TITASTORY.ID,- Sikap protes dan kecamana terus mengalir dari berbagai organisasi pers terhadap anggota DPRD Maluku yang melakukan tindakan arogansi dan intimidasi terhadap wartawan meliput rapat pengawasan APBD/APBN tahun anggaran 2020 di lima Kabupaten/Kota di Maluku bersama 12 mitra komisi, Jumat (4/6/2021) pagi.
Tindakan tidak terpuji tersebut, dilakukan dalam bentuk pengusiran dan paksaan menghapus video liputan oleh sejumlah Anggota DPRD Maluku terhadap jurnalis perempuan .
Oknum Anggota DPRD Provinsi Maluku melakukan intimidasi terhadap jurnalis wartawan. Diketahui Oknum Anggota DPRD tersebut adalah Richard Rahakbauw. Sedangkan, wartawati yang mendapat intimidasi adalah jurnalis TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy.
Atas peristiwa tersebut, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pengurus Daerah (IJTI-Pengda) Maluku, angkat bicara dan mengecam keras sikap arogansi Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku, Richard Rahakbauw karena memaksa jurnalis TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy.
IJTI Maluku menilai, Sikap sejumlah anggota DPRD terutama Richard Rahakbauw bertentangan dengan Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers Pasal 4 ayat (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi – informasi.
Ketua IJTI Pengda Maluku, Juhry Samanery, dalam rilisnya mengatakan menyesalkan tindakan pelarangan liputan bagi jurnalis.
“Penghapusan materi liputan karena kerja jurnalistik diatur tegas dan jelas Undang-Pasal 6 di huruf d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan huruf c.memperjuangkan keadilan dan kebenaran,”tegas Samanery.
Jurnalis SCTV – Indosiar ini menyarankan Anggota DPRD Provinsi Maluku membaca Undang-Undang Nomor: 40 tentang Kebebasan Pers, sehingga tindakan tersebut tidak terulang kembali dan meminta maaf secara terbuka. Sebab sebagaimana tertulis di Pasal 8, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
“Perbuatan sejumlah anggota DPRD Maluku terutama Richard Rahakbauw, memenuhui unsur Pasal 18 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),”tandasnya.
Insiden ini terjadi berawal saat liputan rapat pengawasan APBD/APBN tahun anggaran 2020 di lima Kabupaten/ Kota bersama 12 mitra komisi III DPRD Maluku di ruang komisi III DPRD, Jumat (4/6/2021) pagi.
Rahakbauw selaku pimpinan rapat dengan suara keras membentak jurnalis perempuan itu agar segera menghapus rekaman dari smart phone miliknya.
“Siapa yang video? Hapus, hapus sekarang,” teriak Rahakbauw dalam rapat, Jumat.
Anggota DPRD dari Fraksi Golkar itu kemudian memerintahkan staf DPRD untuk memeriksa smart phone serta menghapus rekaman tersebut.
“Hei, periksa Hp-nya apakah dia sudah hapus atau belum, cepat periksa,” serunya.
Lantas, seorang staf yang berada di dalam ruangan rapat langsung mendatangi Mesya hendak menghapus rekaman video itu.
Mesya yang terintimidasi kemudian menghapus rekaman video berisi pemaparan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku, Muhammad Marasabessy dihadapan wakil rakyat itu.
Mesya dan para jurnalis lainnya kemudian diusir keluar dari ruang rapat. Padahal rapat tersebut adalah rapat terbuka dan harusnya diliput media.
Mesya sendiri saat melapor ke LBH Pers Ambon dalam kondisi syok dan takut karena diserang dengan bentakan.
Jurnalis muda yang belum setahun bekerja secara profesional itu bahkan tidak bisa melawan ketika hasil liputannya terpaksa dihapus.
Dengan uraian kronologi tersebut, IJTI Maluku menilai sikap sejumlah anggota DPRD Maluku terutama Richard Rahakbauw, adalah perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Sebab kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan jurnalis mendapat perlindungan hukum, sebagaimana tertulis di Pasal 8 Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Tindakan ini juga memasung publik mendapatkan informasi yang bermutu sekaligus mencederai semangat demokrasi. Apalagi rapat yang dibahas tersebut, berkaitan dengan urusan publik. Untuk itu, harusnya anggota DPRD mengetahui fungsi dan kerja-kerja jurnalisitik lebih detail. Bukan dengan sikap arogan karena di iklim demokrasi peran pers sebagai pengawas atau penjaga.
IJTI juga mendesak Badan Kehormatan DPRD Maluku memanggil dan mengevaluasi pelanggaran hukum yang sudah dilakukan RR.
“IJTI Pengda Maluku setelah ini akan melakukan kordinasi sekaligus bersama Pengurus Pusat IJTI di Jakarta untuk mengambil tindakan hukum atas pelanggaran kemerdekaan pers yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD Maluku ini,”tegas Ketua IJTI Maluku, Juhry Samanery. (TS-01)
Discussion about this post