titaStory.id,ambon – Pertayaaan ini pun dilontarkan, Kuasa Hukum Terdakwa, M. Salmon disaat dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Desa Abubu, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah ditanggung sendiri oleh Pejabat Sementara (PS) Negeri Abubu, M. Lekahena oleh Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon, rabu ( 27/09/2023) dengan kurungan penjara 6 tahun. Sementara Sekretaris dan Bendahara Negeri Abubu yang memiliki andil dalam pengelolaan anggaran tidak tersentuh hukum.
Dalam keterangannya, kejanggalan ini bermula dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak melibatkan perangkat desa/negeri dalam pengelolaan ADD /DD Negeri Abubu Tahun 2016-2018. M. Lekahena, lewat kuasa hukumnya, M. Salmon, SH kepada titaStory.id, jumat (29/09/2023) di Kota Ambon menjelaskan, ada sejumlah fakta persidangan yang diabaikan oleh hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Ambon, dimana dakwaan JPU dengan dalil bahwa terdakwa menyimpan uang dan membelanjakan sendiri (kelolah angaran) adalah tidak benar. karena hal ini berseberangan dengan keterangan 4 saksi yang dihadirkan yaitu Dani Tanamal selaku Kaur Pemberdayaan, Levol Manusama selaku Kaur Pembangunan, Fandy Leleury selaku Kaur Perencanaan, dan Endy Wattimena selaku Kepala Seksi Pemerintahan. Pasalnya pernyataan 4 saksi di depan Hakim bahwa Bendahara dan Sekretaris yang belanjakan kegiatan dan mereka disuruh melaksanakan.
Dikatakan, ada kejanggalan di saat JPU menunjukkan kuitansi pembayaran kegiatan di depan Hakim
dan mereka pun mengatakan tidak pernah menerima uang, mereka hanya menerima barang, dan tanda tangan di kuitansi, dan disuruh oleh Bendahara dan Sekretaris Negeri Abubu sebagai pertanggungjawaban administrasi sehingga dilakukan penandatanganan kuitansi.
” Fakta persidangan, sesuai penjelasan 4 saksi yang dihadirkan, terungkap ada peran Sekretaris dan Bendahara namun sayangnya mereka tidak tersentuh sehingga diduga ada tebang pilih dalam penanganan kasus Tipikor ADD/DD Negeri Aboru.,” tegas Kuasa Hukum.
Dijelaskan, sejumlah bukti berupa foto dan daftar hadir pun mestinya jadi bukti untuk dipertimbangkan karena ada nama Sekretaris dan Bendahara, sehingga tidaklah masuk akal jika Sekretaris dan Bendahara tidak terlibat dalam kasus ini.
Tegasnya, bukti adanya nama Sekretaris dan Bendahara dalam dokumen anggaran berupa surat perintah
pembayaran (SPP) dan bukti tahapan dalam proses pencairan ADD/DD Negeri Abubu Tahun 2016-2018 di Bank
dan uang yang dicairkan, diambil oleh Bendahara disimpan, dan pembayaran semua kegiatan Pembangunan, Pembinaan, dan Operasional Pemerintah Desa/ Negeri dilakukan Bendahara dan diverifikasi Sekretaris, jadi bola hitam dan hitamnya tabir penegakan hukum di negeri ini.
Hal yang lebih menjanggal, dalam dakwaan dengan asumsi telah merugikan Negara Rp. 828.560.425, tidak bisa dibuktikan JPU karena di Tahun 2016 Anggaran Pembangunan Badan Jalan sebesar Rp 199.855.000 adalah angka yang sesuai surat Permintaan Pembayaran (SPP) tanggal 22 /11/2016 sebagai pelaksana kegiatan dan telah dibayar oleh Bendahara Negeri Abubu, Agustina Aunalal, dan telah diverifikasi oleh Sekretaris Negeri Abubu, John Peilouw sesuai SPP uang sebesar Rp.139.007.500, dan sisa dana sesuai SPP Rp. 60.847.500,- untuk bayar upah kerja dari kepala tukang 1 orang, tukang 6 orang, dan pekerja 10 orang.
Tidak hanya itu, terdakwa dalam catatan kejanggalan dakwaan JPU yang dikantongi media ini menerangkan, bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan Bendahara Negeri Agustina Aunalal untuk bayar upah kerja sebesar Rp. 29.600.000. sebagaimana tuntutan JPU.
Bahkan sisa uang sebesar Rp. 170.259.000. dan terdakwa meminta uang sebesar Rp75 664.00 adalah untuk melakukan pembayaran pajak kegiatan tahun 2017, yang tentunya memiliki bukti. Bukti ini pun tidak dipertimbangkan sekalipun telah ditunjukkan. Untuk uang Pembangunan Badan Jalan Tahun
anggaran 2016 menurut JPU ada uang sebesar Rp. 20.000.000, untuk perjalanan 5 orang ke Jakarta dibantah terdakwa, karena perjalanan dinas ke Jakarta menggunakan anggaran perjalanan dinas tahun 2018 dan itu pun memiliki bukti itu pun biaya perjalanan hanya untuk 4 orang, bukan 5 orang sesuai tuntutan JPU.
Penjelasan lanjut, sesuai Dokumen Anggaran AD/DD Perubahan Negeri Abubu Tahun 2016 berupa surat
permintaan pembayaran (SPP) Dana Pembangunan Badan Jalan Rp. 1998.855.000,- itu terpakai / terserap habis dan sisa dana hanya untuk membayar upah kerja Tukang. Dan terdakwa tidak pernah menerima uang dari Sekretaris dan Bendahara dan untuk Belania kendaraan roda dua, bantuan Pesparawi, bantuan PKK dan
Bantuan orang Sakit, justru ini baru terurai saat dilakukan penjelasan di ruang sidang.
Dan untuk Nota Belanja Mark Up dan Fiktif diduga itu dibuat oleh Bendahara Negeri Abubu Agustina Aunalal ketika waktu sekitar Bulan Maret/Febuari 2022. Dimana Bendahara di panggil Jaksa di Saparua untuk membawa Laporan Pertanggungjawaban ADD/ DD Negeri Abubu Tahun 2016-2018. Ternyata sebagian belanja kegiatan yang belum ada nota -nota belanja.
Pernyataan Bendahara di rumah Terdakwa di Kampung Mahu Kecamatan Saparua Timur, sewaktu terdakwa bertanya ke Bendahara dan jawaban Bendahara bahwa yang melakukan pembelanjaan adalah
Sekretaris, John Peilouw, sehingga dibuatlah nota dan nota asli tersebut dimasukkan ke JPU tanpa ada arsip.
” Dari sejumlah kejanggalan tersebut, Salmon pun menduga ada hal yang tidak beres dalam dakwaan serta putusan karena hampir semua bukti milik terdakwa dan keterangan saksi tidak diperhitungkan sama sekali, belum lagi soal tuntutan JPU yang tidak menentukan pasti berapa jumlah kerugian negara karena ada perbedaan hasil hitung Inspektorat Maluku Tengah dan Hasil Hitung JPU yang nilainya mencapai Rp800 juta. ” tutupnya. (TS 02)
Discussion about this post