TITASTORY.ID, Sebagai daerah penghasil minyak yang sudah cukup tua di tanah air, lapangan minyak di Bula, Seram Timur, justru belum memberikan kontribusi nyata khususnya bagi masyarakat Seram Bagian Timur maupun masyarakat Maluku pada umumnya.
“Data statistik resmi pemerintah triwulan I-IV Tahun 2020 menunjukkan nyaris tidak ada kontribusi dari sektor pertambangan untuk PDRB Maluku. Kita tidak boleh dijadikan miskin permanen,” kata Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.- Oek. Engelina Pattiasina di Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Menurutnya, yang terjadi di Maluku saat ini, rakyat Maluku miskin di atas kekayaannya. Data BPS belum lama ini menunjukkan, bahwa Papua, Papua Barat, Maluku, dan NTT masih tetap sebagai daerah termiskin.
“Inilah mengapa, saya selalu menggunakan berbagai forum untuk mempromosikan perlunya membangun industri Migas di Maluku untuk memanfaatkan potensi gas yang ada,” tukasnya.
Engelina menegaskan, bahwa hal itu bisa menjadi solusi terbaik yakni minyak Bula harus dikelola sendiri oleh Rakyat Maluku. Dalam hal ini sumber daya alam harus dikelola di Maluku dengan membangun industri, sehingga hanya produk turunan dari Migas itu saja yang dikirim ke luar Maluku.
“Daerah harus memiliki hak pengelolaan yang adil, sehingga kekayaan itu bisa dinikmati rakyat di daerah, bukan hanya dinikmati segelintir elit,” ketusnya.
“Jika ditanya salahnya dimana, ya karena tidak melaksanakan pasal 33 UUD 1945. Saya kira kalau dilaksanakan dengan benar maka semua daerah penghasil tidak akan menjerit karena terpinggirkan,” tukasnya
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa hal yang harus dilakukan ke depan agar kontribusi ke masyarakat sekitar dan juga ke Pemda bisa meningkat dan nyata adalah dengan terobosan yang konkrit.
“Kita butuh terobosan yang konkrit. Misalnya, batalkan kontrak dulu lalu semua duduk kembali untuk memastikan mana porsi rakyat di daerah dan mana porsi pusat. Jangan seperti sekarang, pusat membuat kontrak tanpa sepengetahuan rakyat di daerah. Kalau masih seperti ini, ya rakyat tetap jadi penonton,” ketusnya.
Menurut mantan Anggota DPR RI ini, Wakil Rakyat baik pusat maupun daerah harus menjadi Kewang atas kekayaan alam Maluku. Sense of belonging itu harus diartikulasikan dalam tindakan nyata, bergandengan tangan, bersama-sama melepaskan Maluku, khususnya Bula dari kemiskinan.
“Tanpa sikap seperti ini, saya kira situasinya akan berulang dan terus berulang. Perlu ada upaya nyata untuk menghentikan praktek ketidakadilan seperti ini. Kita jangan pernah berharap akan adayang memberikan secara iklas hak untuk mengelola. Tidak akan. Butuh perjuangan politik,baik di daerah maupun di pusat,” paparnya.
“Perjuangan itu bisa melalui lobi politik maupun cara lain yang sah untuk memastikan hak rakyat terpenuhi. Kedudukan dan jabatan itu hanya alat, untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Butuh keterampilan dan jaringan untuk memperjuangkan kepentingan daerah,” pungkasnya. (TS-01)
Discussion about this post