TITASTORY.ID,– Dewan Pers merilis hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2022 di mana nilai IKP naik sebesar 1,86 poin menjadi 77,88. Hasil tersebut menggambarkan secara nasional bahwa kemerdekaan pers berada dalam kondisi “Cukup Bebas” sepanjang tahun 2022.
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers, Ninik Rahayu mengatakan nilai IKP 2022 mengalami peningkatan pada tiga lingkungan dari tahun sebelumnya. Yaitu lingkungan fisik dan politik naik 1,85 poin (78,95), lingkungan ekonomi naik 1,97 (76,86), dan lingkungan hukum naik 1,84 poin (76,71).
“Bobot penilaian pada lingkungan fisik dan politik sebesar 50,21 merupakan bobot terbesar dibandingkan dua lingkungan lainnya yang memberikan kontribusi signifikan pada kenaikan IKP 2022,” ujar Ninik di Jakarta, Kamis,(25/08/2022).
Anggota dewan pers periode 2022-2025 ini menyampaikan tiga nilai IKP tertinggi berada di provinsi Kalimantan Timur dengan bobot 83,78 poin, Jambi (83,68) dan Kalimantan Tengah (83,23). Sedangkan tiga nilai IKP terendah jatuh pada provinsi Papua Barat dengan 69,23 poin, Maluku Utara (69,84) dan Jawa Timur (72,88).
Selain itu, Survei IKP 2022 turut menyoroti tiga problematika utama kemerdekaan pers selama tahun 2021 yaitu kekerasan terhadap wartawan, jaminan gaji layak dan hak akses informasi bagi penyandang disabilitas melalui media.
“Terkait dengan hasil survei IKP 2022 tersebut, perlu juga memperhatikan beberapa catatan kritis terkait kondisi kemerdekaan pers nasional sepanjang tahun 2021 yang disampaikan oleh lembaga terkait pers nasional maupun global,” ujar dia.
Ketua Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Maluku, Ongki Anakoda mengapresiasi adanya kenaikan IKP tersebut. Meski demikian dia berharap, insan pers tidak lantas berpuas diri.
“Masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus kita benahi. Masih ada isu-isu kriminalisasi, termasuk upaya menghalang-halangi kinerja jurnalis dalam melakukan tugasnya,” tutur owner media siber kabartimurnews.com itu.
“Saya berharap Dewan Pers dapat terus menjalin kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam upaya menyosialisasikan pentingnya pemahaman terhadap UU Pers. Agar aparat penegak hukum, khusus di daerah-daerah, dapat memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap kerja-kerja jurnalistik, sehingga saat ada laporan tidak “asal proses”. Namun terlebih dulu melakukan mediasi atau saran-saran agar tahapan yang diatur dalam UU Pers dilaksanakan. Misalnya melalui hak jawab dan sebagainya,” imbuhnya.
Untuk Provinsi Maluku sendiri, papar Anakoda, sesuai peringkat IKP secara nasional ada diurutan 24 dari 34 provinsi dengan nilai 77,28.
“Artinya masuk kategori penilaian BAIK, Cukup Bebas. Harapan saya kedepan bisa masuk 10 besar. Karenanya dibutuhkan kerjasama yang baik dengan semua pihak, untuk mengetahui pentingnya pemahaman tehadap kerja jurnalistik sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers,” pungkasnya.
Diketahui penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka, wawancara, FGD, pengumpulan data sekunder dan tinjauan literatur. Penilaian IKP pun diberikan oleh narasumber ahli yaitu 10 informan ahli (IA) disetiap provinsi dan 10 anggota National Assessment Council (NAC). (red/jmsi)
Discussion about this post