Titastory.Id,Ambon – Perbedaan hak politik itu wajar. Polemik kepindahan Widya Pratiwi Murad Ismail, yang juga adalah istri dari Gubernur Maluku, Murad Ismail (MI) dari Partai Amanat Nasional (PAN) ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak bisa dijadikan alasan kuat bahwa semua yang terjadi karena kesalahan MI yang adalah Ketua DPD PDIP Provinsi Maluku.
Polemik ini pun mendapat respon serius dari Akademisi Universitas Pattimura (Unpatti), Jeffry Leiwakabessy saat diwawancarai titastory.id, jumat (28/4/2023).
Dalam pernyataannya Jeffry menerangkan, polemik dan gesekan di dunia politik di Maluku sangat berdampak ke aras nasional. Apalagi, persoalan kepindahan Istri Gubernur Maluku dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ke Partai Amanat Nasional (PAN) akan menjadi polemik baru.
Diketahui, Kedua suami istri ini bisa dibilang tak lagi bernaung di satu partai yang sama. Murad sendiri saat ini menjadi pimpinan pada partai berlambang moncong putih di tingkat DPD PDI-Perjuangan Maluku. Meski demikian, kata Jeffry tidaklah dijadikan sebagai bahan untuk menyerang pribadi bahkan jabatan Murad Ismail sebagai Gubernur Maluku. Bahkan meski Murad adalah pimpinan partai namun juga dibatasi dengan hak asasi manusia, yang di dalamnya ada hak berpolitik.
Ketegasan ini disampaikan berlandaskan pemikiran bahwa hak politik adalah hak pribadi atau privasi yang dilindungi UU RI. Menurutnya setiap manusia yang lahir di dunia secara otomatis menyandang hak asasi yang harus dihormati oleh manusia lain, termasuk dalam kehidupan bernegara, di mana warga negara berhak mendapat perlindungan, pencegahan, dan kemungkinan adanya pelanggaran dan perampasan hak asasi yang dimiliki setiap orang, sehingga Negara wajib menjamin hak yang dimiliki rakyatnya terlaksana dengan baik.
Bahkan dalam kaitan dengan Hak Asasi itu sendiri rakyat berhak memilih atau ikut menentukan masa depan negaranya dengan cara yang telah ditetapkan negara dan ada yang dikenal dengan nama hak asasi politik.
Mengutip dari apa yang disampaikan, Satjipto Rahardjo, Leiwakabessy menyatakan, hak adalah kekuasaan untuk melindungi kepentingan setiap orang yang diberikan oleh hukum.
“Artinya, hak merupakan kepastian yang dimiliki manusia dan wajib diberikan kepada penyandangnya,” terang Leiwakabessy.
Leiwakabessy juga menerangkan, sesuai pendapat dari, Andrew Heywood yang berpandangan bahwa politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupan, dan hal tersebut tidak lepas dari gejala konflik serta kerjasama (politics is the activity trough they live and as such is inextricably linked to the phenomen of conflict and cooperation).
“Dari dua pengertian tersebut, hak asasi politik atau politics rights secara umum adalah hak yang dimiliki manusia untuk ikut andil dan berperan dalam kegiatan pemerintahan suatu negara. Hak tersebut kemudian berkaitan erat dengan kebebasan keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan umum, baik sebagai yang dipilih maupun yang memilih. Keduanya dilakukan untuk ikut serta dalam kegiatan pemerintahan suatu negara untuk mengatur kehidupan rakyatnya,” jelasnya.
Dikatakan, dengan adanya kebebasan tersebut dapat diartikan, bahwa hak individu untuk pencalonan diri sebagai seorang pemimpin, dan hak dalam kaitan dengan kebebasan individu dalam memilih atau dipilih sebagai anggota legislatif dan jabatan politik lainnya adalah bebas.
“Jika negara membuka peluang seluas – luasnya untuk berdinamika dikanca politik sebagai bagian dari demokrasi sehingga perbedaan partai antara suami dan istri kemudian dijadikan masalah, maka ada hal yang kurang, bahkan kita tidak dewasa dalam berpolitik,” tegas Leiwakabessy.
Tegasnya, bahwa kebebasan masyarakat dalam kegiatan politik praktik telah diatur dalam Undang-Undang 45, yang menjadi pedoman hukum Indonesia. Misalnya pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dimana pasal ini menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Konsepnya apakah salah jika sebagai seorang istri dari ketua partai, tidak bisa memilih partai yang lain?, apa ada konstitusi negara ini yang menjelaskan bahwa jika seorang suami adalah anggota atau pimpinan satu partai maka istri dan anak – anak juga harus menjadi anggota atau pengurus partai suaminya?, ” tanyanya.
“Aturan dengan jelas mengatur, bahwa kebebasan individu dalam kegiatan demokrasi dan politik dijamin oleh negara, sehingga dalam kaitan dengan perpindahan Widya Murad Ismail ke Partai lain, lantas apakah Murad Ismail yang adalah Ketua DPD PDIP pun harus dikorbankan bahkan diduga akan dilengserkan?, ” tegasnya.
Untuk itu, Leiwakabessy meminta agar dinamika politik yang terjadi mestilah menjadi ajang untuk lebih dewasa dalam hak berpolitik.
” Jika memang ada aturan partai yang menjelaskan bahwa jika suami ada di partai A maka istri wajib ikut, nah itu sah – sah saja, kalau pun itu ada maka saya yakin orang tidak ingin masuk ke partai itu,” tegasnya.
Dirinya pun menganalogikan dalam hal jabatan Birokrasi, Murad Ismail adalah seorang Gubernur, Widya Pratiwi Murad Ismail adalah ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Maluku. Sementara dalam jabatan sebagai Ketua DPD PDIP Provinsi Maluku, dimana posisi Widya Prtawi Murad Ismail?.
“Kan jabatan Murad sebagai Gubernur Maluku adalah jabatan Politik, Ibu Widya pun secara otomatis adalah Ketua Tim Penggerak PKK. Nah, jika jabatan Ketua DPD PDIP, apa jabatan Ibu Widya?. jika terpaku pada kebiasaan bahwa jabatan istri tergantung pada jabatan suami pada sejumlah level kepemimpinan,” dalilnya.
Dengan demikian dirinya menegaskan bahwa hak politik adalah hak privasi, termasuk hak untuk memilih partai untuk berkreasi dalam demokrasi di negara ini yang tentunya memiliki korelasi kuat dengan hak untuk dipilih dan memilih. (TS-02)
Discussion about this post