Oleh: Julius R. Latumaerissa
titastory, Jakarta – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 telah membawa dampak signifikan terhadap kondisi fiskal di berbagai daerah, termasuk Provinsi Maluku. Pemangkasan anggaran sebesar Rp. 306 triliun ini mencakup pengurangan dana transfer ke daerah, yang berpotensi menekan kapasitas fiskal pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan dan pelayanan publik.
Salah satu dampak langsung dari kebijakan ini adalah pemotongan anggaran pada pos Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp.18,3 triliun. Pemangkasan ini berdampak pada pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah, termasuk Maluku. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, misalnya, sejumlah proyek pembangunan jalan terancam tidak dapat dilanjutkan akibat pengurangan dana yang diperuntukkan bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Pemotongan ini mengakibatkan anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang signifikan, sehingga proyek-proyek yang telah direncanakan harus ditunda atau dibatalkan.

Selain itu, pengurangan anggaran juga mempengaruhi sektor-sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan. Pemotongan anggaran di sektor pendidikan dapat berdampak pada kualitas layanan pendidikan, termasuk pengurangan dana untuk riset dan pengembangan. Demikian pula, di sektor kesehatan, pemangkasan anggaran berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat, terutama dalam penanganan penyakit dan masalah stunting.
Para pakar dan akademisi telah mengingatkan pemerintah terkait dampak makroekonomi dari kebijakan pemangkasan anggaran ini. Pemotongan anggaran, terutama di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian, sehingga pengurangan anggaran dapat berdampak negatif pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja.
Secara keseluruhan, kebijakan efisiensi anggaran ini menimbulkan tantangan bagi pemerintah daerah di Provinsi Maluku dalam menjalankan program pembangunan dan pelayanan publik. Diperlukan penyesuaian dan strategi yang tepat agar dampak negatif dari pengurangan anggaran dapat diminimalisir, serta memastikan bahwa pelayanan dasar kepada masyarakat tetap berjalan dengan baik.
Meskipun kebijakan efisiensi anggaran berdampak pada dana transfer ke daerah, ada beberapa sumber pendanaan lain yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku untuk tetap menjalankan kegiatan pembangunan, terutama di sektor-sektor produktif:
OPTIMALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN SUMBER PEMBIAYAAN LAIN
Pemprov Maluku bisa meningkatkan penerimaan dari pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan, dan pajak restoran/hotel dengan memperbaiki sistem pemungutan dan pengawasan. Selain itu Optimalisasi retribusi dari pelabuhan, pasar, dan pariwisata dapat meningkatkan PAD, dan Pengelolaan Aset Daerah yaitu pemanfaatan aset daerah secara produktif, seperti penyewaan lahan atau gedung milik pemerintah, bisa menjadi sumber pendapatan tambahan.
Selain pajak, retribusi dan pengelolaan aset daerah maka ada satu sumber pendanaan yaitu Dana Insentif Fiskal dan Hibah Pemerintah Pusat. Meskipun dana transfer dikurangi, pemerintah pusat masih menyediakan Dana Insentif Fiskal bagi daerah yang berkinerja baik dalam pembangunan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, dan reformasi birokrasi. Pemprov Maluku bisa mengajukan hibah dari kementerian terkait, seperti Kementerian PUPR untuk infrastruktur atau Kementerian Kesehatan untuk program kesehatan masyarakat.
Ada beberapa model pembiayaan lain selain yang sudah disebutkan di atas yaitu Kerja Sama dengan BUMN dan Swasta (Public Private Partnership / PPP). Pemprov dapat menawarkan proyek infrastruktur strategis kepada investor dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dengan Investor swasta, dan Pemanfaatan BUMD (misalnya PDAM atau perusahaan daerah lainnya) untuk berkolaborasi dalam proyek ekonomi produktif seperti perikanan dan energi terbarukan.
Model berikutnya adalah Dana Desa dan Program CSR Perusahaan. Pemanfaatan Dana Desa untuk program infrastruktur pedesaan, yang bisa meringankan beban APBD, dan Pemerintah Provinsi Maluku harus memiliki keberanian untuk mendorong perusahaan swasta di Maluku, seperti sektor perikanan, tambang, dan perkebunan, untuk mengalokasikan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pembangunan daerah.
Kerja sama dengan lembaga keuangan internasional seperti Pendanaan dari Bank Dunia dan Lembaga Keuangan Internasional lainnya sebagai contoh Pemerintah daerah dapat mengakses pinjaman atau hibah dari Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), atau Islamic Development Bank (IsDB) untuk proyek infrastruktur dan sosial.
Model Skema Green Financing untuk mendanai proyek energi terbarukan dan konservasi lingkungan di Maluku, dan Dana Zakat, Wakaf, dan Filantropi. Jika dikelola dengan baik, dana zakat dan wakaf bisa menjadi alternatif pendanaan untuk program sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Pemprov Maluku masih memiliki berbagai opsi pendanaan meskipun terjadi pemangkasan anggaran pusat. Kuncinya adalah mengoptimalkan sumber daya yang ada, menjalin kerja sama strategis dengan berbagai pihak, serta memastikan bahwa setiap rupiah yang digunakan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat. Disisi lain pembangunan infrastruktur di Maluku dalam lima tahun ke depan membutuhkan skema pendanaan yang tepat agar proyek-proyek strategis tetap berjalan meskipun terjadi efisiensi anggaran.
Diperlukan model kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU / public-private partnership – ppp) untuk mendanai Proyek dengan nilai investasi besar (di atas Rp100 miliar) dengan Jangka waktu kerja sama 15-30 tahun. Adapun Risiko proyek dibagi antara pemerintah dan swasta. Sebagai contoh pembangunan Jaringan Jalan dan Jembatan Antar-Pulau (KPBU dapat digunakan untuk membangun jalan utama di Pulau Seram, Buru, dan Ambon, di mana investor bisa mendapat keuntungan dari biaya tol atau retribusi. Perluasan Bandara Pattimura Ambon & Bandara di Kepulauan Kabupaten lain di Maluku (Skema KPBU bisa diterapkan dengan melibatkan maskapai atau operator bandara untuk mengelola dan mengembangkan fasilitas).
Selain bentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU / public-private partnership – ppp) maka pemanfatan dana alokasi khusus (DAK) fisik dan dana insentif fiskal untuk membiayai proyek infrastruktur skala menengah (Rp50-200 miliar). Akan tetapi Pemerintah daerah harus memenuhi indikator kinerja untuk mendapatkan dana tambahan dari pusat. Proyek Pembangunan Jalan Nasional Trans Maluku (terutama di Pulau Seram dan Pulau Buru, yang membutuhkan peningkatan kualitas jalan agar mendukung konektivitas ekonomi) dapat di biayai dengan skema pendmbiayaan ini. Juga sarana Air Bersih dan Sanitasi di Daerah Terpencil (DAK Fisik bisa digunakan untuk membangun sistem penyediaan air minum bagi desa-desa yang masih kekurangan akses air bersih).
Untuk pembangunan PLTS dan Pembangkit Listrik Hybrid di daerah terpencil (Pemprov bisa mengakses pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) untuk membiayai proyek energi terbarukan. Pasar Modern dan Sentra Perdagangan di Kota Ambon untuk mendukung ekonomi UMKM dapat didanai dengan pola pinjaman daerah melalui PT SMI dan Bank Pembangunan Daerah dengan nilai proyek antara Rp50-500 miliar dengan tenor 5-15 tahun dengan ketentuan Khusus untuk proyek yang menghasilkan pendapatan bagi daerah.
Pembiayaan melalui investasi swasta dan dana CSR dengan Skala proyek Rp10-200 miliar dan untuk proyek yang memiliki dampak ekonomi langsung seperti Ekowisata di Pulau Kei dan Banda (pembangunan infrastruktur wisata berbasis investasi swasta, seperti resort dan fasilitas wisata), juga membangun Pabrik Pengolahan Ikan di Maluku Tenggara (melalui kemitraan antara Pemda, perusahaan perikanan, dan investor).
Untuk memastikan pembangunan infrastruktur tetap berjalan di Maluku, pemprov Maluku bisa mengombinasikan beberapa skema di atas sesuai dengan jenis proyeknya.
• KPBU cocok untuk proyek besar seperti pelabuhan, bandara, dan jalan tol.
• DAK dan pinjaman daerah bisa digunakan untuk proyek infrastruktur dasar seperti jalan dan sanitasi.
• Investasi swasta dan CSR dapat dimanfaatkan untuk proyek ekonomi produktif seperti ekowisata dan industri perikanan.
Untuk membangun sektor energi, pariwisata, dan UMKM di Maluku periode 2025-2030 di luar APBD dan APBN, pemerintah daerah bisa memanfaatkan beberapa skema pembiayaan alternatif yang lebih fleksibel dan berorientasi investasi. Berikut strategi dan contoh penerapannya:
SKEMA PEMBIAYAAN UNTUK SEKTOR ENERGI
Untuk membangun energi terbarukan (PLTS, bioenergi, dan listrik hybrid) untuk wilayah kepulauan yang sulit dijangkau PLN dapat dilakukan dengan Green Financing (Pendanaan Hijau) dengan menggandeng Asian Development Bank (ADB), Green Climate Fund (GCF). Adapun proyek yang dapat dibiayai seperti PLTS Terapung di Maluku Tenggara dengan skema pinjaman lunak dari ADB. Pembangkit Bioenergi di Pulau Seram berbasis limbah kelapa sawit dan hasil laut.
Skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) dengan bermintra dengan Investor swasta + BUMN energi seperti PLN atau Pertamina untuk pembangunan PLTS Hybrid di Kepulauan Tanimbar oleh perusahaan swasta yang mendapat kontrak jangka panjang dari Pemda dan jaringan gas rumah tangga di Kota Ambon dengan skema investasi swasta.
Foreign Direct Investment (FDI) dan Hibah Internasional dapat dilakukan melalui Dana investasi dari Jepang, Korea Selatan, atau Uni Eropa yang tertarik dengan proyek energi bersih seperti membangun kerja sama denganJICA (Jepang) untuk PLTS Komunal di Maluku Barat Daya atau Hibah dari EU Development Fund untuk micro-hydro power di desa terpencil.
SKEMA PEMBIAYAAN UNTUK SEKTOR PARIWISATA
Pembangunan Ekowisata, resor berbasis komunitas, dan infrastruktur pariwisata di pulau-pulau kecil.dapat dibangun dengan model pembiayaan Public-Private Partnership (PPP/KPBU Pariwisata) melalui kerja sama dengan Investor perhotelan, maskapai, dan pengembang resor. Sebagai contoh Pengembangan Resort di Pulau Kei dengan investor Singapura atau Bali. Kemudian kerja sama dengan maskapai untuk membuka rute internasional langsung ke Ambon.
Pembiayaan dengan Dana CSR dari Perusahaan Swasta & BUMN seperti Pertamina, Bank Mandiri, atau Garuda Indonesia untuk membiayai proyek revitalisasi objek wisata Pantai Ora melalui dana CSR PLN. Program pelatihan homestay di Banda Neira melalui CSR industri perhotelan.
Selain CSR maka Dana Crowdfunding dan Angel Investor seperti Platform crowdfunding Kitabisa, Akseleran, atau angel investor dari komunitas ekspatriat dapat digunakan untuk Pengembangan wisata bawah laut Banda dengan dana dari diving community internasional. dan Pendanaan komunitas untuk membangun pusat seni budaya di Maluku.
SKEMA PEMBIAYAAN UNTUK UMKM
Jika pemerintah HL-AV fokus untuk kembangkan UMKM maka perlu Penguatan industri kreatif, perikanan skala kecil, dan ekspor produk khas Maluku melalui Venture Capital & Angel Investor. Sumber pendanaan ini adalah Modal ventura seperti East Ventures atau investor individu yang tertarik pada bisnis berbasis lokal yaitu Investasi untuk startup produk makanan laut olahan dari Maluku dan dukungan investor untuk ekspor minyak pala dan sagu organik ke pasar Eropa.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pinjaman Tanpa Agunan melalui Bank BRI, BNI, dan fintech lending seperti Amartha atau KoinWorks untuk pendanaan bagi UMKM perikanan melalui pinjaman mikro dengan bunga rendah. Selain itu pinjaman tanpa agunan bagi usaha tenun ikat Maluku yang ingin ekspansi ke e-commerce.
Program Inkubasi & Hibah dari Organisasi Internasional juga bisa dijadikan alternatif pembiayaan melalui UNDP, USAID, dan program inkubasi seperti Endeavor atau Startup Indonesia. Program hibah untuk digitalisasi UMKM di Maluku. Dan Pelatihan ekspor bagi pengusaha lokal dengan dukungan ITPC (Indonesia Trade Promotion Center) dapat dibiayai dengan pola pendanaan ini.
Dari uraian di atas maka menurut pendapat saya pemerintahan HL-AV tidak perlu kuatir atau gelisah dengan adanya kebijakan efisiensi ini. Yang terpentng adalah mengambil kebijakan yang tepat sasaran untuk dijadikan sebagai sumber pembiayaan Pembangunan maluku lima tahun ke depan melalui perencanaan Pembangunan yang bersifat komprehensif, terintegrasi dan bersifat holistik
Penulis merupakan Ekonom dan Konsultan Perencanaan