TITASTORY.ID, – Alibi Abdul Kadir Nassela yang mengaku sebagai kepemilikan lahan dengan luas lebih dari 4 hektare di Kawasan sekitar Pasar Desa Waiheru, Kecamatan Baguala Kota Ambon diragukan. Pasalnya pijakan Nassea dengan peta atau kart Nusa Huul tidak bisa di jadikan acuan sebagai bukti kepemilikan.
Informasi yang berhasil dihimpun, Kart atau Peta Nusa Huul yang selama ini dijadikan sebagai dasar dalam melakukan gugatan oleh Abdul Kadir Nasela hingga tingkat Mahkamah Agung diduga merupakan bentuk pembohongan public, lantaran Nusa Huul sendiri diketahui bukan nama dusun dati, tetapi merupakan nama salah satu Soa dari tiga Soa di Negeri Hitumesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah yang didalamnya terdapat beberapa marga termasuk marga Nassela.
Informasi lain yang diterima, Kart atau peta Nusa Huul merupakan hasil produk tahun 1957 yang ditandatangani oleh Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) Kainama, dengan tiga negeri yaitu, Negeri Passo, Negeri Rumah Tiga dan Negeri Hitumesing.
Kart ini pun memiliki batas yang menunjukan wilayah petuanan Negeri Hitu Mesing, dan memiliki batas sebelah timur dengan Negeri Passo (Desa Nania-red), sebelah barat dengan Negeri Rumah Tiga, sebelah selatan dengan Teluk Dalam.
Ironisnya, alibi bermodalkan peta atau kart terbitan tahun 57 tersebut pun bergulir ke Pengadilan, dimulai dari gugatan Pengadilan Negeri Ambon hingga pengadilan tingkat peninjauan kembali (PK) sebanyak dua kali di Mahkamah Agung dalam mempertahankan asset tanah yang diklaim sebagai miliknya pun harus gugur di mata hukum. Karena dalam putusan perkara nomor 78 /PK/PDT/2013 antara dirinya dan kawan kawan melawan Ruth Pellata Cs harus kandas karena permohonan PK yang kedua kali dilakukannya ditolak Majelis Hakim Agung.
Berawal dari gugatan perkara perdata di Pengadilan Negeri Ambon dalam pokok perkara nomor 132/PDT.G/2006/PN.AB, yang dikantongi Titastory.Id menjelaskan bahwa Ruth Pellata selaku tergugat 1, Abdul Kadir Nassela seolah diberikan angin segar, namun saat proses banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Maluku dimana posisi Nassela yang awalnya sebagai penggugat dan berubah menjadi terbanding dan Pellata sebagai pembanding pun mendapat kekedukan sebagai pihak yang memenangkan perkara tersebut yang tercatat dalam register perkara nomor 08/PDT.G/2008 /PT Mal tanggal 28 Maret 2008. Dalam perkara ini juga pihak Pengadilan Tinggi Maluku juga memutuskan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ambon nomor 132/PDT.G/2006.
Tidak behenti disitu, seolah tidak ingin melepaskan haknya untuk mendapat keadilan Nassela pun melayangkan gugatan ke tingkat kasasi ke Mahkamah Agung, hasilnya dalam putusan perkara nomor 2336 K/PDT/2008 lagi – lagi Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Abdul Kadir Nasela selaku ahli waris atau penerima kuasa dari Mochtar Nassela Cs.
Bahkan dalam putusan ini Keberadaan dari pemohon Kasasi 2 atas nama Idris Asel, sekaligus oleh Hakim Mahkamah Agung memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Maluku di Ambon sesuai nomor perkara 08/PDT/2008 tanggal 20 Januari 2008 sehingga secara lengkap menolak Eksepsi tergugat 1 an 2 seluruhnya yang dikeluarkan pada tanggal 28 Juni 2009.
Proses ini pun berlanjut hingga tingkat Peninjauan Kembali. Lagi lagi dalam perkara tingkat PK sesuai nomor pekara 155 /PK/PDT/2011 antar dua pihak, Abdul Kadir Nassela harus tumbang untuk ke tiga kalinya, dan posisi Idris Asel pun seolah menelan pil pahit karena keberadaaanya turut dalam melayangkan PK juga tidak diterima alias di tolak.
Upaya yang sama juga dilakukan dalam PK yang ke dua, dalam pokok perkara PK nomor 78/PK /Pdt/2013 oleh Hakim Agung pada tingkat pengadilan ini pun memutuskan menyatakan PK dari Pemohon PK yang ke dua kali dari putusan yang dikeluarkan pada tanggal 18 Juli 2013 oleh Dr H.Ahmad Kamil,SH,M.Hum, hakim ketua dan Hakim Agung I,Made Tara, SH dan Soltani Mohdally, SH,M.H para hakim anggota pun di tolak.
Sayangnya, sudah berkali kali kali menderita kekalahan di peradilan tingkat pengadilan tinggi Maluku, hingga Mahkamah Agung serta upaya PK hingga dua kali, Abdul Kadir Nassela di duga masih melakukan upaya yang bertentangan dengan putusan pengadilan.
Bukti yang dikantongi media ini, Abdul Kadir Nassela diduga telah mengeluarkan sejumah surat pelepasan hak atas tanah di Kawasan Desa Waiheru, Kecamatan Bagula Kota Ambon. Ada pun nama – nama yang menerima pelepasan hak dari Abdul Kader Nassela adalah, Rahima Wally pada tanggal 08 April 2019 dengan lahan seluas 11 x17 atau 187 meter persegi. Pelepasan kepada Hartini Madamar tanggal 10 Januari 2018 dengan luas lahan 8 x15 atau 120 meter persegi, pelepasan kepada Wa Oti dengan luas lahan 7 x10 atau 70 meter persegi, pelepasan kepada La Ode Rusmin Kaimudin lahan seluas 10 x15 atau 150 meter persegi, pelapasan kepada La Indah dengan lahan seluas 6 x13 atau 78 meter persegi, Wa Ode Naepo dengan luas lahan sebesar 15×10 atau 150 meter persegi.
Ironisnya lagi, sejumlah pelepasan hak tanah karena adanya transaksi jual beli dengan beragam luas kepada warga yang mendiami Kawasan Desa Waiheru yang diduga dilakukan Abdul Kadir Nassela, dilakukan di luar objek sengketa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Ambon nomor 132/PDT.G/2006 yang sudah dibatalkan demi hukum pada tingkat peradilan Pengadilan Tinggi Maluku, Mahkamah Agung bahkan sampai pada tingkat PK. Sehingga kepemilikan Abdul Kadir Nasela di Desa Waiheru tidak dapat dibenarkan karena alibi kepemilikan dati berdasarkan peta atau kart selama ini diduga merupakan bentuk pembohongan publik dan penipuan. ( TS 02)
Discussion about this post