titastory.id,ambon-Agama, etnis, dan identitas minoritas lainnya seperti gender dan seksualitas masih sangat rentan dipolitisasi dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 serentak, yang kini memasuki masa kampanye. Banyak baliho, spanduk, dan alat peraga pilkada lainnya yang menggunakan isu atau simbol-simbol primordial sebagai cara mengerek popularitas para calon kepala daerah.
Tak sedikit pula dari mereka yang tidak ragu mendiskreditkan identitas-identitas kelompok rentan tertentu untuk mendulang suara.
Menyikapi situasi Pilkada dan demokrasi pasca-Pilpres 2024, Intersectoral Collaboration for Indigenous Religion Rumah Bersama akan melaksanakan International Conference and Consolidation on Indigenous Religions (ICIR) ke-6 dengan tema “Performing Democracy”.
Dengan tema tersebut, ICIR 6 yang akan digelar di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Maluku, pada 23-24 Oktober 2024, ini mengajak siapa pun untuk melampaui proses termasuk hasil pemilu, pilpres maupun pilkada, tahun 2024.
“ICIR 6 memproyeksikan bangunan pengetahuan dan kebijaksanaan berbasis warga untuk pelibatan warga, terutama bagi kelompok rentan, yang efektif dalam rangka pemajuan dan resiliensi demokrasi,” ujar Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr. Samsul Maarif, selaku Steering Committee ICIR 6.
Pria yang akrab disapa Anchu ini menegaskan, pemilu seharusnya menjadi upaya seluruh elemen bangsa melakukan pemajuan demokrasi. Maka, sepatutnya kelompok-kelompok rentan, termasuk para penghayat kepercayaan dan masyarakat adat yang akan terlibat aktif dalam ICIR 6, tidak diperlakukan sebatas klien atau bahkan objek oleh para kontestan.
Untuk itulah, ICIR 6 hendak menyuguhkan beberapa topik yang akan digelar secara daring dan tatap mukadi antaranya, konsolidasi masyarakat sipil sebagai pelaksanaan demokrasi, kebebasan beragama atau berkeyakinan, agama, seni, dan demokrasi ,ketahanan demokrasi, kedaulatan ekonomi, dan keterlibatan masyarakat demokrasi digital, hak asasi manusia, dan inklusi, dan ekologi, pembangunan, dan demokrasi sehari-hari.
ICIR 6 melibatkan para akademisi, peneliti, praktisi, aktivis organisasi masyarakat sipil, dan anggota masyarakat untuk berbagi gagasan dan praktik demokrasi keseharian, seperti dialog antar agama, konflik dan bina damai, seni visual dan pertunjukan, hak asasi manusia, perubahan iklim dan keadilan ekologi, ekonomi tradisional dan kreatif, pendidikan dan kesehatan tradisional dan modern, dan sebagainya.
“Ide-ide keseharian yang dipraktikkan oleh masyarakat, terutama kelompok rentan, patut diperhitungkan sebagai pemajuan demokratis atau kewarganegaraan yang substantif, dan akan banyak digali dan dikembangkan dalam ICIR 6,” papar Anchu.
ICIR 6 dilaksanakan atas kerja sama dengan IAKN Ambon. Pelaksanaan ICIR 6 di Ambon adalah simbolisasi pemajuan demokrasi berbasis keseharian yang senantiasa lalai diperhitungkan. Akan banyak terlibat perwakilan komunitas penghayat agama leluhur dan masyarakat adat dari sekitar Maluku.
Sebelum di Ambon, ICIR 1 sudah dihelat pada tahun 2019 di Yogyakarta, ICIR 2 (2020) dan ICIR 3 (2021) dilaksanakan secara daring (online), kemudian ICIR 4 di Pontianak (2022), dan ICIR 5 di Surakarta (2023).
ICIR ke-6 akan dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari anggota-anggota sukarela dari the Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions Rumah Bersama dan dosen atau pegawai Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Maluku, bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti, The Asia Foundation (TAF), Komnas Perempuan, LKiS, CRCS UGM, ICRS, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon, Kemitraan, Pusad Paramadina, Direktorat Kepercayaan dan Masyarakat Adat Ditjen Kebudayaan, Badan Pelestarian Budaya Wilayah XX, PGI, University of Oslo, serta International Center for Law and Religion Studies. (TS-01)
Discussion about this post