Fery Tanaya Dilaporkan Atas Dugaan Penyerobotan Hutan Adat di Pulau Buru

09/01/2025
Masyarakat Adat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, melalui perwakilan ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa, resmi melaporkan dugaan penyerobotan lahan adat dan penebangan ilegal pohon Damar (Agathis) dan Meranti oleh PT HTI-WWI yang dimiliki oleh Fery Tanaya, di Unit V Subdit-2 Ditreskrimum POlda Maluku, Kamis (9/1/2025). Foto: titastory/Christ

Masyarakat Adat Waehata Tuntut Keadilan atas Perusakan Kawasan Sakral

 titastory, Ambon – Masyarakat adat Desa Waehata, Pulau Buru, resmi melaporkan Fery Tanaya, pemilik PT Waenibe Wood Industries (WWI), ke Polda Maluku atas dugaan penyerobotan lahan adat dan penebangan ilegal pohon Damar (Agathis) serta Meranti di kawasan hutan adat. Pelaporan ini dilakukan oleh ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa pada Kamis (9/1/2025), dengan tuduhan bahwa aktivitas perusahaan tersebut telah melanggar hak-hak masyarakat adat dan merusak kawasan keramat yang dijaga selama sembilan generasi.

“Kami datang untuk mencari keadilan atas lahan dan hutan adat kami yang diserobot. Tempat sakral kami dirusak, pohon damar yang menjadi sumber penghidupan kami ditebang tanpa izin,” ujar Mantokos Nurlatu, ahli waris masyarakat adat Desa Waehata.

Menurut Mantokos, tindakan PT WWI mengancam tidak hanya lingkungan, tetapi juga perekonomian masyarakat setempat yang bergantung pada hasil hutan, khususnya getah damar yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Masyarakat Adat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, melalui perwakilan ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa, resmi melaporkan dugaan penyerobotan lahan adat dan penebangan ilegal pohon Damar (Agathis) dan Meranti oleh PT HTI-WWI yang dimiliki oleh Fery Tanaya, di Unit V Subdit-2 Ditreskrimum POlda Maluku, Kamis (9/1/2025). Foto: titastory/Christ

Perjuangan Masyarakat Adat Menjaga Warisan Leluhur

Kawasan hutan yang dirusak oleh PT WWI meliputi area yang dianggap sakral oleh masyarakat adat Waehata. Titi Nurlatu, Kepala Soa Nurlatu, menyebutkan bahwa hutan tersebut merupakan warisan leluhur yang telah dilestarikan secara turun-temurun.

“Hutan ini adalah titipan leluhur yang harus kami jaga. Pembabatan yang dilakukan perusahaan telah merusak kawasan keramat kami,” tegas Titi.

Kondisi pepohonan yang ditebang di lahan masyarakat adat marga Nurlatu di Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru. Lokasi ini diduga diserobot oleh perusahaan PT WWI milik Fery Tanaya. (Foto: Ist)

Penebangan yang terjadi sejak November hingga Desember 2024 tersebut, menurut Titi, tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hasil hutan.

 

Tuntutan Tegas Masyarakat Adat

Masyarakat adat Waehata meminta pihak berwenang untuk segera menangani kasus ini. Beberapa tuntutan utama mereka antara lain:

  1. Penangkapan Fery Tanaya atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan adat.
  2. Pencabutan izin operasional PT WWI oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
  3. Ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencaharian masyarakat adat.
  4. Penghentian seluruh aktivitas PT WWI di wilayah adat Waehata.

Pendamping masyarakat adat, Niko Nurlatu, menegaskan bahwa aktivitas PT WWI bertentangan dengan berbagai regulasi, termasuk Pasal 18B UUD 1945, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara.

Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Advokat Tanah Adat (JAGAD) Indonesia menggelar aksi protes di depan Mabes Polri dan Kantor Kementrian Kehutanan dan Kementrian Kementerian Lingkungan Hidup pada Selasa (7/1/2025). Aksi ini dilakukan untuk menyuarakan dugaan penyerobotan tanah dan hutan adat milik masyarakat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku.

mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Advokat Tanah Adat (JAGAD) Indonesia menggelar aksi protes di depan Mabes Polri dan Kantor Kementrian Kehutanan dan Kementrian Kementerian Lingkungan Hidup pada Selasa (7/1/2025). Foto: Fero/titastory

Dalam orasinya, JAGAD Indonesia menegaskan bahwa masyarakat adat Desa Waehata memiliki hak atas tanah dan hutan adat yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 18B Ayat 2 UUD 1945 mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional mereka, selama hak tersebut masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, hak-hak tersebut diduga dilanggar oleh PT. Hutan Tanaman Industri (HTI) Wainibe Wood Industri (WWI), sebuah perusahaan yang dituduh masuk dan mengeksploitasi wilayah hutan adat tanpa izin. Perusahaan yang dimiliki oleh Ferry Tanaya ini diduga menebang pohon damar, meranti, dan berbagai jenis kayu bernilai ekonomis tinggi yang menjadi penopang kehidupan masyarakat adat setempat.

“Kami menuntut keadilan. Hutan adat yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat telah dirampas, sementara masyarakat mulai resah dengan dampak lingkungan akibat deforestasi,” ujar Fero Nurlatu, Koordinator Aksi sekaligus anak adat Pulau Buru, dalam orasinya.

 

Profil PT Waenibe Wood Industries

Berdasarkan dokumen Forest Watch Indonesia (FWI), PT WWI mendapatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada tahun 2009, dengan luas konsesi mencapai 33.245 hektare di Kabupaten Buru Utara. Namun, aktivitas perusahaan tersebut kini menjadi sorotan karena dugaan pelanggaran hak adat dan kerusakan lingkungan.

Masyarakat adat Desa Waehata berharap laporan ini dapat menjadi pintu menuju keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak adat di Indonesia. Mereka menegaskan akan terus memperjuangkan hak leluhur mereka hingga tuntas.

“Kami siap berjuang sampai mati demi tanah dan hutan adat kami. Ini adalah warisan yang harus kami jaga untuk generasi mendatang,” tutup Mantokos Nurlatu.

Penulis: Edison Waas | Editor: Christ Belseran

error: Content is protected !!