titastory.id, jakarta – Kasus penangkapan kapal berbendera Rusia, MV RZ 03, di Laut Arafura menjadi pengingat keras akan pentingnya pengawasan terhadap perairan strategis Indonesia yang kaya sumber daya. Operasi ini menunjukkan komitmen tegas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menjaga kedaulatan laut, sekaligus mempertegas sinergi antarlembaga penegak hukum untuk melindungi wilayah perairan nasional dari ancaman illegal fishing.
Perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718—meliputi Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian timur—merupakan salah satu primadona sumber daya kelautan Indonesia. Kawasan ini menyimpan potensi besar hasil laut yang menjadi incaran pelaku Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF), terutama kapal asing. Lokasinya yang berbatasan langsung dengan Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini membuat wilayah ini kerap menjadi medan sengketa tak kasatmata di laut.
“Laut Arafura tidak hanya strategis, tetapi juga kaya akan hasil perikanan. Itulah mengapa pengawasan ekstra dibutuhkan,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/11).
KKP, melalui Ditjen PSDKP, terus memperkuat armada pengawasannya. Penempatan kapal pengawas di titik-titik rawan pelanggaran kini didukung teknologi modern seperti vessel monitoring system (VMS) dan patroli udara menggunakan drone. Strategi ini dinilai efektif dalam mendeteksi hingga menindak kapal asing yang nekat menjarah sumber daya laut Indonesia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, menegaskan pentingnya pengawasan di kawasan yang berbatasan dengan Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini tersebut. Menurutnya, WPPNRI 718 menjadi prioritas dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia.
“WPPNRI 718 adalah salah satu perairan strategis yang menjadi target praktik illegal fishing. Dengan pengawasan ketat, kami memastikan sumber daya ikan tetap lestari dan memberi manfaat bagi kesejahteraan nelayan,” ujar Pung.
Aksi Tangkap dan Bukti Tegas Negara
Penangkapan MV RZ 03 menjadi salah satu operasi terbesar tahun ini. Kapal berbobot ribuan ton tersebut teridentifikasi melakukan praktik illegal fishing di Laut Arafura dengan bantuan dua kapal pengangkut ikan asal Indonesia, KM MUS dan KM Y. Dalam operasinya, PSDKP bergerak cepat mengamankan kapal beserta awaknya. Setelah melalui proses hukum, kapal tersebut kini disita negara dan dialihfungsikan sebagai armada pengawasan.
Sepanjang 2024, Ditjen PSDKP mencatat keberhasilan besar dalam menindak pelaku IUUF. Hingga Oktober, 196 kapal pelanggar berhasil diamankan, terdiri dari 171 Kapal Ikan Indonesia (KII) dan 25 Kapal Ikan Asing (KIA). Kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp3,3 triliun, termasuk dari hasil tangkapan ikan ilegal dan dampak ekologis dari alat tangkap destruktif seperti jaring trawl.
“Kasus MV RZ 03 adalah simbol hadirnya negara di laut. Ini adalah bukti bahwa kita tidak akan pernah berkompromi dengan pelanggar kedaulatan perairan Indonesia,” tegas Pung Nugroho Saksono.
Sinergi dan Peran Masyarakat
Keberhasilan operasi pengawasan tak lepas dari kolaborasi lintas instansi. TNI AL, Polri, Bakamla, BIN, dan lembaga lainnya aktif mendukung patroli bersama. Selain itu, KKP juga menggandeng masyarakat lokal melalui Program Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS). Nelayan lokal dilatih menjadi garda terdepan dalam mendeteksi pelanggaran di wilayah mereka.
“Inovasi seperti POKMASWAS sangat membantu kami di lapangan. Jumlah armada patroli terbatas, tetapi kolaborasi dengan masyarakat membuat pengawasan lebih efektif,” ujar Pung.
Wilayah laut Indonesia bukan hanya penyumbang besar devisa negara tetapi juga menjadi penopang keseimbangan ekosistem global. Ancaman IUUF tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga merusak keanekaragaman hayati laut yang menjadi kekayaan bangsa.
Dengan pengawasan intensif di WPPNRI 718, pemerintah optimistis mampu menjaga kedaulatan dan kelestarian laut Indonesia. Kasus seperti MV RZ 03 menjadi peringatan bahwa ancaman terhadap kekayaan laut selalu ada. Namun, langkah tegas KKP bersama aparat penegak hukum memastikan bahwa tidak ada ruang bagi pelanggaran di perairan Nusantara.
“Laut adalah masa depan kita. Menjaganya adalah tugas bersama, karena keberlanjutan sumber daya kelautan juga berarti keberlanjutan kehidupan,” pungkas Pung Nugroho Saksono.
Dilansir dari laman media handalselaras.com, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, wilayah perairan Indonesia terbagi menjadi 11 wilayah pengelolaan perikanan. Dasar penentuan wilayah pengelolaan perikanan mengacu pada kondisi fisik, ekologi dan oseanografi perairan Indonesia. Selain itu WPP RI dalam kodefikasinya juga mengacu pada kodefikasi Food and Agriculture Organization (FAO) untuk dapat digunakan secara regional dan internasional. Secara internasional, perairan untuk perikanan dibagi menjadi dua yaitu perairan umum dan perairan darat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan untuk pembagian kode statistic kawasan tersebut adalah sebagai berikut:
- Batas alami wilayah dan pembagian alami lautan dan laut
- Kawasan yang dikembangkan oleh badan-badan perikanan yang dibentuk berdasarkan konvensi dan perjanjian antar negara
- Praktek-praktek umum yang berlaku secara nasional
- Batas-batas maritim negara
- Sistem grid bujur dan lintang
- Distribusi fauna aquatik
- Distribusi sumberdaya dan kondisi lingkungan di kawasan tersebut
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia mendefinisikan WPP RI sebagai wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, danpengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Keseluruhan wilayah pengelolaan perikanan tersebut kemudian dibagi ke dalam 11 wilayah pengelolaan.
Adapun 11 wilayah pengelolaan perikanan Negara Indonesia yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
- WPPNRI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman
- WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
- WPPNRI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
- WPPNRI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan
- WPPNRI 712 meliputi perairan Laut Jawa
- WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali
- WPPNRI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda
- WPPNRI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
- WPPNRI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera
- WPPNRI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
- WPPNRI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur
Dilansir dari publikasi milik Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010, perairan Indonesia berada pada dua area berdasarkan pembagian wilayah statistik perikanan FAO, yaitu area 57 kawasan Samudera Hindia bagian timur (Eastern Indian Ocean) dan area 71 (the Western Central Pacific) kawasan Indo-Pasifik bagian barat. Satuan penomoran yang digunakan dalam kodesifikasi WPP RI mengikuti kedua area tersebut dengan kode lokal berurutan dari nomor 1 dan seterusnya dimulai dari arah barat ke timur.
Potensi perikanan utama yang berada di area 57 adalah shad, catfish, ponyfishes, croackers, mullets, carangids, sarden, anchovies, tuna dan spesies mirip tuna, makarel, hiu, prawns, udang, lobster, cockles, dan cephalopoda. Sementara perikanan pada area 71 sangat kaya akan sumberdaya demersal, termasuk udang bungkuk (penaeid shrimp), dan sumberdaya pelagis kecil. Sementara pada kawasan lepas pantai yang meliputi perluasan pulau-pulau Samudera Pasifik, adalah kawasan yang sangat kaya akan ikan tuna.
Dengan wilayah laut Indonesia yang begitu luas, sangat dimungkinkan bahwa dengan pengelolaan yang baik maka akan dapat mensejahterakan hidup masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan membenarkan potensi Indonesia yang sangat kaya dengan hasil laut. Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia yang jumlahnya cukup besar.
Pada triwulan 1 tahun 2020, pemerintah mencatat nilai ekspor hasil perikanan Indonesia pada Maret 2020 yang mencapai USD427,71 Juta atau meningkat 3,92% dibandingkan dengan Maret 2019. Sedangkan volume ekspor hasil perikanan pada Maret 2020 mencapai 105,20 ribu ton atau meningkat 4,89% dibandingkan dengan Maret 2019.
Adapun negara-negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah Amerika Serikat, Tiongkok, beberapa negara di ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa. Dari sisi komoditas, udang mendominasi ekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai mencapai USD466,24 juta (37,56%). Disusul tuna-tongkol-cakalang (TTC) dengan nilai USD 176,63 juta (14,23%), cumi-sotong-gurita dengan nilai USD 131,94 juta (10,63%), rajungan-kepiting dengan nilai USD105,32 Juta (8,48%) dan rumput laut dengan nilai USD53,75 Juta (4,33%). (TS-01)
Discussion about this post