titaStory.id, Halmahera Timur – Adalah Novenia Ambeua (36) dan Julius Dagai (56), warga Desa Minamin, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Kedua warga ini dipolisikan pihak PT Mega Haltim Mineral (MHM), karena diduga menghalangi kegiatan usaha pertambangan.
Novenia Ambeua, mengatakan pengaduan PT MHM ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat sipil yang mempertahankan wilayah adat mereka dari tambang.
Padahal, kata Novenia, mereka hanya mempertahankan wilayah dan hutan adat milik para leluhur mereka. Seharusnya, kata Nove, Kepolisian mencari akar masalah penyebab warga melakukan protes aktivitas perusahaan tambang.
Mereka, kata ASN Kabupaten Haltim ini, telah resah karena perusahaan diduga telah menyerobot wilayah warga masyarakat yang berasal dari adat suku Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin ini.
“Yang terkena dampak dari pergusuran itu adalah warga komunitas masyarakat adat yang memiliki kebun di wilayah Biagaro nama wilayah adat dimana jalan digusur, adapun jumlah warga masyarakat adat yang terdampak sekitar 30an kepala keluarga,” ujarnya.
Menurutnya, selaku komunitas masyarakat adat Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas insiden tersebut adalah PT. Wana Kencana Sejati II (WKS II) karena dinilai mengambil alih secara sepihak wilayah adat mereka, kemudian menyerahkan ke PT. Mega Haltim Mineral untuk dikelola.
Selain itu, Nove menerangkan, pemerintah daerah turut bertanggungjawab karena diduga mengijinkan perusahaan-perusahaan ini masuk tanpa adanya pemberitahuan dan ijin dari masyarakat adat yang mendiami sebagai pemilik wilayah adat mereka.
“Tidak ada keterbukaan informasi publik dan keterlibatan masyarakat adat dalam proses keluarnya ijin-ijin usaha pertambangan maupun ijin-ijin lingkungan yang dikantongi perusahaan-perusahaan nikel yang beroperasi di wilayah hutan adat komonitas masyarakat adat Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin,” pungkasnya.
Atas diskriminasi terhadap mereka, saat ini kata Novenia, mereka sudah melaporkan insiden tersebutke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
“Mereka mengutus 9 orang pengacara dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara dalam kasus ini,” katanya.
Selain itu, mayarakat adat Minamin juga akan berkoordinasi dengan KOMNAS HAM, karena insiden yang terjadi menurutnya bagian dari perampasan ruang hidup masyarakat adat setempat.
Dikatakan Nove, penyerobotan lahan milik warga terus berlangsung beberapa tahun terakhir. Masyarakat adat juga menurutnya sudah beberapa kali melakukan aksi sejak tahun 2020 – 2022.
“Kami pernah mengadukan juga ke pihak Pemerintah Kecamatan, Kabupaten hingga Provinsi, namun terhalang dengan belum adanya regulasi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di tingkat daerah maupun Provinsi,” tandasnya.
“Kami akan terus mempertahankan hak ulayat, tanah leluhur kami, hutan adat kami, menjaga lingkungan kami, untuk keberlangsungan hidup kami dan generasi selanjutnya. Jadi salah kah kami pertahankan tanah leluhur dan juga menjaga kelestarian lingkungan kami?” tegas ketua dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Maluku Utara ini.
Sebelumnya pihak PT melaporkan dua warga Minamin karena dianggap otak dibalik aksi unjuk rasa memprotes kegiatan pertambangan.
Pengaduan ini dilaporkan oleh Muhammad Fitra Abdulah Selang, HRD/Humas PT MHM pada tanggal 21 mei 2023 lalu, tiga hari setelah aksi protes dari puluhan masyarakat adat suku Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin. Warga dalam aksi itu memprotes keberadaan sejumlah perusahaan di wilayah adat mereka.
“Sehubungan dengan rujukan di atas, diberitahukan kepada saudara bahwa penyidik Polsek Wasile Selatan sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana setiap orang yang merintangi dan atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat yang dialami oleh PT Mega Haltim Mineral (MHM) sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 162 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2020, yang terjadi pada hari kamis tanggal 18 mei 2023, pukul 13.00 wit bertempat di jalan Koridor PT Wana Kencana Sejati II (WKS II) Desa Minamin, Kec Wasile Selatan, Kab Halmahera Timur,” Demikian isi surat panggilan kepada kedua warga Minamin oleh Kapolsek Wasile Selatan, IPDA Nurmala Ismail, Senin (22/5/2023).
Surat dengan perihal undangan klarifikasi ini ditujukan kepada kedua warga Desa Minamin, guna tindak lanjut dari penanganan perkara tersebut.
Surat panggilan merupakan tindak lanjut polisi dari aksi protes dari puluhan pengunjuk rasa yang mengatasnamakan komunitas masyarakat adat Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin. Bahkan dalam aksi tersebut, dilakukan pengusiran terhadap alat-alat berat milik PT MHM yang akan melakukan aktivitas yang diduga milik masyarakat adat.
Protes Warga
Aksi protes ini dilakukan secara spontan oleh warga masyarakat adat suku Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin karena wilayah lahan kebunnya diduga diserobot perusahaan PT Mega Haltim Mineral (MHM), pada Kamis (18/5/2023).
Menurut warga, aksi yang dilakukan karena mereka gerah melihat wilayah perkebunan dimasuki alat berat milik PT. MHM.
“Keluar dari sini, keluar, sapa yang suruh masuk di sini, pencuri, galojo (rakus),” teriak Yokbet Madam, perempuan adat suku Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin.
Dari video amatir milik warga terlihat puluhan warga ini berbondong-bondong ke lokasi kebun dan memerintahkan alat-alat tersebut dikeluarkan dari wilayah kebun mereka. Para operator perusahaan dipaksa meninggalkan lokasi kebun warga.
Sempat adu mulut antara warga pemilik lahan dengan petugas perusahaan di lokasi. Meski demikian warga meminta para petugas dan operator alat berat segera meninggalkan lokasi perkebunan milik mereka.
Sebuah spanduk dibentangkan warga di lokasi bertuliskan tolak aktivitas tambang PT WBN, PT IWIP, PT MHM, dan semua koorporasi tambang nikel di wilayah adat Tobelo Boeng Helewo Ruru Hoana Wangaeke Minamin.
“Tolak tambang sampai tumbang,”
Kejadian ini, menurut warga buntut dari penyerahan koridor jalan oleh PT. WKS ke PT MHM.
Menurut Yokbet, pihak perusahaan PT MHM tidak menghargai masyarakat adat setempat selaku pemilik lahan. Bahkan masyarakat adat telah lebih dulu berada di wilayah ini dengan berkebun.
Selain itu, kata Yokbet masyarakat adat di Minamin tidak pernah menghibahkan lahan kebun mereka ke perusahaan manapun sehingga Dia bersama masyarakat adat lainnya dengan tegas menolak penggusuran dan pembersihan koridor jalan tersebut.
Dalam aksi itu juga warga meminta pertanggung jawaban dari pihak PT. WKS yang mengambil alih wilayah tersebut. Mereka juga melarang aktivitas apapun dari PT. MHM sebelum adanya kesepakatan dan persetujuan para pemilik lahan.
Para pemilik lahan ini juga menuntut keterbukaan informasi publik dan keterlibatan masyarakat mengenai AMDAL PT MHM. Mereka mempertanyakan proses perizinan dari PT MHM
“Aktivitas mereka sudah masuk tahap izin produksi pun masyarakat tidak tahu soal AMDAL mereka, apakah ada izinnya atau tidak,” kata Yokbet.
Atas protes tentang dugaan penyerobotan di lahan perkebunan warga, pihak PT. WKS, menyatakan bahwa mereka telah prosedur dan lokasi yang diprotes warga secara hukum adalah milik PT WKS.
“Malam juga pak penyerobotan sebelah mana ya, setahu saya areal WKS di atas pak bukan areal masyarakat atau tanah adat,” jawab Ali Arfa, salah satu staf PT WKS saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia.
Saat ditanyakan soal izin Amdal dan juga berdasarkan surat Penyampaian Permohonan Pengumuman Hasil Resertifikasi Kinerja PHPL dan VLK IUPHHK-HA PT Wana Kencana Sejati, yang beberapa prosedurnya tidak memenuhi atau tidak berlaku, staf PT WKS ini pun bungkam dan menjawab agar melakukan konfirmasi di Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara.
“Oh, gitu pak ya. Atau kalau mau lebih jelasnya tahu lebih tentang WKS mungkin baik langsung bertanya ke dinas kehutanan propinsi,” balas Ali melalui pesan whatsapp.
Sementara untuk tuntutan warga kepada perusahaan, hingga berita ini diturunkan tidak mendapat respon lagi dari staf PT WKS ini. (TS-01)
Discussion about this post