titastory.id, ambon –Status tersangka korupsi yang disandang Kepsek SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinusa, akhirnya batal demi hukum, setelah
Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Ambon, Dedi Sahusilawane menerima seluruh gugatan praperadilan yang diajukannya.
Lona Parinusa telah mengajukan praperadilan sebagai bentuk perlawanan hukum atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana BOS SMP Negeri 9 Ambon Tahun 2020 – 2023 oleh Kajari Ambon di Pengadilan Negeri setempat.
Putusan tersebut telah disampaikan dalam sidang yang digelar, Senin (21/10/2024).
“Gugatan Pra Peradilan yang kami layangkan diterima untuk seluruhnya,” ungkap Kuasa Hukum pemohon praperadilan, Jhon Marsel Berhitu, didampingi Jack Wenno.
Jhon menyebutkan, dalam putusannya, hakim telah mengabulkan seluruh permohonan praperadilan, dan menetapkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Nomor : Print- 03/Q.1.10/Fd.2/06/2024 tanggal 12 Juni 2024 tidak sah dan batal demi hukum;
Selain itu, menyatakan penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang diterbitkan atas dasar Surat Perintah Penyidikan Kajari Ambon adalah tidak sah dan melawan hukum; dan menetapkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : -01/Q.1.10/Fd.2/09/2024, batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
“Hakim juga mengatakan, semua alat bukti yang sebelumnya berkaitan dengan materi perkara Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana BOS SMP Negeri 9 Ambon Tahun anggaran 2020 – 2023, adalah tidak sah; Memerintahkan termohon Untuk menghentikan penyidikan terhadap Pemohon. Selain itu menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Pemohon, ”kata Jhon.
Ia juga menuturkan, hakim telah memerintahkan agar hak Pemohon dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,.
Sementara itu, dalam sidang yang digelar 17 Oktober 2024 lalu, Ahli Pidana, Dr. John D. Pasalbessy, dosen Fakultas Hukum UKIM Ambon dihadirkan kuasa hukum Pemohon. Sebagai saksi.
Dalam keterangannya, Pasalbessy menjelaskan, penetapan seseorang sebagai tersangka, telah termuat dalam KUHAPidana. Namun dalam prosesnya, harus dilakukan benar-benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika dilakukan keluar aturan, maka proses penetapan seseorang sebagai tersangka tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Menurut Pasalbessy, dalam melakukan penyelidikan, penyidikan bahkan penetapan tersangka terhadap seseorang, pastinya diawali penyelidikan dengan dikeluarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik).
Dari Sprindik tersebut terkadang penyidik sudah tulis nama tersangka dan bisa juga ada yang tidak, dan itu yang dilakukan penyidik saat ini. Karena dalam proses penyelidikan itu bukti permulaan penyidik terhadap satu peristiwa pidana sudah mulai terang benderang. Selanjutnya, setelah Sprindik, barulah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Namun ternyata, pemohon selama ini tidak pernah menerima SPDP, hanya menerima surat yang diantar penyidik ke SMP Negeri 9, tertanggal 12 Juni 2024 kemarin. Sedangkan penetapan tersangka pada pertengahan September 2024. (TS-02)
Discussion about this post