Empat Kades Halsel Dilantik Ulang, Praktisi Hukum: Langgar Putusan Pengadilan  

16/09/2025
Keterangan : Rustam Herman, pemerhati hukum dan kebijakan, Foto : Ed/titastory.id

titastory, Halmahera Selatan – Pelantikan empat kepala desa di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, menuai sorotan. Rustam Herman, pemerhati hukum dan kebijakan, menilai langkah Bupati Halsel melantik mereka justru melanggar aturan karena bertentangan dengan putusan pengadilan.

Menurut Herman, keempat kepala desa yang baru dilantik sebelumnya sudah pernah menjabat hasil pemilihan kepala desa (Pilkades) 2022. Namun, Surat Keputusan (SK) pengangkatan mereka dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon. “Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap, inkracht van gewijsde,” kata Herman di Ambon, Selasa, 16 September 2025.

Keempat kepala desa yang dimaksud ialah Umar La Suma (Kepala Desa Gandasuli, Bacan Selatan), Amrul Ms. Manila (Kepala Desa Goro-Goro, Bacan Timur), Arti Loyang (Kepala Desa Loleongusu, Mandioli Utara), dan Melkias Katiandago (Kepala Desa Kuo, Gane Timur Selatan).

Keterangan : Rustam Herman, pemerhati hukum dan kebijakan, Foto : Ed/titastory.id

“Artinya, SK lama mereka sudah dibatalkan. Tapi kini Bupati justru kembali menerbitkan SK baru untuk posisi yang sama,” ujar Herman.

Pertanyakan Dasar Hukum SK Bupati

Herman menilai penerbitan SK terbaru oleh Bupati Halsel patut dipertanyakan, baik dari segi prosedur maupun substansi hukum. Menurut dia, hasil Pilkades 2022 sudah dinilai cacat hukum oleh pengadilan. Sehingga, menjadikannya dasar untuk pengangkatan kembali justru bertentangan dengan putusan.

“Menjadi pertanyaan, peristiwa hukum mana yang kini dijadikan dasar pertimbangan Bupati untuk melegitimasi keempat orang tersebut, padahal sebelumnya dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan?” ucap Herman.

Ia menekankan, hanya putusan pengadilan yang telah inkracht yang dapat dijadikan rujukan. “Ratio decidendi atau alasan dari putusan itulah yang wajib dijadikan dasar dalam kebijakan pejabat negara, bukan sebaliknya,” katanya.

 Pj Kades Semestinya Jadi Solusi

Herman berpendapat, langkah hukum yang logis ialah mempertahankan posisi penjabat (Pj) kepala desa yang sebelumnya sudah diangkat, sembari menunggu pelaksanaan Pilkades ulang sesuai amanat peraturan perundang-undangan.

“Dengan begitu, Bupati bisa terhindar dari tuduhan bertindak sewenang-wenang atau berpihak pada kepentingan kelompok tertentu,” ujarnya.

Diskresi Tak Bisa Jadi Alasan

Herman juga menyinggung kemungkinan Bupati Halsel menggunakan hak diskresi. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi hanya dapat digunakan dalam kondisi tertentu, antara lain jika peraturan tidak jelas, tidak lengkap, atau ada stagnasi pemerintahan.

Namun, menurut Herman, konteks SK pelantikan empat kepala desa ini tidak memenuhi syarat diskresi. “Tidak ada kekosongan hukum. Tidak ada stagnasi pemerintahan. Jadi secara yuridis, tidak ada ruang interpretasi lain untuk melegitimasi tindakan Bupati Halsel, termasuk jika bersandar pada diskresi,” tegasnya.

 

error: Content is protected !!