titastory, Kepulauan Aru – Kerusakan hutan di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, makin masif, namun lembaga resmi pengelola kawasan hutan terkesan memilih bungkam. Sorotan kini tertuju pada UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Aru, yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap praktik pembalakan liar di wilayahnya.
Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru (SAPA) mendesak agar aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan menyelidiki aktivitas penebangan kayu secara ilegal yang terjadi di Desa Lau-Lau, Kecamatan Aru Selatan. Dua perusahaan lokal, UD. Sinar Kasih dan UD. Petra, disebut-sebut menebangi kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) di desa tersebut—padahal izin usaha mereka hanya berlaku untuk Areal Penggunaan Lain (APL).
“Kegiatan pembalakan itu jelas-jelas di luar areal izinnya. Tapi KPH seakan menutup mata. Ini bukan kelalaian biasa—ada indikasi pembiaran,” ujar David Faturey, Koordinator Kampanye SAPA, kepada titastory.id, Selasa (5/8/2025).

Pembalakan Diam-diam, KPH Diduga Tutup Mata
Menurut David, praktik penebangan kayu di HPK Desa Lau-Lau sudah berlangsung sejak tahun 2020. Aktivitas ini, kata dia, tidak hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam keberlanjutan ekologis hutan di Kepulauan Aru yang selama ini dikenal sebagai salah satu paru-paru hijau di wilayah timur Indonesia.
SAPA menuding Kepala KPH UPTD Aru, Deny Dumgair, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Mereka menduga ada unsur kesengajaan dalam diamnya KPH, bahkan mengarah pada kemungkinan konspirasi.
“Kalau bukan karena pembiaran, mengapa tidak ada tindakan hukum, teguran administratif, atau penghentian aktivitas penebangan sejak awal? KPH diam saja. Jangan sampai ini bagian dari upaya meraup keuntungan terselubung,” ucap David.
Pasal Jelas, Hukum Tak Jalan
Aktivitas ini dinilai melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang secara tegas melarang kegiatan penebangan tanpa izin sah di kawasan hutan. Pelanggaran pasal ini bahkan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
David menegaskan, pihaknya akan segera melayangkan laporan resmi ke aparat penegak hukum, sembari mendorong publik dan organisasi lingkungan lainnya untuk ikut mengawasi.
“Kalau dulu warga Desa Kobraur menjadi korban, sekarang di Lau-Lau kita melihat polanya terulang lagi. Pemerintah harus bertindak sebelum hutan di Aru benar-benar musnah,” tambahnya.
KPH Belum Memberikan Penjelasan
Hingga berita ini diturunkan, KPH UPTD Aru belum memberikan tanggapan resmi meskipun telah dikonfirmasi beberapa kali melalui berbagai kanal komunikasi.
SAPA mengingatkan, jika KPH terus abai, mereka akan memperluas tekanan melalui kampanye publik dan jaringan nasional.
“Ini bukan hanya soal kayu ditebang. Ini tentang masa depan lingkungan, sumber air, dan keselamatan ruang hidup warga Aru,” tutup David.
Penulis: Jhon Djamamona Editor: Christ Belseran