TITASTORY.ID – Peringatan Hari Nusantara yang biasa diperingati setiap tanggal 13 desember, menjadi istimewa bagi Gerakan komunitas Jala Ina. Gerakan yang berpusat di Kota Ambon, Maluku itu memulai upaya untuk menyelamatkan ekosistem pesisir dan laut di Pulau Pombo, Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Tentu saja menjaga pesisir laut bahkan ekosistem yang ada di dalam laut bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan pada massa sekarang. Karena kebanyakan masyarakat yang menerapkan hidup modern. Tentu berbanding terbalik dengan perhatian dari setiap individu atau kelompok masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan. Mereka cenderung mengabaikan masalah lingkungan yang sudah barang tentu menjadi sumber kehidupan semua makluk hidup.
Semua makluk hidup punya ketergantungan satu dengan lainnya. Konsep inilah yang disebut rantai makanan. Rantai makanan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perolehan makanan pada organisme yang terjadi secara berantai. Arti lain dari rantai makanan adalah rangkaian perolehan makanan organisme berikutnya. Sedangkan para ahli meneyebut, rantai makanan adalah suatu peristiwa memakan dan dimakan dengan urutan dan arah tentu.
Makluk hidup tidak bisa hidup seorang diri, dengan kata lain makluk hidup selalu bergantung dengan makluk lainnya. Hal ini tergambar dalam yang dinamakan rantai makanan itu sendiri. Tujuannya untuk mempertahankan dirinya masing-masing.
Selayaknya sebuah rantai, yang saling berikatan satu dengan lainnya membentuk barisan panjang, rantai makanan juga bisa digambarkan demikian. Terdapat beberapa makluk yang hidup berdampingan dan saling mempengaruhi lainnya.
Dan tentunya kelestarian ekositem pesisir dan laut seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama yang dilakukan tanpa mengenal batas usia, suku, maupun agama.
Ikan besar, sedang dan kecil, terumbu karang, lamun, mangrove, pulau, hingga manusia haruslah menjadi satu rantai makanan yang tak bisa dilepaspisahkan satu dengan lainnya. Semuanya adalah satu kesatuan rantai makanan dalam keanaekaragaman hayati. Jika salah satunya rusak bahkan punah, maka sudah barang tentu system rantai makanan itu akan terganggu. Jika terumbu karang rusak, sudah tentu ikan kecil tidak akan ada disitu dan akan semakin sulit untuk dicari. Ikan sedang tidak akan berada di situ karena ikan besar sebagai makanannya tidak ada, dan ikan besar pun sudah pasti sulit didapatkan oleh makluk lainnya termasuk manusia yang mengkomsumsinya. Inilah yang disebut rantai makanan.
Sementara di pesisir pulau Ambon dan sekitarnya, banyak sekali terumbu karang di perairan yang telah rusak akibat ulah tangan yang tidak bertanggungjawab. Akhirnya ikan kecil pun sulit ditemukan. Dan salah satu upaya menyelamatkan potensi kekayaan laut dengan melindunginya adalah melestarikan dan memanfaatkan ekosistem pesisir dan laut secara berkelanjutan serat menjamin kelestarian dan keanekaragaman hayatinya.
Di Maluku Tengah, pulau Pombo adalah salah satu tempat wisata di Maluku. Pulau ini tidak berpenghuni namun menjanjikan keindahan bagi para wisatawan maupun warga lokal yang ingin berkunjung. Sayangnya kondisi pulau ini sangat memprihatinkan, terutama ekosistem pesisir dan laut.
Berdasarkan data BKSDA Provinsi Maluku, dari potensi masalah Kawasan masih ada nelayan yang menggunakan alat peledak seperti bom untuk menangkap ikan yang mengakibatkan terumbu karang yang rusak. Akibatnya ikan di area laut ini sulit ditemukan saat ini.
Selain sebagai salah satu objek wisata pulau Pombo juga ditetapkan sebagai salah satu Kawasan konservasi sesuai dasar hukum Menteri Kehutanan no.329/KPTS-VI/1996;30-07-1996, dengan luas area sekitar 998,00 m2. Dengan tipe kawasan adalah taman tipe wisata alam laut.
Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian no.327/Kpts/7/1973 dan ditetapkan dengan keputusan Menhut No 392/Kpts-VI/1996 30 juli 1999 luas Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) pulau Pombo adalah 1.000 Ha.
Berdasarkan penetapan tersebut, sudah semestinya pulau Pombo menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah seperti BKSDA Maluku, Pemda Maluku Tengah, Dinas Parawisata Provinsi Maluku dan tentu saja masyarakat Maluku Tengah. Dan tentunya menjaga dan merawat pulau ini menjadi tanggung jawab bersama.
Yayasan Jaga Laut (Jala Ina) sebagai salah satu komunitas yang peduli terhadap lingkungan pesisir dan laut terutaman ekosistem terumbu karang dan ikan. Pasalnya karang maupun ikan menjadi salah satu biota laut yang dieksploitasi untuk kebutuhan manusia.
Untuk mewujudkannya, puluhan pemuda yang berasal dari komunitas Yayasan Jala Ina melakukan aksi tebar benih ikan di sekitar perairan Pulau Pombo. Sekitar 500 benih ikan kakap putih dan 100 benih ikan nemo (Amphiprion ocellaris) di tebar di kawasan Pulau Pombo, Ambon, Maluku, Sabtu, 10 Desember 2022.
Ratusan benih ikan ini disebar sebagai salah satu upaya penyelamatan Pulau Pombo yang terancam berbagai risiko kerusakan.
Direktur Konservasi Jala Ina, Muhammad Fahrul Barcinta mengatakan, Pulau Pombo adalah salah satu pulau di Ambon yang merupakan salah satu wilayah tangkap nelayan kecil. Namun saat ini Pulau Pombo terancam ekosistemnya karena kerap dijadikan tempat penangkapan ikan secara destruktif.
“Stok ikan di Pulau Pombo saat ini terus berkurang. Jadi ini merupakan upaya kami untuk menyelamatkan ekosistem dan biota laut di Pulau ini,” kata Fahrul Barcinta, Sabtu, (10/12/2022).
Aksi penyelamatan ini menurut Fahrul merupakan tugas bersama. Apalagi kerusakan yang terjadi jika dibiarkan berpotensi merusak sumber penghidupan nelayan yang bergantung pada ekosistem di Pulau Pombo. Selain itu, penting juga mengedukasi masyarakat untuk turut menjaga kelestarian pulau dengan tidak melakukan penangkapan ikan secara serampangan.
“Karang di Pulau Pombo ini sudah banyak yang rusak. Padahal karang yang sehat adalah tempat yang baik untuk ikan berkembang biak. Jika ikan banyak tentu saja akan membantu penghidupan nelayan-nelayan kecil. Jadi kita harus memberi edukasi secara komperhensif agar tidak melakukan penangkapan yang berisiko seperti menggunakan bom misalnya,” kata Fahrul.
Penebaran benih ikan ini, lanjutnya, sebagai upaya untuk menyelamatkan ekosistem Pulau Pombo. Ia berharapa kedepan, Jala Ina membuka opsi untuk berkolaborasi dengan berbagai kalangan untuk bersama-sama menyelamatkan ekosistem di Pulau Pombo dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah transplantasi karang dan juga kegiatan beach clean day atau bersih-bersih pantai.
M Yusuf Sangadji, pegiat lingkungan di Ambon Maluku, kelestarian ekosistem pesisir dan laut seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama untuk dilakukan. Selama tinggal di Maluku, maka semangat untuk menjaga kelestarian harus terus digaungkan.
“Itu yang saya temukan saat menyelam. Karang yang rusak, masyarakat yang tidak peduli, serta penangkapan ikan yang tidak pernah ramah lingkungan karena menggunakan bahan peledak, itu bagian-bagian yang saya temui saat saya menyelam,” ungkapnya.
Noen sapaan Yusuf juga menceritakan pengalaman yang Ia rasakan selama di lapangan. Ada kesimpulan yang menjadi gambaran secara umum di masyarakat. Kesimpulannya mereka, jika pengelolaan Kawasan pesisir dan laut itu adalah tugas dari pemerintah maupun masyarakat yang tinggal di pesisir. Sementara mereka yang tidak tinggal di luar kawasan pesisir tidak lagi memiliki kewajiban.
Semakin sering Noen menyelam di salah satu wilayah perairan, maka sering pula Ia temukan ketidaknyamanan di lingkungan tempat dia menyelam maupun lingkungan tempat masyarakat tinggal. Dari situ tekadnya bersama pegiat komunitas lainnya termasuk Jala Ina untuk melakukan penyelamatan ekosistem pesisir.
Mengingat kegiatan selam merupakan hobi yang memberikan manfaat banyak untuk dirinya. Ia kemudian membulatkan tekad untuk memilih ekosistem terumbu karang sebagai objek utama penyelamatan lingkungan pesisir.
“Sebelumnya menyelam itu hanya sebatas hobi atau kesenangan saja semata sambal mengabadikan foto laut. Tapi kemudian menyelam menjadi kegiatan serius untuk melihat sejauh mana kondisi ekosistem terumbu karangnya dan bagaimana upaya penyelamatannya jika ada yang mengalami degradasi,” terangnya.
Selain kerusakan pada terumbu karang, masalah lainnya yang mengancam ekosistem pesisir kata Noen adalah sampah. Baginya, para pengunjung yang datang ke pulau ini untuk berlibur belum sadar kerusakan lingkungan pesisir dan laut akibat sampah. Tak hanya sampah yang dibuang secara sembarangan oleh pengunjug namun, sampah kiriman yang berasal dari masyarakat pesisir di sekitar Pulau Pombo. Ia berharap ada kesadaran kolektif dari semua pihak agar sampah menjadi masalah bersama.
Balai Konservasi Biota Laut BRIN Ambon dalam datanya menjelaskan pantauan LIPI Ambon sejak tahun 2011 ekosistem terumbu karang di Pulau Pombo telah rusak. Menurut BRIN 50 persen ekosistem terumbu karang di Pulau Pombo, Maluku Tengah telah rusak.
“Yang rusak itu paling banyak di bagian selatan dan timur yang menghadap ke arah pulau Haruku (Kabupaten Maluku Tengah),” kata Daniel Pelasula, peneliti Balai Konservasi Biota Laut BRIN Ambon.
Menurut Daniel, keruskan terumbu karang disebabkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan lindung itu kerap melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tidak ramah lingkungan seperti bom maupun racun.
Selain itu, saat terjadi surut panjang, masyarakat melakukan penggalian kerrang dengan mencongkel terumbu karang yang ada di arel itu.
Sebelumnya, pada 19 januari 2018 lalu, BKSDA Provinsi Maluku telah meresmikan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Transplantasi Karang di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Pombo. Peresmian ini melibatkan Raja Negeri (Kepala Desa Adat) sekitar TWAL Pulau Pombo seperti Kailolo, Liang, Waai, dan Tulehu, serta Putri Indonesia-Maluku dan Duta Pariwisata Provinsi Maluku.
Transplantasi karang tersebut dilakukan dalam tiga tahap, yaitu identifikasi dan inventarisasi potensi terumbu karang TWAL Pulau Pombo, transplantasi karang itu sendiri serta monitoring dan evaluasi. Identifikasi dan inventarisasi potensi dilakukan guna mengetahui jenis karang yang akan ditransplantasi. Transplantasi karang sendiri terbagi menjadi dua kegiatan yaitu pembuatan substrat dan rak serta peletakan terumbu karang hasil transplantasi di dalam laut. Terakhir, untuk memastikan keberhasilan program dilakukan monitoring dan evaluasi.
Bukan tanpa alasan transplantasi karang dilakukan di TWAL Pulau Pombo. Sesuai dengan amanat penunjukan kawasan TWAL Pulau Pombo, yaitu sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk rekreasi alam dengan adanya potensi keindahan hidupan bawah airnya, termasuk terumbu karang. Akan tetapi, saat ini kondisi terumbu karang di TWAL Pulau Pombotelah mengalami kerusakan sebesar 60% akibat adanya aktivitas manusia yang merusak seperti pengeboman ikan dan diperparah dengan adanya peningkatan suhu air laut dan pemutihan karang.
Sementara itu dari data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku berbagai potensi fauna berada di kawasan konservasi ini adalah ikan puri (Stolephorus sp.), momar (Decapterus sp.), komu (Auxis thzard), lema (Rastreliger kanagurta), jenis-jenis lolasi (caesionidae) serta moluska seperti kima (Tridacnidae), bia jalang (Strombus luhuanus), lola (Trochus niloticus), bia kambing (Lambis sp.), bia gengge (Nautilus pompilius), japing-japing (Pinctada margaritifera) dan jenis lain dari (Cypreanidae), (Strombidae), dan (Connidae). Dari jenis-jenis moluska tersebut ada beberapa jenis yang langka atau sudah dilindungi.
Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan No. 12/Kpts-II/1987 seperti Kima (Tridacnidae), Lola (Trochus niloticus), Bia gengge (Nautilus pompilius) dan Triton trompet (Charonnia tritonis). Selain itu di pulau Pombo juga pernah ditemukan tempat mendarat Penyu yang diduga jenis Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata).
Hari Nusantara
Aksi penyelamatan Pulau Pombo ini juga didukung Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon (BPBL). Penebaran bibit ikan ini juga dilaksanakan untuk memperingati Hari Nusantara 2022 yang jatuh pada tanggal 13 desember 2022.
Peringatan hari ini berawal dari deklarasi Juanda yang dideklarasikan oleh perdana Menteri Indonesia saat itu, Djuanda Kartawidjaya pada tanggal 13 desember 1957.
Deklarasi itu menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia diantara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu Kesatuan Wilayah Republik Indonesia.
Konsepsi Negara kepulauan kemudian dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut Internasional (UNCLOS) oleh PBB tahun 1982.
Deklarasi Djuanda kembali dipertegas dalam UU nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah benar negara maritim atau kepulauan.
Mengingat pentingnya deklarasi ini maka Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 13 desember tahun 1999, mencanangkan sebagai hari Nusantara.
Melalui Keputusan Presiden Megawati Soekarno Putri saat itu nomor 126 tahun 2001 menetapkan dan meresmikan 13 desember sebagai Hari Nusantara dan menjadi perayaan Nasional untuk masyarakat Indonesia.
Dengan peringatan hari Nusantara, maka momen ini bagi Yayasan Jala Ina momen tersebut untuk menjadikan isu konservasi sebagai bagian dari Gerakan kecintaan kepada Nusantara yang sebagian besar wilayahnya adalah laut. (TS-01)
Discussion about this post