Ambon, – Amarah warga Seram Bagian Timur (SBT) meledak di depan Kantor DPRD Provinsi Maluku, Kamis (30/10/2025). Mereka datang berbondong-bondong bersama Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Aksi Rakyat (JAR) Maluku, menuntut keadilan atas kondisi jalan Bula–Masiwang yang rusak parah meski telah menelan anggaran fantastis sebesar Rp49 miliar dari APBN 2024.
Proyek preservasi sepanjang 60 kilometer itu, yang seharusnya menjadi jalur vital penghubung antarwilayah di SBT, justru menyisakan jalan berlubang, amblas di sejumlah titik, dan kerap memicu kecelakaan lalu lintas.
“Pantauan tim kami di lapangan menunjukkan, jalan ini masih banyak rusak dan sangat mengganggu aktivitas masyarakat. Banyak kendaraan terperosok dan bahkan terjadi kecelakaan,” ujar Kuba, orator utama JAR Maluku dalam orasinya di depan gedung dewan.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi bukti awal adanya dugaan penyimpangan anggaran dan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek.
“Kami menduga telah terjadi mark-up besar-besaran dalam pekerjaan preservasi Jalan Bula–Masiwang. Dengan dana hampir Rp49 miliar, seharusnya jalan ini sudah mulus dan aman,” teriaknya lantang.
Tudingan “Kongkalikong” antara DPRD dan BPJN
Aksi protes kali ini merupakan demonstrasi kedua JAR Maluku dalam sebulan terakhir. Sebelumnya, pada 15 Oktober 2025, lembaga yang sama telah menggelar aksi serupa dan menuntut DPRD memanggil Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku, terutama Kasatker Wilayah II dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
Namun, menurut mereka, tidak ada tindak lanjut nyata dari DPRD.
“Sampai sekarang, dewan tidak juga memanggil BPJN Maluku. Kami menduga kuat ada kongkalikong antara DPRD dan BPJN. Kalau tidak, kenapa diam?” tegas Kuba, menuding lembaga legislatif ikut menutup mata atas potensi pelanggaran.
JAR Maluku juga menuntut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera turun tangan, mengevaluasi Kepala BPJN Maluku, serta mencopot pejabat teknis yang dinilai gagal melakukan pengawasan proyek di lapangan.
“Kita tidak butuh alasan, kita butuh tanggung jawab. Kalau pejabatnya tidak becus, copot saja!” seru salah satu peserta aksi dari atas mobil komando, disambut teriakan “setuju!” dari ratusan warga.
Jalan Rusak, Nyawa Jadi Taruhan
Warga yang sehari-hari melintas di jalur itu menyebut kerusakan parah terjadi di ruas Tansi Ambon–Masiwang dan Gaa–Bula, di mana aspal mengelupas dan lubang menganga di hampir setiap kilometer. Saat hujan turun, jalan berubah seperti kubangan besar, dan saat kering, debu tebal membatasi jarak pandang.
“Sudah banyak warga jatuh dan luka-luka. Kalau malam, jalan ini seperti neraka,” kata Amir Laisila, salah satu pengemudi ojek dari Desa Masiwang.
Di sisi lain, warga juga mempertanyakan efektivitas pengawasan proyek oleh BPJN Maluku. Beberapa kontraktor lokal yang enggan disebutkan namanya mengaku, sebagian besar pekerjaan dilakukan secara terburu-buru menjelang akhir tahun anggaran, sehingga kualitas konstruksi jauh dari standar.
DPRD Diminta Transparan
Aksi JAR Maluku berakhir setelah aparat keamanan menjanjikan akan meneruskan aspirasi warga ke pimpinan DPRD. Namun, belum ada pernyataan resmi dari pihak dewan maupun BPJN Maluku terkait tudingan mark-up dan “kongkalikong” proyek tersebut.
“Rakyat menagih kejelasan. Siapa yang bertanggung jawab atas Rp49 miliar uang negara dan jalan yang masih membahayakan nyawa ini?” tutup Kuba, sebelum massa membubarkan diri secara tertib.
Kerusakan infrastruktur di Seram Bagian Timur menjadi simbol ketimpangan pengelolaan anggaran publik di daerah. Di tengah angka belanja infrastruktur yang terus meningkat, rakyat masih harus berjalan di atas jalan berlubang, sementara janji transparansi dan akuntabilitas pemerintah tampak semakin menipis.
Penulis: Christin Pesiwarissa