TITASTORY.ID, – Unjuk rasa hari kelima terus digelorakan di Depan Gedung Kantor DPRD Maluku Utara, bahkan dalam kelelahan dan kondisi tertekan atas ketidakjelasan status lahan yang didambakan para petani Galela, isak tangis perempuan Galela pecah dan suasana pun berubah, bahkan sejumlah perempuan galela menangis histeris.
Sebelumnya para petani asal Galela ini mengambil bagian dalam barisan dan duduk di halaman kantor DPRD Maluku Utara dan menyimak suara orator melalui corong yang dipersiapkan. Perjuangan untuk mendapatkan hak inipun mendapat dukungan Masyarakat Buru Tani dan Mahasiswa Kecamatan Galela, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara
Setelah adanya orasi dari sosok ibu rumah tangga atas kezaliman yang dirasakan, suasana pun semakin ramai dengan suara dukungan bahkan ada ibu –ibu yang histeris dan mengeluarkan suara bernada kekecewaan.
Para ibu –ibu rumah tangga dengan penampilan seadanya ini pun menginginkan untuk dapat berjumpa dengan para wakil rakyat. Sejumlah petugas polisi wanita pun harus mengambil langkah untuk menenangkan sosok ibu rumah tangga yang sudah termakan suasana dengan tangisan histeris.
Selain menggunakan corong utama, salah satu ibu perempuan yang kelihatan kelelahan pun tidak tidak tinggal diam. Dia pun mengambil 1 buang megafone dan melontarkan kata kata kekesalan karena merasa diperlakukan tidak layak.
Terungkap, para pendemo yang sudah beberapa hari menempati halaman kantor DPRD Maluku Utara ini belum mendapat respons, bahkan terungkap sejumlah ibu ibu memilih untuk tidur di area tersebut dilandaskan semangat untuk berjuang atas dugaan kezaliman yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Setelah melakukan aksi yang cukup menguras tenaga, akhirnya perwakilan aksi pun dapat dipertemukan dengan sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku Utara.
Dalam pertemuan tersebut, Kakanwil BPN Maluku Utara, Abdul Azis menegaskan, bahwa sesuai fakta yuridis dokumen atas luas lahan cadangan 200 hektare diperuntukan untuk perusahaan bukan untuk masyarakat.
Dihadapan perwakilan massa aksi, Abdul Aziz pun meminta agar persoalan yang terjadi harus dimediasikan, karena BPN mengambil langkah berdasarkan regulasi dan aturan.
“Sayangnya pertemuan yang menghadirkan Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara dan Gubernur Maluku Utara ini tidak dihadiri pihak perusahan, sehingga bakal dilakukan pertemuan bersama dan melibatkan pihak perusahan,” ajaknya.
Kakanwil Pertanahan ini pun mengungkapkan agar tidak dilakukan uji materiil di pengadilan karena dokumen perusahan sudah lengkap. Bahkan dirinya menyampaikan masyarakat mesti memahami bahwa aktivitas perusahaan itu bisa memberikan manfaat untuk pemerintah, dan masyarakat yang ada di sekitar, sehingga desakan untuk pencabutan HGU itu tidak bisa dilakukan, karena harus melalui proses peradilan.
Terangnya pula, “pertemuan antara DPRD, Pemerintah Daerah, BPN dan Perusahan harus terjadwal dan harus berbobot dan ada muatan hukumnya .
Sebelumnya, aksi petani ada Galela adalah mempertanyakan status lahan cadangan seluas 200 hektar sebagai lahan pengganti karena lahan milik para petani ini sudah digunakan oleh pihak perusahaan berdasarkan produk Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan pemerintah yang oleh para pengunjuk rasa mendesak untuk dilakukan pencabutan izin HGU tersebut.
Koordinator Aksi Fandy Ode Mane yang diwawancarai beberapa waktu lalu pun menerangkan fokus orasi di Kantor DPRD Provinsi Maluku Utara adalah untuk meminta keadilan, sehingga para wakil rakyat bisa berdiri bersama masyarakat mendesak pemerintah untuk mencabut sejumlah izin HGU perusahan yang selama ini bercokol di kawasan Galela.
“ Kami meminta perhatian dan dukungan DPRD sebagai wakil rakyat untuk mengawal aksi kami dan merekomendasikan pihak Pemerintah Daerah Maluku Utara untuk mencabut HGU yang merugikan masyarakat khususnya kaum petani.” terang Ode.
Dia juga meminta agar DPRD untuk tidak menutup mata terhadap masalah yang dirasakan warga khususnya petani Galela karena mereka adalah wakil rakyat.
“ Kami meminta apa yang menjadi tuntutan kami dapat diresapi dan dibahas untuk kemudian dilanjutkan dalam bentuk rekomendasi. Keinginan kami adalah mencabut HGU sejumlah perusahan, termasuk lahan cadangan yang dijanjikan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, permasalahan sejak tahun 1991, yakni terkait persoalan agraria antara petani Galela dan PT Global Agronusa Indonesia (GAI) sampai sekarang, ketika peralihan HGU ke PT Buana Wira Lestari Musa (BWLM).
Adanya persoalan berkepanjangan terkait nasib petani di Kecamatan Galela, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara sejak tahun 1991 tak kunjung tuntas. Bahkan diduga Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Utara serta DPRD diduga terlibat bersama sejumlah perusahan untuk merampas hak hidup masyarakat petani di Kecamatan Galela yang tersebar di 10 desa.
Terhadap sikap Pemerintah dan dugaan kongkalikong dengan sejumlah Perusahan yang begitu leluasa dengan mengandalkan produk Hak Guna Usaha (HGU) yang mengebiri hak masyarakat adat di Kecamatan Galela.Lantaran kondisi yang ada, ratusan petani Kecamatan Galela pun membanjiri kantor DPRD Provinsi Maluku Utara.
Dalam tuntutan tersebut, para petani minta Pemerintah Provinsi Maluku Utara, DPRD Maluku Utara dan pihak BPN untuk menerima tuntutan yang disajikan oleh para petani.
Hingga aksi ratusan petani yang kini telah dibantu organisasi kemahasiswaan ini bertujuan agar Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan DPRD Maluku Utara dapat memahami dan mengerti apa yang menjadi keluhan para petani yang selama ini dikorbankan akibat produk HGU yang berdampak pada hilangnya usaha para petani dan digantikan oleh perusahan berkedok investasi.
Adapun point tuntutan yang disuarakan adalah mendesak Gubernur Provinsi Maluku Utara bersama DPRD Maluku Utara segera mencabut HGU 01 PT Yabes Plantation International, mendesak Gubernur dan DPRD Provinsi Maluku Utara segera membatalkan perpanjangan HGU 02 PT Global Agronusa Indonesia PT.GAI oleh BPN Maluku Utara atas permintaan PT Yabes Plantation Internasional.
Saat yang sama, Ode meminta janji dari Pemerintah terkait dengan penyediaan lahan cadangan seluas 200 hektar.
Sesuai catatan Petani Galela, tahun 2014 terjadi perselisihan antara petani dengan PT. BWLM, dimana masalah itu di awali dengan penggusuran beberapa lahan perkebunan petani dengan alasan mereka pemegang HGU yang sah, dan para petani pada dasarnya mempertahankan tanah dan tanaman perkebunan untuk memenuhi kebutuhan hidup lewat lahan yang ditempati.
Adanya permasalahan sepanjang waktu, sejak tahun 1991, salah satunya adalah persoalan Agraria antara petani Galela dan PT Global Agronusa Indonesia (GAI) sampai sekarang, ketika peralihan HGU ke PT Buana Wira Lestari Musa (BWLM).
“Jika dilihat dari permasalahan yang dialami maka sangat jauh dari semangat UU 1945, pasal 33 kemudian sesuai UUPA No 5 tahun 1960. Pasal 34 diperkuat dengan pasal 30 ayat 1 yang dapat mempunyai hak guna usaha adalah, huruf a : warga negara Indonesia : huruf b : badan hukum yang didirikan menurut hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia. Ayat 2 orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat -syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1,” urainya.
Dikatakan, sesuai pasal ini menjelaskan bahwa dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengendalikan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut.
“Jika hak guna usaha, yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut -maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan -ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,” terangnya.
Sehingga kata dia, pemerintah berhak mencabut atau membatalkan hak guna usaha, berdasarkan perintah pasal 31 hak guna usaha terjadi karena penetapan pemerintah. Juncto pasal 34 tentang ; hak guna usaha hapus karena huruf d ; dicabut untuk kepentingan umum. Itu artinya pemerintah Provinsi Maluku Utara berhak mencabut dan membatalkan hak guna usaha.
Dia juga mengungkapkan, awalnya petani dijanjikan untuk disediakan lahan cadangan sebesar 2000 hektar sesuai kesepakatan perjanjian persetujuan prinsip Gubernur Provinsi Maluku, BPN Maluku Utara dan PT GAI.
Kesepakatannya adalah, akan disediakan lahan cadangan seluas 200 hektar, dan mewajibkan PT GAI melakukan Land Cleaning lahan petani seluas 200 Ha. Akan tetapi sampai sekarang tidak dilakukan , atas alasan itulah petani kembali mengambil alih lahan yang sebelumnya dimiliki,” jelasnya.
Kepada media ini pula, Ode pun mengungkapkan tentang persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 250 pekerja. Dimana tindakan PHK yang dilakukan oleh PT.KSO tanpa keterangan yang jelas. Dia juga membeberkan, awalnya PT KSO mengalihkan status pekerja dan pekerja tetap menjadi pekerja borongan. Pengalihan ini pun dilakukan tanpa ada alasan yang jelas.
“ Sebagai bentuk solidaritas Petani dan Galela dan pekerja yang di PHK sepihak akan tetap melakukan upaya sehingga apa yang menjadi hak mereka dapat diselesaikan secara baik sehingga tidak ada yang dirugikan,” tegas Ode.
Ketegasan mereka yang berikut adalah adalah pihak BPN Maluku Utara untuk segera menjelaskan terkait surat balasan Komnas HAM Tahun 1991 setelah dilakukan plotting tahap pertama dan sudah diberikan kepada petani berupa pelepasan lahan seluas 250 hektar. Mereka juga mendesak agar Gubernur dan DPRD Provinsi Maluku Utara memanggil kepada Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Pertanian dan Kepala BPN Maluku Utara karena diduga dalam perpanjangan HGU dinilai melanggar ketentuan UU Pokok Agraria.
Untuk diketahui aksi di depan kantor wakil rakyat ini juga di hiasi dengan aksi bakar ban lantaran mereka kecewa dengan sikap DPRD yang enggan berjumpa dengan pendemo walaupun mereka telah berada di kantor DPRD beberapa hari. (TS 02)
Discussion about this post