titaStory.id, buru– Desakan penghentian aktivitas PT Ormat Geothermal yang melakukan aktivitas eksplorasi energi panas bumi di Pulau Buru mulai berdatangan. Kali ini masyarakat adat Soar Pito Pa Petuanan Kayeli, mendesak agar perusahaan yang sementara bergerak dibidang eksplorasi energi panas bumi tersebut untuk segera meninggalkan lokasi eksplorasi. Alasan untuk menghentikan aktivitas dan meninggalkan lokasi oleh pihak perusahaan lantaran masyarakat adat di bumi Bupolo tersebut mulai merasakan dampak dan ancaman terhadap masalah lingkungan dan dampak sosial.
Direktur SASI Kepulauan Buru, Deliana Behuku, dengan tegas meminta agar PT. Ormat Geothermal untuk menghentikan semua aktivitas eksplorasi dan harus angkat kaki dari tanah atau petuanan masyarakat adat Soar Pito Soar Pa.
Dia menjelaskan, selaku lembaga masyarakat adat dan bergerak dalam melakukan advokasi isu isu lingkungan, SASI meminta agar persoalan kerusakan lingkungan dan dampak merugikan yang dirasakan masyarakat baik dari sisi ancaman lingkungan, sosial dan adat istiadat merupakan hal utama yang mesti disikapi. Pasalnya aktivitas PT. Geothermal diduga dan berpotensi mengancam keberlangsungan hidup masyarakat di daerah setempat karena bakal berpotensi menciptakan merusak lingkungan.
Dia mengungkapkan, dampak yang telah terlihat dengan adanya aktivitas PT. Ormat Geothermal adalah, bahwa beberapa masyarakat yang telah mengungsi dari rumah mereka diakibatkan pengoperasian energi panas bumi yang letaknya sangat dekat dengan pemukiman warga.
Ironisnya kehadiran perusahaan tersebut terindikasi tidak mendapat persetujuan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat sehingga mereka merasa tidak dihargai, justru ada indikasi sejumlah pihak yang berkepentingan dengan pihak perusahaan menciptakan konflik.
“Ancaman lingkungan akibat pengoperasian perusahaan bakal memorak-porandakan ruang hidup masyarakat setempat atas akses dan kontrol terhadap hutan di kawasan tersebut, karena aktivitas masyarakat di lokasi Kayeli adalah bertani dan menyuling minyak kayu putih. Termasuk adanya ketergantungan pada air sungai sumber penghidupan masyarakat setempat,” jelas Behuku.
Diterangkan, secara geografis, Kepulauan Buru merupakan pulau kecil secara Nasional yang dikelilingi lautan sehingga kondisi terkini fungsi hutan justru direduksi oleh adanya aktivitas penambangan dan bakal berakibat fatal.
“Kasarnya Pulau Buru bakal ada dalam ancaman, dan bakal tenggelam, jika disimak terkait dengan adanya krisis iklim. Bahkan hasil penelitian yang diketahui menunjukkan pembangkit listrik Geothermal diduga menghasilkan emisi CO2, CH4, SO2, H2S, dan NH3 yang dapat berakumulasi pada rusaknya lapisan ozon.” ungkap Behuku.
Tidak hanya soal isu lingkungan, dalam kehidupan masyarakat adat di Petuanan Kayeli, lokasi yang digunakan oleh perusahaan merupakan tanah sakral yang dalam pemaparan budaya bahwa di atas tanah di lokasi tersebut menjadi kisah tentang lahirlah sejarah masyarakat adat Titar Pito yang hingga kini masih dipercayai dan dipegang sebagai sistem nilai dari generasi ke generasi. Sehingga dengan masuknya perusahaan ini sudah barang tentu merusak situs-situs sejarah.
Ia merunut, masyarakat di lokasi proyek tersebut tidak pernah diberikan edukasi terhadap dampak lingkungan yang akan terjadi, selain iming-iming tentang kesejahteraan masyarakat sehingga dalam hal ini pemerintah dan perusahaan telah melanggar Hak-Hak masyarakat, tentang hak untuk mendapat informasi, hak untuk mendapat lingkungan yang bersih dan berbagai hak lainnya.
“Sudah banyak kasus kerusakan lingkungan di banyak tempat yang berakibat fatal pada tata kelola masyarakat adat atas hutan akibat kegiatan perusahaan yang tidak rama lingkungan, sehingga kami merasa perlu untuk mencegah hal yang sama terjadi di masyarakat Pulau Buru nantinya,” tutupnya. (TS-02)
Discussion about this post