titaStory.id,ambon – Dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan atas dugaan Makar dengan terdakwa Antonius Latumutuany, warga Negeri Piliana, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid menerangkan perbuatan pengibaran bendera RMS yang dilakukan oleh Antonius sebagai protes terhadap pemasangan tanda batas Taman Nasional Manusela oleh Pemerintah, tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana makar.
Keterangan sebagai saksi ahli Hak Asasi Manusia ( HAM) dilakukan di bawah sumpah di Pengadilan Negeri Masohi beberapa waktu lalu, Usman Hamid menyampaikan niat dan permulaan pelaksanaan untuk memisahkan sebagian atau seluruh wilayah Indonesia ke tangan musuh, tidak dimiliki oleh Antonius. Niat yang dimiliki oleh Antonius adalah sebagai bentuk protes terhadap Pemerintah, karena memasang tanda-tanda batas Taman Nasional Manusela masuk pada dusun-dusun tanaman umur panjang milik masyarakat adat Piliana.
Dikatakan, kegiatan tanpa permisi kepada Pemerintah Negeri Piliana dan tua-tua adat masyarakat negeri setempat, yang status dan wilayah petuanannya dilindungi oleh hukum Internasional maupun hukum nasional setingkat konstitusi, yakni UUD 1945 dan berbagai ketentuan Undang-undang di bawah konstitusi.
“Jadi bila niat Antonius mengibarkan bendera RMS bukan untuk memisahkan sebagian atas seluruh wilayah Negara jatuh ke tangan musuh, namun niatnya sebagai protes kepada Pemerintah, seharusnya Terdakwa Antonius tidak boleh diproses hukum,”kata Usman Hamid.
Namun karena kasus ini sudah ke Pengadilan, Usman Hamid pun berpendapat, patut bila Jaksa Penuntut Umum menarik dakwaannya dan menutup kasus tersebut.
Bahkan ” katanya lanjut”, dalam tuntutannya nanti, Terdakwa Antonius pantas untuk bebas dari segala dakwaan atau bebas dari segala tuntutan hukum.
Tegasnya, bahwa Majelis hakim mesti memutuskan agar Terdakwa Antonius tidak bersalah atas perbuatan yang didakwakan oleh JPU kepadanya.
“Janganlah karena rasa nasionalisme yang berlebihan lalu melakukan kesalahan dengan cara menghukum orang yang tidak bersalah, terhadap para pengibar bendera RMS yang niat mereka nyata-nyata untuk memperjuangkan RMS juga seharusnya tidak boleh dihukum, apalagi terhadap diri Antonius yang mengibarkan bendera RMS hanya dengan niat untuk memprotes perbuatan Pemerintah yang dialami oleh masyarakat adat Negeri Piliiana,”ungkapnya.
Disampaikan di ruang sidang, Amnesty Internasional telah menyampaikan keberatan atas diadilinya orang-orang Maluku karena alasan pengibaran bendera RMS atau Benang Raja, sebab itu masih merupakan bagian dari hak mereka menjalankan hak berekspresi dan menyampaikan pendapat secara damai.
“Amnesty International tidak mengambil sikap apapun mengenai posisi politik provinsi mana pun di Indonesia, namun kami meyakini, hak atas kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk mengadvokasi penentuan nasib sendiri, kemerdekaan ataupun permasalahan politik lainnya, yang dilakukan dengan cara damai, haruslah dilindungi,”tegasnya.
Dalilnya, kebebasan berpendapat dan berekspresi telah secara jelas dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia di tahun 2005, serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Instrumen ini mengikat seluruh negara yang meratifikasi, tanpa terkecuali Indonesia.
Ekspresi politik juga merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang keberadaannya dijamin oleh instrumen HAM internasional dan Konstitusi Indonesia.
Usman Hamid juga menjelaskan Indonesia sebagai salah satu anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB serta anggota non-permanen Dewan Keamanan PBB, memiliki mandat untuk memberikan contoh dalam pemenuhan komitmen untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi HAM. Termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang telah dijamin perlindungannya dalam instrumen HAM internasional maupun nasional. Dimana dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, dan ekspresi politik dijamin pelaksanaannya di dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights. Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi juga telah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
Dalam Komentar Umum No. 34, sebagai tafsir otoritatif terhadap Pasal 19 ICCPR, Komite Hak Asasi Manusia PBB (UN Human Rights Committee) juga menjelaskan bahwa “kebebasan meyakini suatu opini tentang suatu pandangan politik, moral, atau religiositas tidak dapat dibatasi oleh ketentuan hukum apa pun” dan pengurangan atau pembatasan hak beropini ini dalam bentuk “pelecehan, intimidasi, atau stigmatisasi seseorang, termasuk penangkapan, percobaan penahanan, atau pemenjaraan karena alasan keyakinan yang mereka pegang, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 19 ayat (1) dari ICCPR”.
“Kebebasan berekspresi dan berpendapat serta ekspresi politik juga merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh
Negara dan secara tegas disampaikan di dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,”tegasnya.
Menyangkut kedudukan masyarakat adat yang dilindungi oleh hukum, Usman Hamid menjelaskan berbagai ketentuan hukum Internasional maupun hukum nasional sebagai sandarannya.
Untuk itu dalam keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Terdakwa, Samuel Waileruny, Usman Hamid pun berharap agar Pengadilan tidak menghukum Antonius atas perbuatan pengibaran bendera Benang Raja, karena tidak memenuhi unsur-unsur makar sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 106 KUHPidana.
Bila ternyata Antonius tetap dituntut untuk dihukum, lanjut Usman Hamid, Antonius dapat melaporkan tentang praktek ketidakadilan pelaksanaan hukum di Indonesia yang sarananya telah disiapkan oleh hukum nasional Indonesia maupun hukum Internasional.
Menyikapi hal itu, Waileruny berpendapat, bila Pengadilan tetap menghukum Antonius, sama halnya dengan mendesak Kuasa Hukum Antonius agar mempermasalahkannya, sehingga dunia internasional akan menilai tentang pelaksanaan hukum di Indonesia yang sangat adil atau sangat tidak adil.
Waileruny berharap agar permasalahannya ditutup saja dengan cara putusan Pengadilan menyatakan Antonius tidak bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Untuk diketahui,Antonius Latumutuany telah dibawa ke persidangan, setelah mengibarkan bendera RMS sebagai bentuk protes atas langkah pemerintah memasang pal batas di tanah milik mereka. Dalam upaya membela kliennya, telah menghadirkan sejumlah saksi ahli, termasuk Direktur Amnesty Internasional. (TS-07)
Discussion about this post