Tiga Desa Tanding dengan Infrastruktur Tambang, Tapi Hidup Mereka Masih Tertindas.
Sejak hampir setengah abad, perut bumi Seram Timur dieksploitasi oleh dua perusahaan besar: PT Karlez Petroleum yang sudah beroperasi sejak 2001, dan PT Cittic Limited, yang masa kontraknya diperpanjang pada 20 Agustus 2021.
Menyisakan peringatan pahit di desa-desa terdampak: Tansi Ambon, Fatolo, dan Bula Air. Meski berada di pusat kekayaan alam, masyarakat di sana justru hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Paradoks Keseharian: Antara Pipa dan Kemiskinan
titastory, Seram Timur – Tangki minyak dan pipa pengantar mentah PT Karlez Petroleum bersarang tepat di bawah rumah-rumah warga, hanya berjarak 10–15 meter. Namun bukannya kesejahteraan, yang mereka rasakan justru kemiskinan, udara tercemar, dan ketidakadilan hak hidup. Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR/TJSL) yang seharusnya menjadi payung perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat tak pernah menyentuh mereka. Sejak Karlez dan Cittic meraup kekayaan alam, desa-desa ini terus terabaikan—tanpa kompensasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan, apalagi pelestarian lingkungan.

Kepala Desa Tansi Ambon, Bahmid Rumbalifar, menyuarakan pun angkat bicara dan meluapkan kekecewaannya. “Hampir enam tahun saya menjabat, CSR dari perusahaan tidak pernah ada. Hanya satu kali air bersih yang mereka berikan, itu dulu, sebelum saya menjabat.”
Menurutnya, mereka hanya ingin hidup yang layak—bukan dalam bayang-bayang ketakutan akibat kehadiran pipa minyak di bawah tanah mereka.
“Kami diberikan status kontrak kerja, tapi bukan karyawan tetap. Ujung-ujungnya, lingkungan kami tetap tidak berkembang seperti desa lain di SBT.”
Setahun terakhir, bapak kepala desa menegaskan bahwa bantuan sembako—kalau pun ada—bukan dari perusahaan minyak, melainkan dari Pertamina Seram Timur.

Aktivis Lingkungan: Harapan Audit dan Tertib CSR
Noke Rumaotan, aktivis lingkungan, mengkritik ketidakpedulian perusahaan. Menurutnya perusahaan seharusnya bertanggungjawab karena telah lama melakukan operasi produksi dan mengeruk hasil bumi di Negeri berjuluk “Ita Wotu Nusa” ini
“Perusahaan harus mulai bertanggung jawab. Tidak hanya mengeksploitasi bumi kita, tapi membiarkan masyarakat tetap menderita itu tidak adil.”
Rencana serius tengah dijalankan dengan menyurati Kementerian ESDM untuk mengaudit transparansi anggaran CSR kedua perusahaan. Masyarakat berharap atas nama keadilan dan norma—hari yang lebih baik di pulau kaya sumber daya ini.
Ironi ini bukan kasus tunggal. Di beberapa daerah tambang lain, CSR telah memberikan dampak positif: seperti PT Timah yang menanam mangrove, memasang BPJS dan dukungan infrastruktur sekolah di Meranti (turn0search10), serta perusahaan di Kalimantan yang berkontribusi pembangunan desa (turn0search1, turn0search2).
Namun di Seram Timur, meski sumber daya alam dihisap dengan deras, janji kesejahteraan masih jauh dari tercapai bagi warga desa.
Antara Eksploitasi dan Harapan
Tiga desa—Tansi Ambon, Fatolo, dan Bula Air—mengalir dalam denyut kekayaan minyak, tapi tidak mendapat setetes manfaat. Tulisan ini bukan hanya catatan pilu, tetapi seruan agar hak-hak dasar kehidupan masyarakat di CADASTRAL (Compensation, Development, CSR) segera ditegakkan. Mereka pantas hidup lebih adil, bukan hanya sebagai saksi diam dari keberlimpahan alam yang digarap di bawah rumah mereka sendiri.