titaStory.id,ambon – Dugaan kecurangan dan nepotisme diduga kuat terjadi di Desa Honitetu, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Indikasi kecurangan dan nepotisme ini justru bersentuhan dengan persoalan gender, dimana secara terang terenggan dilakukan penolakan keterwakilan perempuan untuk ada dalam jabatan selaku Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Honitetu.
Salah anak soal, dari Perwakilan 9 Soa Besar di Nudua Siwa menduga sikap pemerintah Desa Hunitetu dan Panitia Pemilihan Anggora BPD Honitetu kuat dugaan diwarnai kecurangan, dan tergambar jelas adanya nepotisme yang melibatkan keluarga Kepala Desa dalam menduduki jabatan BPD. Hal ini diungkapkan ST, sumber media ini yang meminta namanya disamarkan.
Menurut ST bahwa surat pemberitahuan untuk penjaringan BPD dikirimkan sebanyak 2 kali ke 9 Mata Rumah besar untuk memasukkan utusannya.
“Dan katong sudah memasukkan utusan. Namun ketika dilayangkan surat ke-2 katanya harus laki-laki sehingga ini tidak digubris, pada ada beberapa mata rumah yang juga memasukkan perwakilan perempuan. Nyatanya 3 orang terpilih.” ungkapnya.
Indikasi nepotisme, kata ST mulai terkuak setelah pada tanggal 4 November 2024 dengan narasi surat yang mengisyaratkan diharapkan setiap calon dari mata rumah diupayakan harus laki-laki.
Menurutnya, narasi pengiringan terhadap perempuan ini sungguh tidak elok, hingga berdampak pada dua Soa yang tidak dapat mengisi jabatan BPD. Sedangkan diminta sendiri oleh Pemerintah Desa melalui surat.
Padahal perwakilan pun telah dimasukkan dengan harapan bisa mengisi jabatan tersebut guna membawa suara Soa dan masyarakat pada umumnya. Kenyataannya, dua keluarga dekat sang Kepala Desa, dan keduanya tinggal satu atap justru dilantik sebagai BPD. Yang pada akhirnya menciptakan perspektif liar di kalangan masyarakat.
ST menekankan, peranan partisipasi masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan harus dilakukan secara akun tabel. Partisipasi masyarakat tidak bisa dibatasi dengan aturan gender. Berkaca dari pengetahuan Masyarakat adat Honitetu, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pada kelompok masyarakat telah ada sejak dulu kala. Tidak ada batasan kuota laki-laki dan perempuan. Setiap perwakilan Soa yang adalah perempuan dan laki-laki tetap memiliki hak yang sama dan setara.
Jika merujuk pada mekanisme pemilihan anggota BPD sesuai aturan yang berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) Nomor 110 Tahun 2016 pada pasal 11 menjelaskan 3 mekanisme pemilihan anggota BPD, yaitu:
1. Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan BPD ditetapkan melalui proses pemilihan langsung, panitia pengisian menyelenggarakan pemilihan langsung calon anggota BPD oleh unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih.
2. Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan BPD ditetapkan melalui proses musyawarah perwakilan, maksudnya calon anggota BPD dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh unsur wakil masyarakat yang mempunyai hak pilih.
3. Calon anggota BPD terpilih adalah calon anggota BPD dengan suara terbanyak
Melihat mekanisme yang ada, tentunya perlu ada kajian mendalam dan tinjauan kembali atas proses penyelenggaraan yang dinilai catat prosedural dan ada indikasi kecurangan.
ST pun berharap pemerintah Desa mampu menyelesaikan indikasi kecurangan ini, agar proses-proses pemerintahan berjalan dengan baik. Jangan mengulang lagi kekeliruan seperti pada masa-masa pemerintahan yang lalu. Harusnya dengan adanya pemerintahan Desa definitif, situasi pemerintahan semakin terarah dan lebih baik.
Hingga berita ini di terbitkan, pembahasan terkait indikasi kecurangan menjadi obrolan hangat pada grup Facebook Kampung maupun Kecamatan hingga Kabupaten seperti Ruang Diskusi Kecamatan Inamosol dan Aliansi Peduli Seram Bagian Barat. (TS)
Discussion about this post