TITASTORY.ID , – Pengusutan terkait dugaan mark Up anggaran di lingkup DPRD Kota Ambon yang sudah diselidiki Kejaksaan Negeri Ambon akhirnya kandas alias kasus ditutup hanya karena pihak – pihak terkait mengembalikan kerugian negara. Bahkan diduga dalam penerapan hukum Kejaksaan Negeri Ambon menggunakan standar ganda terhadap pengusutan atau penyelidikan kasus tindak pidana korupsi.
Merujuk pada Pasal 4 UU PTPK tidak memberikan tafsir lain untuk menempatkan pengembalian Negara itu pada tingkat penyelidikan atau penyidikan. Oleh karena itu pendapat bahwa pada tingkat penyelidikan bisa dilakukan dan perkara dihentikan tidak memiliki fondasi hukum yang kuat. Hal itu disampaikan, Praktisi Hukum Maluku, Jhon Berhitu, SH saat dimintai tanggapan, kamis ( 10/02/2022)
Menurutnya mekanisme pengembalian kerugian Negara bisa dilakukan sebelum proses penegakan hukum dilakukan, dan hanya dengan mekanisme APIP yang diatur di dalam UU 30 tahun 2014.
Sedangkan pada sisi lain,” terangnya pula,” penerpaan pengembalian kerugian negara pada kasus DPRD Kota Ambon di tingkat penyelidikan dinilai mencederai rasa keadilan bagi banyak pihak dan menempatkan Kejari Ambon pada penerapan standar ganda dalam penegakan hukum.
“Artinya pada beberapa kasus yang ditangani sejak Nale menjabat sebagai Kejari Ambon tidak ada mekanisme seperti diterapkan pada kasus DPRD seperti kasus DLHP, Kasus ADD/DD Negeri Haruku dan Haria.” terangnya.
Dia juga berpendapat, penghentian Penyidikan dan Penuntutan Perkara Korupsi dalam kaitannya dengan Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatannya khusus penghentian penyidikan atau penuntutan dalam perkara tindak Pidana Korupsi selama ini dilakukan berdasarkan alasan kuat sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan dilandasi oleh itikad baik sesuai tanggung jawab moral seorang aparatur penegak hukum, maka tujuan hukum seperti kepastian, keadilan dan kemanfaatan telah terpenuhi.
Dijelaskan, kepastian artinya ditegakkannya ketentuan Pasal 109 (2) jo. Pasal 140 (2) telah diterapkan; keadilan, artinya orang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ternyata unsur-unsur tindak pidananya tidak didukung dengan alat bukti yang kuat tentang kesalahannya, sudah semestinya yang tidak bersalah itu tidak dihukum.
Demikian pula asas manfaat telah terpenuhi yaitu asas pemeriksaan cepat, tepat dan biaya ringan dapat dilaksanakan sehingga proses penanganan perkara tidak berlangsung berlarut-larut.
“ Sebagian masyarakat masih menganggap langkah hukum penghentian penyidikan maupun penghentian penuntutan masih belum mencerminkan adanya kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan,” ungkap Jhon.
Dia juga menyampaikan, masih ada masyarakat yang berpendapat bahwa yang disebut kepastian hukum adalah telah adanya suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk itu perkara korupsi harus diperiksa dan diajukan ke persidangan karena kepastian hukum harus melalui proses pengadilan. Sedangkan dari sisi keadilan dan kemanfaatan, hal tersebut tidak dapat dipastikan secara absolut karena takaran suatu keadilan dan kemanfaatan itu sendiri bersifat sangat relatif baik itu dari sisi masyarakat maupun dari sisi para pihak.
“Dalam perkara pidana yang diancam hukum itu adalah perbuatan yang memiliki unsur kesalahan di dalamnya dan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang telah mengembalikan kerugian keuangan negara tidak pantas untuk dihentikan penyidikan atau penuntutannya.” tegasnya.
Terhadap langkah penghentian penyelidikan, hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001, sedangkan pengembalian kerugian keuangan negara hanya merupakan unsur yang meringankan hukum bagi tersangka/terdakwa.
Terangnya pula, di dalam menerbitkan SP3 dan SKPP haruslah melalui prosedur dan ekspose, serta pertimbangan yang digunakan sebagai dasar penghentian penyidikan atau penuntutan dan harus berdasar ketentuan undang-undang serta perlu adanya transparansi kepada masyarakat sehingga meminimalisir pandangan negatif masyarakat terhadap adanya SP3 dan SKPP.
“Kejaksaan sebagai aparatur penegak hukum tidak perlu merasa khawatir dalam melakukan langkah hukum penghentian penyidikan atau penuntutan selama SP3 dan SKPP memenuhi ketentuan undang-undang karena hukum harus memberikan manfaat kepada pencari keadilan. Dalam arti tidak menggantung nasib pencari keadilan dan kejaksaan juga tidak mengambangkan perkara tindak pidana korupsi sehingga masyarakat tidak menganggap tersangka perkara korupsi menjadi mesin ATM,” tutupnya (TS 02)
Discussion about this post