TITASTORY.ID- Bergulirnya gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Ambon sesuai register Perkara No 87 /Pdt.G/2021 /PN.Amb dengan penggugat masing masing, Yance Siripory, Petrus Siripory, Rendy Siripory, melawan para tergugat masing – masing Kepala Kepolisian Daerah Maluku cq Direktur Reserse Kriminal Umum, BPN Kota Ambon, Pemerintah Negeri Tawiri dan Mindy Melonia Siripory serta penggugat Interview/ Intervensi Ivonne Regina Siripory. Dimana dalam putusannya memenangkan penggugat intervensi yang diduga memiliki sejumlah kejanggalan salah satunya adalah terkait putusan yang tak sesuai dengan subtansi gugatan.
Hal ini patut dicurigai, karena gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) susah memenuhi unsur gugatan ,karena pemilik lahan di usir dari tanah milik mereka sendiri. Setelah beberapa kali upaya melakukan pengukuran digagalkan, hingga tergugat 4 atau Mindy Melonia membuat laporan ke Polda Maluku dengan tuduhan melakukan Penggelapan. Pemeriksaan pun dilakukan, hingga adanya upaya melakukan pengukuran dengan alasan untuk kepentingan penyelidikan. Pada sisi ini diduga upaya pengukuran luas tanah dati milik Para Penggugat di Kawasan Negeri Tawiri,Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon terindikasi adalah topeng mengatasnamakan tindakan penyelidikan perkara pidana atas laporan dari Mindy Melonia Siripory yang adalah tergugat 4.
Kuasa Hukum para penggugat, Dessy Hallauw,SH yang dikonfirmasi belum lama ini dalam membeberkan asal mula sehingga adanya gugatan PMH menerangkan, dimulai dari peristiwa saat para penggugat di Bulan Agustus tahun 2022 lalu dikejutkan dengan kedatangan petugas BPN dan tergugat 4 ( Mindy Melonia Siripory -red) yang hendak melakukan pengukuran di atas tanah milik para penggugat. Namun niat untuk melakukan pengukuran dihalangi dan digagalkan.
“Karena dihalangi para tergugat melalui tergugat 2 dalam hal ini pihak BPN Kota Ambon kemudian memediasi persoalan ini dengan mengundang para penggugat dan tergugat 4, pasca adanya penghalangan pengukuran. Dimana dalam mediasi tersebut para penggugat mengungkapkan bahwa mereka tidak mengenal tergugat 4 sehingga mereka sangat keberatan, dan mediasi pun gagal,” terang Hallauw.
Dia mengungkapkan, mediasi yang difasilitasi tergugat 2 pun gagal, pihak tergugat 3 dalam hal ini Pemerintah Negeri Tawiri kemudian berinisiatif mengundang pihak penggugat dan tergugat di kantor desa Tawiri, dan tergugat 3 kemudian memperkenalkan tergugat 4 yang konon adalah ahli waris dari pemilik tanah dati awal yang telah keluar dari Negeri Tawiri sejak tahun 1920 dan baru datang kembali utuk mengambil tanah dati milik mereka di tahun 2020.Penjelasan ini pun tidak diterima, bahkan indikasi tergugat 3 sebagai pemerintah negeri Tawiri malah tidak netral dan cenderung berpihak ke pihak tergugat 4.
Tak puas dengan hasil mediasi dua kali tergugat 4 kemudian melayangkan laporan ke kepolisian dengan dugaan penggelapan tanah dan pemalsuan surat dati. Laporan itu pun direspons dan para penggugat diperiksa di Mapolda Maluku yang dalam perkara ini adalah tergugat 1.
Dikatakan, Para penggugat atau terlapor ini diperiksa sebanyak 2 kali, dan dalam pemeriksaa tersebut para terlapor di polisi ini terindikasi ditekan untuk mengakui tentang keberadaan tergugat 4 sebagai bagian atau juga memiliki dusun Dati yang merupakan objek sengketa, walau pun para penggugat yang jadi terlapor atas laporan tergugat sudah menunjukan bukti kepemilikan. Bukti bukti ini kemudian dihadirkan dalam proses penyelidikan. Termasuk bukti dari tergugat 4 atau pelapor. Dimana bukti kenduanya ini memiliki perbedaan alias ada yang palsu dan ada yang asli. Sementara bukti surat milik penggugat berupa kutipan register dati dan surat tanah persis sama dengan milik masyarakat di Negeri Tawiri.
Ironisnya terhadap keberadaan tergugat 4, ” ucapnya, para penggugat saat diperiksa, juga baru mengetahui adanya silsilah tergugat 4 dan penggugat itu satu moyang, namun sejak lahirnya kakek tergugat 4 tidak pernah ada dan tinggal di Negeri Tawiri sehingga penguggat tidak mengetahui dan mengenal yang bersangkutan.
Dalam pemeriksaan itu juga, disinyalir tergugat 1 diduga mendesak para penggugat untuk mengakui bahwa tergugat 4 memiliki hak dati yang sama penggugat, namun terdapat keberatan dari para penggugat ,yang menurut mereka tergugat 4 dan kakeknya tidak pernah ada di tanah dati.
“Dan kalau mau datang minta dati, ya dengan sopan bukan langsung asal nyosor ukur tanpa ijin dari ahli waris yg dari dulu kuasai dati.” terang Deasy Hallau mengulas persoalan pemeriksaan di Kantor Polda Maluku.
Hallauw juga menerangkan, diduga dengan bertopengkan tahapan penyelidikan Penyidik Polda Maluku malah menyurati para penggugat dan tergugat untuk tetap melakukan tindakan pengukuran luas / pengecekan luas tanah ke 4 tanah dati milik penggugat yakni di dati Oplary, dati Titiuwy, dati Wituruman, dan dati Tunapaar.
Namun tetap ditolak karena menurut penggugat ada indikasi pengukuran tesebut adalah siasat untuk melanjutkan pengukuran yang sempat ditolak.
“Jelas saja pengukuran tersebut ditolak oleh karena pihak penggugat yakin pengukuran ini merupakan kelanjutan dari pengukuran tergugat 4 yang tertunda karena dihalangi.” cetusnya.
Dia juga menjelaskan, setelah empat kali para tergugat mencoba melakukan pengukuran namun tidak berhasil karena dihadang oleh para penggugat yang adalah pemilik lahan bersama dan Kuasa Hukumnya.
Selanjutnya puncak dari masalah ini hingga dilayangkan gugatan PMH ” kata Hallauw, pada pengkuran yang ke 5 para tergugat justru ngotot untuk melakukan pengukuran.
Hal ini ditunjukan dengan hadirnya pasukan kepolisian yang jumlahnya lebih dari 50 orang. Mereka berseragam lengkap, membawa senjata dan sebagian berpakaian preman, mereka dikerahkan dengan bermaksud mengamankan tindakan proses pengukuran luas lahan atau tanah milik penggugat.
Karena menolak dan tetap mempertahankan untuk tidak boleh ada pengkuran, maka sedikit gesekan dan ada bentuk tindakan disik, dimana para penggugat diamankan dan diusir keluar secara paksa dari tanah milik mereka sendiri dengan tujuan agar tidak mengganggu jalannya pengukuran oleh para tergugat.
“Nah dari insiden pemaksaan dan mengusir pemilik lahan atau tanah keluar dari milik mereka sendiri sehingga hal ini jadi dasar dilakukan gugatan Perbuatan melawan hukum,” tegas Hallauw.
Tekannya pula, bahwa gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon, sebenarnya bukan soal kepemilikan tanah, tetapi bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat dengan mengusir secara paksa para pemilik tanah dari tanahnya sendiri dan saat ini masih di kuasai. Sehingga saya menilai ada kekeliruan dalam memutuskan perkara ini.
Nah ” ungkapnya pula, proses pengukuran ini yang kami gugat ke Pengadilan Negeri Ambon, bukan Sengketa Tanah, seperti yg di pahami oleh Majelis Hakim.
Tambahahnya, bukan itu saja ada hal yang menyolok terkait putusan tesebut yakni hadirnya pihak ketiga yaitu penggugat intervensi sehingga kami masuk sebagai tergugat intervensi. Dimana pengguat intervensi sendiri dalam melakukan permohonan intervensi, awalnya ditolak. Namun dengan upaya permohonan ke dua akhirnya diterima dan penggugat intervensi selanjutanya diterima dan bergabung dalam perkara Aquo.
“Jalannya sidang, penggugat intervensi berdalih bahwa dirinya adalah ahli waris perempuan dari pemilik awal tanah dati yang sudah menikah, justru majelis hakim menerima dalil dari penggugat intervensi ini.” ungkapnya heran.
Yang pada akhirnya oleh Majelis hakim , menyatakan penggugat Intervensi sebagai ahli waris dan berhak atas 4 dusun dati.
Karena dalil pihak pengguat intervensi diterima sehingga hakim menolak para penggugat sebagai ahli waris yang sah dari Domonggus Siripory ( pemilik awal dusun dati) dengan alasan penggugat adalah adalah turunan dari anak luar nikah/ turunan perempuan yang tidak menikah.
” Bahwa kenyataannya Ayah penggugat adalah kepala dati atas ke 4 dusun dati yang dijadikan Objek Sengketa oleh penggugat Intervensi.” jelasnya.
Terkait hal itu, pengacara berparas cantik ini juga menduga Hakim yang memeriksa perkara ini diduga keliru dan diduga mengabaikan bukti – milik penggugat, dan tidak mempertimbangkan bukti yang ada, dimana kuat dugaan hakim cenderung tertutup pada posisi penggugat dan hanya mempertimbangkan bukti penggugat intervensi.
” Padahal ada beberapa bukti yang sama yang harus dijadikan perbandingan untuk menentukan bukti siapa yang asli dan siapa yang palsu, namun hal tersebut tak di pertimbangkan sama sekali.” ungkapnya.
Terhadap bukti yang diajukan, sejumlah saksi bahkan mengakui bukti yang diajukan penggugat intervensi adalah bukti palsu.
Ada pun bukti palsu milik penggugat intervensi adalah Register Dati tahun 1814, dan Kutipan surat dati tahun 1955.
” Kedua surat yang aslinya sudah diajukan oleh penggugat , namun sayangnya tidak dipertimbangkan oleh hakim.” jelasnya.
Diterangkan, sesuai putusan hakim PN Ambon yang memeriksa perkara ini menyatakan, para penggugat tidak memiliki hal atas tanah dati tersebut, walau selama ini dijaga, dipelihara, di tanam tanaman umur panjang, dibayar PBB tanahnya juga oleh Penggugat, bahkan ayah dari penggugat adalah kepala Dati.
Padahal jika merujuk pada dasar gugatan tentunya terkait perbuatan melawan hukum, atas tindakan pengkuran tanah secara paksa oleh para tergugat. Namun oleh hakim dinyatakan kabur tanpa penjelasan dan dinyatakan tolak seluruhnya. Sementara gugatan penggugat intervensi malah diterima.
“Saya tegaskan, gugatan asal Penggugat adalah perbuatan melawan hukum atas tindakan pengukuran luas tanah dati milik klien saya yang dilakukan secara paksa dan melawan hak, bukan gugatan tentang Sengketa Kepemilikan /Hak.” tegasnya. ( TS 03)
Discussion about this post