titastory, Ambon – Dugaan penyerobotan hutan adat di Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, kembali mengemuka. PT Waenebe Wood Industri (WWI), perusahaan milik pengusaha Fery Tanaya, dituding melakukan penebangan ilegal di kawasan adat yang dilindungi. Kasus ini kini resmi diselidiki oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Maluku setelah laporan dari masyarakat adat diterima pada pertengahan Januari 2025.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Maluku resmi memulai penyelidikan atas dugaan penyerobotan hutan adat milik masyarakat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku. Dugaan ini mengarah pada aktivitas yang dilakukan oleh PT Waenebe Wood Industri (WWI), milik pengusaha Fery Tanaya.
Laporan resmi terkait kasus ini diajukan oleh perwakilan ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa pada pertengahan Januari 2025. Penyerobotan lahan adat diduga mencakup penebangan ilegal pohon Damar (Agathis) dan Meranti, yang dianggap melanggar hak ulayat masyarakat adat dan berbagai regulasi lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.
Direskrimum Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar, menyatakan bahwa laporan telah diterima dan pihaknya sedang melakukan penyelidikan awal, termasuk memanggil sejumlah pihak terkait, salah satunya Fery Tanaya.
“Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan. Tentu pemeriksaan saksi-saksi juga akan dilakukan, termasuk mengarah ke Fery Tanaya,” ungkap Andri, Kamis (23/1/2025).
Dampak Aktivitas PT WWI
Laporan masyarakat menyebutkan bahwa sejak November hingga Desember 2024, PT WWI diduga melakukan penebangan pohon Damar dan Meranti tanpa izin di hutan adat Desa Waehata. Aktivitas ini menyebabkan:
- Kerusakan lingkungan signifikan yang mengancam ekosistem.
- Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat adat yang bergantung pada hasil hutan.
- Kerusakan kawasan keramat dengan nilai historis dan spiritual tinggi bagi masyarakat adat.
Bukti dan Tuntutan Masyarakat Adat
Sebagai bukti, masyarakat adat telah menyerahkan dokumen kepemilikan ulayat Marga Nurlatu Kakunusa, dokumentasi aktivitas ilegal, dan bukti kerusakan lingkungan kepada pihak kepolisian.
Dalam tuntutannya, masyarakat Desa Waehata mendesak:
- Penangkapan Fery Tanaya sebagai pemilik PT WWI.
- Pencabutan izin operasional PT WWI oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
- Pembayaran ganti rugi materiil dan imateriil atas kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencaharian.
- Perlindungan hukum dari Komnas HAM kepada para pemilik ulayat dan, mendesak pemilik perusahaan untuk menghentikan segala bentuk eksploitasi di wilayah adat Desa Waehata.
Landasan Hukum yang Diduga Dilanggar
Aktivitas yang dilakukan PT WWI diduga melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
- Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, tentang pengakuan hak masyarakat adat.
- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengatur hak masyarakat adat atas pengelolaan hutan.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang perusakan lingkungan.
- Peraturan Menteri LHK No. 21 Tahun 2019, tentang tata cara penetapan hutan adat.
- Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, yang menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara.
- Pasal 385 KUHP, yang melarang penyerobotan lahan tanpa izin dari pemilik yang sah.
Langkah Hukum dan Reaksi Publik
Dalam upaya memperkuat laporan, masyarakat adat telah menyerahkan bukti berupa dokumen kepemilikan ulayat, foto aktivitas penebangan ilegal, serta laporan kerusakan lingkungan kepada kepolisian. Pemilik hutan adat, Kerek Nurlatu, dijadwalkan untuk memberikan kesaksian pada 30 Januari 2025.
Masyarakat juga meminta perlindungan hukum dari Komnas HAM dan Ombudsman Maluku untuk menghentikan segala bentuk eksploitasi di wilayah adat Desa Waehata.
Kasus ini menjadi ujian bagi supremasi hukum di Indonesia, khususnya dalam melindungi masyarakat adat dari kekuatan modal yang sering kali mengabaikan hak-hak mereka. Apakah hukum mampu berdiri di atas kepentingan rakyat atau kembali tunduk pada kepentingan ekonomi?
Polda Maluku diharapkan mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, membawa kasus ini hingga tuntas demi menjaga kedaulatan masyarakat adat dan kelestarian lingkungan.
Langkah Lanjutan
Direskrimum Polda Maluku dijadwalkan memanggil pemilik hutan adat, Kerek Nurlatu, untuk dimintai keterangan pada Kamis (30/1/2025). Sementara itu, masyarakat berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan menjamin perlindungan hak-hak masyarakat adat.
“Penyelidikan sedang berlangsung. Kami juga akan memanggil saksi-saksi, termasuk Fery Tanaya, untuk dimintai keterangan,” ujar Kombes Pol Andri Iskandar, Direskrimum Polda Maluku, pada Kamis (23/1/2025).
Penulis: Redaksi Editor : Martha Dianthi