TITASTORY.ID – Perkembangan persidangan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran BBM Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon, tersaji sejumlah fakta menarik sejak kasus ini disidangkan mulai Oktober 2021.
Diketahui bahwa salah satu orientasi dakwaan Jaksa Penuntut (JP) pada pelaksanaan DPA tidak mengacu pada Keputusan Walikota Ambon nomor 397 Tahun 2018 tentang Analisa Standar Belanja (ASB).
Lantaran, dakwaan JP kepada Kepala Dinas dalam mengusulkan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) Tahun 2019 tidak mengacu kepada Keputusan Walikota Ambon nomor 397 tahun 2018 sebagaimana ketentuan Pasal 39 PP Nomor 58 Tahun 2005.
Menarik, ketika arah dakwaan hanya fokus kepada tanggung jawab pengusulan RKA yang tidak sesuai ASB oleh SKPD teknis, tetapi mengabaikan mekanisme perencanaan suatu kegiatan pada Dinas Teknis atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga menjadi APBD yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
“Sebagaimana ketentuan terkait mekanisme perencanaan yang bersesuaian dengan fakta-fakta sidang, terungkap bahwa mekanisme perencanaan berada pada suatu sistim yang bertahap dalam organisasi perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan, sebelum sampai kepada tahap pengusulan oleh Dinas, terlebih dahulu dilakukan penyusunan RKA oleh Bagian Perencanaan berdasarkan masukan data dari bagian teknis.” ucap Edward Diaz yang adalah Penasihat Hukum ( PH) Terdakwa 1 Lucia Isakh saat dihubungi belum lama ini.
Dia menekankan, dalam konteks yang menjerat Mantan Kepala DLHP Kota Ambon, bahwa dalam kasus ini, data kebutuhan BBM disampaikan oleh Bidang Persampahan kemudian diolah pada bagian perencanaan yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Dinas, kemudian dilakukan rapat pembahasan pada internal SKPD kemudian draft RKA tersebut untuk kemudian diusulkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai Oleh Sekretaris Daerah dan beranggotakan Kepala BAPEDA, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Kepala Dispenda dan Inspektorat untuk selanjutnya dibahas.
Ucapnya, pada tingkat pembahasan pada TAPD berdasarkan PP 58 Tahun 2005 pada pasal 41 ayat (3) mewajibkan kepada TAPD untuk menguji kesesuaian RKA dengan ASB. Ketika proses pembahasan telah selesai barulah dokumen RKA dijadikan sebagai draft RAPBD yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD untuk dibahas dan tetapkan atau disahkan sebagai APBD setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi.
“Dari rangkaian mekanisme di atas terlihat jelas ada sejumlah tahapan yang dilakukan sampai dengan suatu rancangan kegiatan menjadi APBD yang selanjutnya dijadikan sebagai dokumen DPA. Oleh karenanya ada beberapa hal yang butuh kecermatan sesuai fakta persidangan,” terang Diaz
Diaz juga mengungkapkan sesuai keterangan saksi, yakni Frangki Mahulete sebagai Kepala Bidang Persampahan dia mengatakan bahwa data yang diberikan dalam proses perencanaan anggaran tahun 2019 adalah data dari tahun-tahun sebelumnya. Juga keterangan dari Saksi Alfredo Hehamahua sebagai Sekretaris Dinas pada saat itu, bahwa dalam tanggung jawab pengawasan dan mengkoordinasikan kerja bagian perencanaan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Dirinya mengatakan bahwa saksi tidak lagi mengecek proses penyusunan RKA yang dilakukan apakah telah sesuai dengan ASB atau tidak.
“ Terangnya pula, selain keharusan untuk mengusulkan RKA sesuai dengan ASB pada Dinas Teknis, TAPD merupakan pintu terakhir untuk melakukan filterisasi terhadap semua RKA yang diusulkan oleh masing-masing dinas teknis dalam hal menguji kesesuaiannya dengan ASB.
Selain itu dalam keterangan Apries Gaspers sebagai Kepala BKAD dan Charly Hehanusa sebagai Kepala Bagian Anggaran pada BKAD mengakui bahwa TAPD memiliki tanggung jawab untuk memverifikasi kesesuaian RKA yang diusulkan dengan ASB tetapi dalam proses perencanaan anggaran tahun 2019 yang dilakukan pada tahun 2018 mereka tidak lagi melihat secara detail satu persatu RAK yang diusulkan karena terlalu banyak kegiatan dari masing-masing SKPD.
Selain itu, sesuai fakta sidang sebagaimana disebutkan ada aspek kelalaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompoten untuk memastikan kesesuaian RKA dengan ASB terutama pada tingkat kerja-kerja yang dilakukan oleh TAPD.
RKA yang menjadi RAPBD yang telah disahkan menjadi APBD Tahun 2019 benar-benar dipedomani oleh DLHP dalam melakukan pembelanjaan kegiatan pengadaan BBM untuk mobil persampahan selain dari beberapa kegiatan yang pertanggungjawabannya disesuaikan dengan DPA tetapi secara factual pembayarannya tidak sesuai.
Bahkan, keterangan Apries Gaspers sebagai Kepala BKAD membenarkan tindakan melakukan pembayaran atau belanja kegiatan yang berpedoman kepada APBD atau DPA meskipun tidak sesuai dengan ASB.
“Dari penjelasan-penjelasan di atas maka yang menjadi pertanyaan hukumnya adalah dalam konteks bekerjanya suatu sistim secara holistik atau sebagai suatu kesatuan dari beberapa tahapan yang kemudian terdapat kelalaian pada beberapa tahapan untuk memastikan kesesuaian RKA dengan ASB dalam proses perencanaan anggaran, apakah hanya Kepala Dinas yang pantas untuk dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.
Menurutnya, secara rasional dalam pandangan hukum tentu tidak bisa karena Kepala Dinas bukanlah elemen yang bertanggung jawab penuh untuk memastikan kesesuaian antara RAK dengan ASB. Kepala Dinas hanyalah mengusulkan RKA dan melaksanakan keputusan terkait APBD, tetapi tanggung jawab hukum berada pada semua tahapan dalam proses penyusunan terutama pada tingkat TAPD termasuk tindakan pengesahan APBD yang dilakukan bersama-sama antara Pemerintah Kota Ambon dengan DPRD Kota Ambon.” tegasnya.
Oleh karena itu “ tuturnya lanjut” patut dikatakan adalah suatu kekeliruan yang mendasar dan tidak adil apabila dalam kasus DLHP yang sedang diperiksa oleh Pengadilan TIPIKOR Ambon, Kepala Dinas dalam hal ini Terdakwa Ir. Lucia Izakh yang hanya dimintai pertanggungjawaban hukum terkait belanja anggaran BBM yang mengacu kepada DPA tetapi tidak sesuai dengan ASB. (TS 02)
Discussion about this post