TITASTORY.ID, – Kasus sengketa lahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Haulussy, Kudamati kembali memanas. Lahan yang sebelumnya menjadi sengketa sejumlah pihak hingga berujung ke Mahkamah Agung Jakarta ini, kian menyorot publik.
Yohanes Tisera, Raja Negeri Urimesing yang mengklaim diri selaku ahli waris dan pemilik sah lahan 31.880 m2 di sekitaran RSUD Haulussy Kudamati mulai mengejar sisa pembayaran tanah.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Maluku dan kubu Tisera telah menyepakati nilai ganti rugi senilai Rp.49 miliar. Pembayaran tersebut berdasar atas putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi Tisera pada tahun 2017 silam. Sehingga Pemerintah Maluku saat ini masih mencicil uang senilai Rp.13 miliar rupiah kepada Yohanes Tisera pada pertengahan 2019.
Sengketa di Ambon, Darah di Jakarta. Itulah judul tulisan kolaborasi antara titastory.id dan majalah tempo, pada 2021 lalu. Judul ini, merupakan liputan investigasi titastory.id bersama tempo yang mengungkap kekerasan yang berujung bentrokan di Jakarta, antara John Key dan Pamannya Nus Key. Diduga berlatar belakang perebutan jasa uang pengamanan sengketa lahan rumah sakit di Ambon.
Aneh, dan seolah memotong kompas terkait dugaan menjanggal pada proses pembayaran lahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Haulussy, di Bilangan Kelurahan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Pasalnya surat telaahan atau kajian Staf yang ditujukan ke Gubernur Maluku melalui Pj, Sekretaris Daerah dari Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Hendrik R. Herwawan tanggal 15 November 2022, perihal Status Hukum Pembayaran Sisa Ganti Rugi Tanah RSUD dr, Haulussy Ambon dibalas Raja Negeri Urimesing, Yohanes Tisera yang dilayangkan pada tanggal 9 Januari tahun 2023 dan kini dikantongi media ini.
Munculnya kajian Tisera ini bermula saat, Biro Hukum Setda Maluku dalam melakukan kajian menemukan adanya potensi mall administrasi yang mengarah pada kerugian negara. Dimana dalam telaahan tersebut, Biro Hukum menerangkan pembayaran itu adalah sah, karena didasarkan pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, namun pengaturan atau penjelasan pada akta notaris diduga kuat terdapat beberapa hal yang tidak sesuai yang memiliki implikasi cacat hukum dan atau batal demi hukum.
Di dalam penjelasan akta notaris Rostiaty Nahumarury, SH nomor 04 tanggal 19 Januari 2019, tentang jual beli antara Pemerintah Provinsi Maluku dan Yohanes Tisera alias Buke, menerangkan tentang luasan tanah yang menjadi objek ganti rugi dalam akta notaris ditulis dengan simbol kurang lebih yang menerangkan ukuran tidak pasti. Tidak hanya itu, Biro Hukum dalam telaahan tertulis menegaskan adanya ketidaksamaan objek ganti rugi yang tertera pada akta notaris dan objek sengketa pada putusan pengadilan, di mana batas objek ganti rugi yang diatur dalam akta notaris berbeda dengan fisik lapangan. Penjelasan Biro Hukum Selanjutnya adalah nilai ganti rugi hanya berdasarkan hasil negosiasi dengan acuan pada harga tanah saja.
Dalam penjelasan Biro Hukum Setda Maluku, diterangkan detail, khususnya pada point ke I, tentang dasar yang merupakan bagian dari Isi telaahan menjelaskan tentang putusan pengadilan atas objek sengketa sesuai putusan Pengadilan Negeri Ambon nomor 107/tahun 2021, tanggal 22 April 2021, jo Putusan Pengadilan Tinggi Ambon nomor 35 tahun 2022 tanggal 10 Agustus 2022.
Surat Adolof Gerrit Suryaman, SH.M.H Kuasa Hukum Yohanes Tisera nomor 007/AGSP/X/2022, tanggal 12 Oktober 2022, perihal permohonan kelanjutan pembayaran RSUD dr, Haulussy Ambon kepada Gubernur Maluku. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama nomor 38 tahun 2009, jo Putusan Pengadilan Tinggi nomor 18 tahun 2011, jo Putusan Kasasi MARI nomor 1385 tahun 2013, jo putusan PK MARI nomor 152 2014. Surat Ketua Pengadilan Negeri Ambon Nomor W27-U1/1779/PS.00/IX/ 2018 perihal penjelasan hukum tanggal 21 September 2018. Akta notaris Rostiaty Nahumarury, SH nomor 04 tanggal 19 Januari 2019, tentang jual beli antara Pemerintah Provinsi Maluku dan Yohanes Tisera alias Buke.
Penjelasan dan fakta Yuridis yang masuk dalam telaahan itu juga menegaskan tentang penetapan objek sengketa adalah milik Johanis Tisera alis Buke, serta berhak menerima ganti rugi atas objek sengketa. Sesuai pertimbangan dalam putusan yang menjadi objek sengketa adalah perluasan kompleks RSUD dr, Haulussy Ambon yakni infrastruktur kesehatan berupa Bangsal Mayat, Bansal Sakit Jiwa, Asrama Putra Putri, Sekolah Perawat dan Perumahan Dokter. Dimana berdasarkan putusan tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku telah melakukan pembayaran ganti rugi perluasan Kompleks RSUD dr, Haulussy dengan membagi keterangan fisik lokasi masing – masing BAPEKES, Jalan Raya, Rumah Bank, RSUD Haulussy, Sekolah SPK dan Asrama Putra Putri, Kamar Mayat lama, SAL Gila Lama, Bak Air Lama, Rumah Dinas Dokter, Tanah Hibah. Dimana luas lahan yang diklaim dikurangi tanah hibah sebesar 31.644 M2. dan lokasi yang diklaim dan diajukan pembayaran oleh Yohanes Tisera alias Buke adalah seluas 31.880 M2.
Terhadap luas lahan tersebut, “sesuai isi telaahan,” dilanjutkan dengan perhitungan oleh KJPP serta ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama antara Johanis Tisera dengan Pemerintah Provinsi Maluku yang diwakili oleh Hamin Bin Thahir / Sekda Maluku, melalui akta notaris nomor 04 tanggal 6 Maret 2019, yang telah melakukan tindakan atau ikatan yakni, penetapan nilai ganti rugi dengan luasan 31.880 M2 dengan total ganti rugi Rp49.987.000.000 di mana pembayaran tahap pertama sebesar Rp10.000.0000.0000, pembayaran tahap ke 2 sebesar Rp,3.000.000.0000, pembayaran tahap ke 3 sebesar Rp5.329.000.000 dan sisa pembayaran Rp31.658.000.000.
Pada sisi ini, penjelasan Point ke 8 pada Telaahan Biro Hukum menjelaskan, bahwa terhadap kondisi hukum tersebut, maka terdapat cacat administrasi dalam proses pendahuluan ganti rugi perluasan kompleks RSUD dr. Haulussy dapat menimbulkan kerugian negara yang tentunya harus dilakukan perbaikan dan atau / perubahan atas perbuatan administrasi ganti rugi.
Lanjut pada point ke 9, oleh Biro Hukum menegaskan bahwa dan demi kepentingan umum maka langkah administrasi yang perlu ditindaklanjuti dalam rangka perubahan atau pembaruan antara lain :
Pertama : Melakukan pencocokan ulang dan atau kesepakatan atas objek ganti rugi yang wajib didasarkan pada materi perkara /atau pertimbangan putusan, Kedua : Melakukan penetapan objek ganti rugi dengan keputusan gubernur, Ketiga : Melakukan perhitungan objek ganti rugi oleh kantor Penilai Publik, Keempat : Membuat berita acara kesepakatan nilai ganti rugi atas objek ganti rugi, menetapkan keputusan Gubernur tentang besaran nilai ganti rugi objek ganti rugi, Kelima : Membuat dan menandatangani adendum akta notaris 04 tanggal 06 Maret 2019, Keenam :Melakukan pembayaran kepada pihak yang berhak.
Terhadap Telaahan yang merupakan bentuk komunikasi kedinasan dan administrasi pemerintahan di internal Pemerintah Daerah, dari Biro Hukum ke Gubernur Maluku, muncul telaahan oleh Raja Negeri Urimesing, Yohanes Tisera tanggal 9 Januari 2023 yang mengemukakan sejumlah asalah yakin, bahwa perluasan 31.800 M2, dibayarkan sesuai putusan pengadilan tinggi Maluku nomor 18/PDT/2011/PT Mal Tanggal 04 Oktober 2011. Perluasan sudah diputuskan oleh KJPP (Appraisal) berdasarkan perluasan kurang lebih (simbol-red) 31.880 M2 dengan nilai ganti rugi yang disanggupi Pemprov Maluku saat itu, adalah 49.987.000.000. Dan pemilik lahan Yohanes Tisera secara tidak langsung telah mengalami kerugian sebesar Rp16.007.651.000 namun hal ini tidak dipermasalahkan dikarenakan fasilitas yang digunakan adalah untuk kepentingan masyarakat umum.
Penjelasan lanjut, menelaah Point II item fakta Yuridis nomor 7 simbol kurang lebih yang digunakan dalam Akta Notaris Pembayaran Ganti Rugi tidak salah karena beracuan pada putusan pengadilan tinggi dan pada saat kasasi. Pemda ikut kasasi namun kalah dalam putusan MA, Jadi intinya baiknya tidak dipermasalahkan masalah symbol atau pun batas – batas dengan kondisi fisik lapangan, karena yang diputuskan adalah perluasan yang sesuai dengan putusan pengadilan tinggi yang telah dimenangkan Yohanes Tisera dan dikuatkan putusan Mahkamah Agung,
Point ke lima, akta kesepakatan bersama yang dibuat oleh Notaris tidak perlu dibuatkan pembaharuan lagi karena sudah sesuai dengan prosedur dan akta Notaris Kesepakatan bersama terkait sisa pembayaran ganti rugi yang akan dibayarkan Pemprov Maluku sesuai kemampuan anggaran bukan mempermasalahkan masalah perluasan yang dipakai sudah sesuai dengan putusan pengadilan Tinggi.
Terhadap persoalan tersebut, Anak adat negeri Urimesing, Evans Reynold Alfons kepada titastory.id Balai Rakyat Belakang Soya, kamis (17/02/2023) menegaskan ada hal yang tidak beres. Penjelasannya bahwa telaah hukum oleh staf ke pimpinannya merupakan persoalan internal birokrasi yang sifatnya adalah meminta petunjuk untuk membentuk Tim Pemerintah Daerah untuk melakukan perubahan / atau pembaharuan perjanjian ganti rugi atas objek perluasan kompleks RSUD dr. Haulussy Ambon.
” Saya heran, dan saya pun bertanya tanya apa kapasitas Raja Negeri Urimesing untuk membuat telaahan atas telaahan Biro Hukum Setda Maluku, apakah dalam hal ini telah diminta?,” ungkapnya.
Alfons pun menegaskan ada hal yang dilupakan oleh Pemerintah Provinsi Maluku terkait bukti surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976 yang telah dibuktikan di Pengadilan dan sudah dinyatakan cacat dimata hukum. Itu berarti penjelasan dasar telaahan pada Point I itu pun harus dikaji dengan fakta hukum lainnya.
“Dalam Telaah yang dilakukan oleh Biro Hukum Pemprov Maluku terhadap pembayaran Yohanis Tisera ini ada kurang satu point yaitu surat tanggal 28 Desember 1976 itu sudah dinyatakan Cacat Hukum dalam perkara dengan dirinya nomor 62 tahun 2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap tanggal 27 Agustus tahun 2018. ” bebernya.
Untuk itu selaku anak Maluku, dirinya meminta agar Pemerintah Provinsi Maluku serius dengan adanya putusan hukum yang telah membatalkan surat Penyerahan dari Saniri Negeri Urimesing tertanggal 28 Desember 1976 maka Pemerintah Provinsi Maluku akan mengetahui terkait siapa pihak yang berhak.” terangnya.
Dalam kaitan dengan itu juga, Alfons pun meminta agar nilai anggaran yang telah dicairkan yang diduga telah mencapai Rp18 miliar dan sudah diakui telah dicairkan untuk dikembalikan. Dan arahan dari Biro Hukum untuk pembentukan Tim untuk melakukan kajian adalah langkah bijak karena diduga ada kejanggalan terkait dengan proses dan pembayaran ganti rugi lahan RSUD dr. Haulussy.
Dijelaskan, selain bocoran surat telaahan, dan mengacu pada tanggapan Raja Negeri Urimesing, Yohanis Tisera tertanggal 9 Februari 2023, merupakan jawaban yang sangat-sangat benar, kenapa? tanyanya, seraya menjelaskan bahwa Putusan nomor 38 tahun 2009 junto nomor 18 tahun 2011 dan Kasasi 1385 K tahun 2013, dan juga Putusan Mahkamah Agung terkait PK , yaitu 512 terdapat ada 2 Putusan di mana dalam putusan 512 PK pertama itu Almarhum Jacobus Abner Alfons (Ayah Evans-red) selaku pemohon PK.
”Saya tegaskan, dalam putusan PK 512 semestinya kedudukan ayah saya itu selaku Termohon PK, sehingga telah dilakukan perubahan kedua dalam Putusan 512. Jadi Putusan 512 PK itu ada 2 karena kedudukan ayah saya yang tidak sesuai dalam putusan pertama, “tuturnya.
Atas dasar itu, Alfons meminta agar produk hukum yang satu ini juga harus dipelajari secara benar karena putusan 512 pertama itu ada 31 halaman, sedangkan putusan 512 kedua itu ada 38 halaman di mana putusan 512 PK kedua tidak membatalkan putusan 512 PK pertama
,”Jadi jelas, ditemui dalam surat Telaah ini objek sengketa yang ditunjuk oleh Buke Tisera dalam perkara nomor 38 tidak cocok dengan riil di lapangan, dan kesepakatan yang terjadi dengan Notaris tanggal 4 Maret tahun 2017 itu sangat benar bahwa di situ ada kejanggalan besar, “masa objek sengketa RSUD Haulussy berbatasan sebelah utara langsung dengan pantai, ini kan aneh karena yang benar itu objek sengketa sebelah utara berbatasan dengan jalan Dr.Kayadoe, apakah terjadi kebohongan ?,”tanyanya.
Ia pun juga mengingatkan, Pembayaran pertama itu sebesar 10 miliar, pembayaran kedua sebesar 3 miliar dan pembayaran tahap ketiga sebesar 5 miliar lebih, jadi sisa pembayaran 31 miliar lebih yang masih dipegang oleh Pemprov Maluku.
Jadi sudah tepat” akui Alfons, jika Gubernur Maluku tidak melanjutkan atau menunda sisa pembayaran ganti rugi tersebut dan meminta Buke Tisera mengembalikan 18 miliar lebih yang telah diterima. Dan perlu dicatat bahwa persoalan ini sudah tercium di KPK. Untuk itu, sudah sepantasnya Yohanis Tisera alias Buke mesti bertanggungjawab atas kerugian negara.
Dia pun menegaskan, terkait Telaah Biro Hukum ini sudah ditanggapi oleh Buke Tisera, nah yang dipertanyakan Buke ini siapa sampai menanggapi surat Telaah Biro Hukum, karena dalam dokumen Telaah Biro Hukum itu tidak ada tembusan yang disampaikan ke Yohanis Tisera alias Buke, “kok dia bisa menjawab isi Telaah itu. Ini berarti dokumen surat Telaah Biro Hukum ini sudah diperoleh oleh Buke Tisera. Pertanyaannya dari mana dia mendapatkan Telaah Biro Hukum ini, “tanya Alfons
Yang paling aneh lagi menurut Alfons, dalam persoalan ganti rugi RSUD Haulussy yang sudah terlanjur dibayar Pemprov Maluku kepada Buke Tisera secara pribadi, namun kenapa dalam tanggapan terhadap Biro Hukum ini, Buke Tisera menggunakan kapasitasnya sebagai Raja Negeri Urimessing bahkan surat tanggapan itu dibubuhi Cap Pemerintah Negeri Urimessing tertanggal 15 November 2022, ini kan lucu, kata Evans.
Menurutnya, terkait kasus salah bayar ini, bukan hanya Buke Tisera saja yang bertanggungjawab secara hukum melainkan diduga sejumlah pejabat Pemprov Maluku yang sebelumnya telah membangun kesepakatan dengan Buke Tisera perihal pembayaran ganti rugi ini juga harus bertanggungjawab di antaranya, mantan Gubernur Maluku, mantan Sekda Maluku bahkan sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku.
,”Kenapa, alasan yang pertama, Putusan nomor 39 tahun 2009 junto nomor 18 tahun 2011 dan 1385 K tahun 2013, 512 PK tahun 2014 itu sifatnya deklaratoir, maka sudah jelas bahkan Pengadilan negeri Ambon juga tidak berhak mengeluarkan perintah pembayaran atau eksekusi, “tutur Alfons.
Ia menambahkan, ada hal yang lucu, akta notaris kesepakatan pembayaran dibuat setelah beberapa bulan telah dilakukan pembayaran ganti rugi, yang menurutnya ibarat Lahir lebih dulu baru mengandung karena faktanya Pembayaran tahap pertama terjadi di tanggal 13 Februari 2019, sedangkan kesepakatan (Akta Notaris -red) baru dibuat tanggal 6 Maret 2019.
” Ini kan sesuatu yang aneh. Keanehannya adalah pembayaran telah dilakukan di bulan Februari tahun 2019, sedangkan Akta Notaris nomor 4 dibuat tanggal 6 Maret tahun 2019. Pertanyaannya apakah wajar jika prestasi telah dilakukan, baru ada dalam ikatan?, “tutup Alfons (TS-02)
Discussion about this post