Hukuman Berat Dinilai Tak Sebanding dengan Kerusakan Hutan

06/12/2025
Keterangan: Hutan yang digunduli, Foto: Citizen Journalist dari grup Facebook @Warga Muhammadiyah & ‘Aisyiyah)

Jakarta – Kerusakan hutan yang terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia tidak lagi sekadar dianggap sebagai pelanggaran lingkungan, melainkan sebagai kejahatan besar yang dampaknya dirasakan seluruh ekosistem dan manusia. Hal itu disampaikan oleh citizen journalist, Ki Sabdo Langit, yang menilai bahwa bahkan hukuman paling berat sekali pun tak mampu menebus kerugian akibat perusakan hutan skala besar.

Menurutnya, penebangan pohon secara ilegal maupun legal tetapi merusak, yang kerap melibatkan kolusi antara oknum pejabat dan oligarki bisnis, telah menghancurkan keseimbangan alam yang selama ini menopang kehidupan manusia.

“Kerusakan hutan bukan hanya soal pohon yang ditebang. Ini menghancurkan tatanan ekologis yang Allah ciptakan untuk menjaga kehidupan. Hukuman mati pun tak sebanding dengan penderitaan yang ditimbulkan,” ujar Sabdo.

Keterangan gambar: Ilustrasi Deforestation

Bencana Ekologis yang Menelan Nyawa

Sabdo menjelaskan bahwa dampak deforestasi tidak berhenti pada hilangnya tutupan hutan. Ia menyebut serangkaian bencana ekologis sebagai konsekuensi langsung dari pembalakan liar dan eksploitasi hutan:

Banjir bandang, tanah longsor, hingga kekeringan

Hilangnya keanekaragaman hayati

Penurunan kualitas udara dan air

Pemanasan global dan cuaca ekstrem

Gangguan kesehatan masyarakat dan hilangnya sumber penghidupan

Kerusakan itu, menurutnya, telah menelan ribuan korban jiwa selama bertahun-tahun, menghancurkan rumah dan desa, hingga mengancam masa depan generasi berikutnya.

Sabdo menilai kejahatan lingkungan tidak hanya dilakukan oleh kelompok pembalak liar, tetapi juga pihak-pihak yang memfasilitasi dan mengambil keuntungan dari kerusakan hutan.

Ia menyebut tiga aktor utama Pelaku pembalakan liar, termasuk jaringan mafia kayu, Pengusaha besar yang bekerja sama dengan oknum pejabat demi keuntungan ekonomi jangka pendek, serta Pemerintah dan regulator yang memberi izin, membiarkan pelanggaran, atau gagal menegakkan aturan.

“Kebijakan yang tidak berpihak pada kelestarian alam sama saja dengan ikut bersubahat,” ujarnya.

 

Tuntutan: Penegakan Hukum dan Penggantian Kerugian Lingkungan

Dalam pandangan Sabdo, negara harus mengambil langkah jauh lebih tegas untuk menghentikan kerusakan hutan dan memastikan keadilan ekologis. Penulis diakhir tulisannya juga mengajukan sejumlah rekomendasi antara lain:

Penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap semua pelaku perusakan hutan

Transparansi perizinan dan audit ketat terhadap operasi di kawasan hutan

Penyitaan aset perusahaan, pencabutan izin, serta hukuman maksimal bagi pemilik usaha yang terbukti merusak lingkungan

Pemulihan kerusakan dan kompensasi atas kerugian masyarakat

Pemberdayaan masyarakat lokal sebagai penjaga hutan

Pendidikan publik tentang pentingnya kelestarian hutan bagi keberlanjutan bangsa

Sabdo menekankan bahwa langkah represif semata tidak cukup tanpa perubahan menyeluruh dalam tata kelola lingkungan dan perizinan.

Mengakhiri pandangannya, Sabdo mengingatkan bahwa hutan bukan sekadar sumber daya ekonomi, melainkan penyangga kehidupan. Menurutnya, sikap permisif terhadap perusakan lingkungan adalah ancaman langsung bagi keselamatan generasi mendatang.

“Hutan adalah napas kita. Jika kita biarkan pembabatan terus terjadi, berarti kita sedang merobek masa depan bangsa,” katanya.

(Artikel ini sebelumnya dikutip dari opini penulis Ki Sabdo Langit – Citizen Journalist dari grup Facebook @Warga Muhammadiyah & ‘Aisyiyah)
error: Content is protected !!