Deiyai, Papua Tengah — Aktivitas tambang emas dan penebangan liar di Distrik Kapiraya, Kabupaten Deiyai, Papua Tengah, mengancam keberlangsungan hutan adat milik masyarakat Mee dan Komoro. Sejumlah perusahaan disebut beroperasi tanpa izin resmi, menebang pohon damar dan kayu besi dalam jumlah besar serta menggali tambang emas di wilayah adat tanpa persetujuan masyarakat setempat.
Menurut informasi yang dihimpun titastory, dua perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut adalah PT Mutiara Alas Katulistiwa, yang melakukan penebangan kayu secara masif, dan PT Zoomlion, yang membuka pertambangan emas ilegal di wilayah hutan Kapiraya. Aktivitas itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan parah, termasuk pencemaran sungai dan hilangnya habitat satwa.
Belian Badokapa, tua adat Suku Mee di Kapiraya, mengatakan masyarakat setempat telah berulang kali menolak kehadiran perusahaan. Namun aktivitas penebangan dan tambang tetap berlangsung.
“Perusahaan datang mencuri kayu, dibeking aparat. Kami sudah usir mereka, tapi kayu kami sudah habis. Ribuan pohon damar dan besi mereka bawa lewat kapal,” ujar Belian kepada titastory, Selasa (14/10).
Belian menambahkan, penebangan liar juga merusak dua lokasi yang dianggap sakral oleh masyarakat adat, yaitu Ka Wan Fafu Olon dan Kaku Mokin Lahin. “Itu tempat leluhur kami berdoa. Sekarang rata dengan tanah,” ujarnya.
Kerusakan lingkungan di Kapiraya mulai terlihat sejak akhir 2023. Sungai yang menjadi sumber air utama masyarakat kini berubah keruh dan tidak lagi layak dikonsumsi. Warga mengeluhkan penyakit kulit dan menurunnya hasil panen akibat tanah yang kehilangan kesuburannya.
“Air kami sekarang seperti lumpur,” kata seorang ibu warga Kampung Apiraya. “Anak-anak sering gatal, dan tanaman tak tumbuh.”

Masalah diperparah oleh ketidakjelasan batas wilayah antara Kabupaten Mimika, Dogiyai, dan Deiyai, yang membuka peluang bagi perusahaan beroperasi tanpa pengawasan tegas. Aparat keamanan disebut sering kali ikut menjaga lokasi tambang, bukan menertibkan.
Pemerintah Provinsi Papua Tengah menyatakan kegiatan pertambangan dan penebangan di Kapiraya ilegal dan melanggar hukum karena tidak memiliki izin resmi. Seorang pejabat Dinas Kehutanan Papua Tengah yang dihubungi titastory membenarkan bahwa hingga kini belum ada tindakan hukum terhadap perusahaan.
“Semua tahu kegiatan itu ilegal,” katanya. “Tapi untuk menertibkan, kami butuh koordinasi lintas kabupaten. Itu yang belum berjalan.”

Warga Kapiraya kini hanya mengandalkan upaya adat untuk melindungi sisa hutan. Mereka melakukan sasi hutan dan menandai kawasan sakral yang tidak boleh diganggu. Namun langkah itu belum cukup menghentikan laju kerusakan.
“Kami bukan melawan negara,” kata Belian Badokapa menegaskan. “Kami hanya menjaga hutan agar anak cucu kami masih punya tempat tinggal.”
Sampai berita ini ditulis, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan keterlibatan aparat dalam pengamanan perusahaan di wilayah hutan adat Kapiraya.
Penulis: Jackson Ikomou
