titastory, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-31 pada Jumat (8/8/2025) dengan seruan agar pers kembali ke tugas pokoknya sebagai kontrol sosial dan edukasi publik. Peringatan ini berlangsung di tengah meningkatnya tekanan terhadap jurnalis, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), dan praktik swasensor yang menggerus independensi redaksi.
Ketua Umum AJI Nany Afrida menegaskan kemerdekaan pers adalah syarat mutlak bagi jurnalisme yang berpihak pada publik. “Kita mungkin tidak punya kekuasaan besar, tapi kita punya suara, dan selama kita punya suara, kita tidak akan diam,” ujarnya.

Sepanjang 2024, AJI mencatat 74 kasus kekerasan terhadap wartawan, disertai ancaman dan intimidasi di delapan bulan pertama 2025. Riset AJI menunjukkan 1.002 pekerja media dari 15 perusahaan mengalami PHK, mayoritas dengan gaji di bawah UMR dan tanpa jaminan sosial.
Sekjen AJI Bayu Wardhana menyebut gelombang PHK membuktikan ekosistem informasi publik sedang kritis. AJI mendesak pemerintah memberikan dukungan konkret bagi keberlangsungan media profesional.
Dalam resepsi bertema “Menjaga Independensi di Era Represi, Ancaman PHK, dan Swasensor”, Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyoroti pentingnya pendidikan jurnalistik dan tantangan verifikasi informasi di era kecerdasan buatan.
Pada kesempatan itu, AJI menganugerahkan SK Trimurti Award 2025 kepada pejuang hak adat Papua Selatan Yasinta Moiwend, Udin Award kepada jurnalis Tempo Fransisca Christy Rosana dan jurnalis Tribun-Papua Safwan Ashari Raharusun, serta Tasrif Award kepada LBH Padang dan Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI). Penghargaan Pers Mahasiswa 2025 diberikan kepada Nadya Amalia Melani dan Putri Anggraeini dari Universitas Ahmad Dahlan.
Penulis : Edison Waas