TITASTORY.ID, – Inisial K, sosok kontroversial disebut pedagang terlibat dalam persoalan di kawasan pasar Mardika, Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Pasalnya dugaan intimidasi yang kerap terjadi di kawasan Pasar Mardika, mengatasnamakan pihak PT Bumi Perkasa Timur (PT BPT).
BPT diketahui adalah rekanan Pemerintah Daerah Maluku, berdasarkan perjanjian yang terjadi sejak tahun 1987. Perjanjian tersebut merupakan perjanjian atas lahan yang kini telah didirikan sejumlah tokoh atau ruko di kawasan Mardika. Bahkan ikatan perjanjian tersebut adalah perjanjian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang berarti Pemda Maluku bukan pemilik dari lahan di kawasan Pasar Mardika, tetapi hanya sebagai pihak yang menguasai.
Sayangnya meski hanya sebatas perjanjian berdasarkan HPL dan hanya pada pengelolaan tanah, namun diduga kuat pihak PT BPT justru lebih menunjukkan fokus penetrasi pada bangunan yang dibangun oleh pihak BPT.
Pembangunan itu adalah uang hasil dari para pedagang yang diberikan secara cicil dan dalam kesepakatan adalah bentuk jual beli yang pada posisinya sejumlah pedagang toko di pasar Mardika telah mengantongi sertifikat hak milik, berdasarkan akta jual beli (AJB) antara para pedagang dengan pihak PT BPT dan telah diikat dalam akta jual beli dihadapan notaris Arnasyah Ahadiah Pattinama, SH nomor 48/18/Sirimau /JB/1997.
Namun yang terjadi intimidasi kepada pedagang tokoh dengan cara cara melakukan penyegelan, menggembok dan sebagainya terus dilakukan, bahkan hal itu terus dilakukan sementara gugatan perdata masih tetap berjalan pada tahap kasasi.
Sejumlah pedagang kepada awak media, jumat (9/9/2022) mengungkapkan dugaan bahwa, K menerima kuasa dari pihak PT BPT untuk melakukan penetrasi di kawasan pasar Mardika, termasuk para pemilik ruko atau tokoh di salah satu pusat perekonomian di Kota Ambon.
Ironisnya, para pedagang yang harus berkompetisi dengan dinamika sosial dan ekonomi yang kian merosot, termasuk kebijakan Pemerintah atas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dampaknya pada tingkat kemahalan bahan pokok, namun pedagang di kawasan Pasar Mardika justru diperhadapkan dengan sejumlah pilihan yang mau dan tidak mau harus diambil.
Jika saat ini publik di Maluku dihebohkan dengan rekaman yang beredar luas dan pemberitaan sejumlah media terkait adanya penyetoran uang dari pedagang melalui Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Mardika (APMA) kepada Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Maluku, Asiz Tuny termasuk ada juga nama Gubernur Maluku, kini muncul lagi persoalan terkait dengan kedudukan kepemilikan 300 ruko di pasar Mardika, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.
Dalam keterangan pers, jumat (9/9/2022), para pedagang yang diwakili oleh Kuasa Hukum Hendro Waas Cs menegaskan, selama ini Pemerintah Provinsi Maluku sama sekali tidak memberikan rasa aman kepada para pedagang yang menggunakan dan atau mendiami ruko di kawasan Pasar Mardika.
Dia menduga para pedagang ruko di kawasan tersebut kerap kali diperhadapkan dengan sejumlah intimidasi dan tekanan yang dilakukan oknum oknum tertentu yang diduga adalah preman.
Motif mereka adalah bahwa para pedagang ruko ini diminta untuk tetap melakukan sewa dan membayar uang sewa sesuai dengan jumlah ketentuan yang disajikan oleh pihak rekanan dari Pemerintah Provinsi Maluku yaitu PT Bumi Perkasa Timur (BPT).
Terobsesi dengan keinginan salah kaprah tersebut, Waas Cs menyampaikan tidak henti hentinya tindakan teror terhadap para pemilik toko di Mardika dilakukan.. Tindakan arogan dengan menutup dan menyegel dengan cara menggembok toko milik puluhan pedagang yang selama ini menempati toko toko tersebut. Bahkan muncul nama Mo Marasabessy yang secara sepihak dan arogan bertindak atas nama PT. BPT melakukan penyegelan dan penutupan toko toko di Mardika.
Akibatnya para pedagang tersebut tidak dapat berdagang dan menimbulkan kerugian bagi para pedagang. Kejadian ini pun sudah dilaporkan ke Aparat kepolisian Polda Maluku sesuai nomor laporan, STTLP/378/VIII/2022/SPKT/POLDA MALUKU tanggal 24 Agustus 2022. Laporan ini diterima dan ditandatangani oleh Bripka Endo Soumokil. Dengan terlapor Mo Marasabessy, pegawai PT. BPT, dan hal itu diakui Kuasa Hukum pedagang ruko atau tokoh Mardika, Hendro Waas Cs.
“Kami menduga praktik intimidasi masih terus terjadi, bahkan kami sudah melakukan laporan beberapa kali ke Polda Maluku,” terangnya.
Waas juga menegaskan, bentuk intimidasi dan sikap arogan oleh pihak PT BPT adalah tindakan yang tidak bisa dibiarkan. Hal mana “ katanya” pihak PT BPT yang adalah perpanjangan tangan dari Pemerintah Provinsi Maluku haruslah tunduk pada proses hukum yang kini ada pada tingkat Kasasi setelah masalah ini di bawa ke rana lembaga peradilan.
Senada dengan itu, pemilik ruko atau toko Olaf Saputan kepada wartawan juga menegaskan, bahwa sikap perlawanan dari pedagang ruko atau toko di Mardika memiliki dasar yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) dan SHM tersebut diakui keberadaanya oleh Kantor Pertanahan Nasional di Ambon.
Kami memiliki sertifikat hak milik, termasuk Surat Hak Guna Bangunan, yang diakui lembaga negara, namun kenapa selalu kami diintimidasi oleh pihak PT BPT,” tegas nya.
Saputan juga menerangkan, dalam posisi perkara perdata di lembaga peradilan, pihak PT BPT adalah pihak tergugat, mestinya mereka menunggu hasil putusan pengadilan dengan tidak melakukan aktifitas meresahkan.
Dia juga mengungkapkan aksi premanisme yang terjadi di Kawasan Pasar Mardika diduga kuat menyeret nama Kipe, sosok yang lagi kontroversial yang diisukan bakal mengelolah pasar Mardika. Kipe sendiri diduga mendapat kuasa atau mandat dari PT BPT dan kemudian menggunakan tangan para preman.
Sementara itu, Naftali Hatulely SH yang juga merupakan kuasa hukum pedagang tokoh pasar mardika menerangkan, dalam proses perdata pihaknya bakal melakukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait mekanisme pelelangan yang bertentangan dengan keputusan presiden (KEPPRES) nomor 80 tahun 2003 juncto KEPPRES nomor 16 Tahun 2018 tentang kualifikasi peserta lelang khususnya pada pasal 50 dan 51
Dijelaskan Hatulely, sesuai berita acara tender antara pemerintah Provinsi Maluku ada praktik mafia dan konspirasi karena terdapat keanehan karena dokumen berita acara lelang tidak mencantumkan nama peserta lelang.
Dia menekankan adanya keanehan,karena berita acara tidak mencantumkan nama peserta lelang, ironis dalam pelelangan yang dilakukan beberapa kali dan semuanya batal dengan alasan tidak memenuhi kualifikasi. Padahal perusahan yang mengikuti lelang hanya satu perusahan, yaitu PT BPT yang kemudian ditunjuk (mekanisme penunjukan) untuk mengelola pasar yang awalanya sudah melakukan penjualan atas bangtunan ruko ke parah pedagang dan telah diterbitkan sertifikat hak milik dan hak guna bangunan berdasarkan surat hak penggunaan lahan nomor 1 yang diganti dengan nomor 6 milik Pemerintah provinsi Maluku.
“ Anehnya adalah berita acara lelang atau tender tidak tercantum nama peserta lelang, bahkan mekanisme penunjukan pun saya duga berbau konspirasi. Kami tidak berhenti sampai disitu tentunya akan kami uji di PTUN,” tegasnya. (TS 02)
Discussion about this post