus berencana mengkaji kembali pemotongan anggaran untuk kepentingan infrastruktur secara khusus. Namun hal tersebut masih dalam pembahasan Kementerian terkait selama empat hari ini.
“Kita tunggu saja perkembangannya terbarunya, semoga ada perubahan,” pungkasnya.