titastory.id, Ambon – DPRD Provinsi Maluku telah menjadwalkan kunjungan pengawasan ke Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Batutua Kharisma Permai (BKP) dan PT Batutua Tembaga Raya (BTR). Langkah ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat mengenai pencemaran laut dan pengiriman material yang diklaim sebagai limbah ke Morowali.
“Kita telah jadwalkan untuk pengawasan langsung, sekitar akhir Februari atau awal Maret,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie Johan Laipeny, Selasa (10/12).
Pengawasan ini bertujuan untuk mengklarifikasi dugaan pencemaran laut serta mempelajari lebih dalam peran perusahaan tambang yang telah beroperasi sejak 2005. Menurut Laipeny, laporan yang diterima menunjukkan bahwa masyarakat sekitar tambang masih hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Kondisi Masyarakat “Tidak Baik-Baik Saja”
Laipeny menekankan pentingnya fokus pada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar area tambang. “Banyak keresahan masyarakat, berarti tidak baik-baik saja di Wetar. Untuk itu, pengawasan dilakukan sehingga dapat mengetahui langsung bagaimana kita berpihak kepada masyarakat,” ujarnya.
Komisi II DPRD Maluku sebelumnya telah berdiskusi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengumpulkan informasi awal. Dalam salah satu pertemuan, Laipeny bahkan memutar video dugaan pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari aktivitas perusahaan tambang.
“Informasi awal menunjukkan adanya kebocoran limbah dari batu tua yang mencemari sungai dan laut. Akibatnya, ikan mati dan kualitas air berubah. Tingkat pencemaran belum diketahui secara pasti,” jelasnya.
Menanggapi isu ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Syauta, menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK regional Papua dan Maluku untuk melakukan pengawasan langsung. Namun, Syauta mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi kendala utama.
“Kami akan berupaya melakukan pengawasan langsung, meskipun anggaran sangat terbatas,” kata Syauta dalam pertemuan berlangsung di rumah rakyat, Karang Panjang, Ambon, Senin (11/11/2024) lalu. Syauta juga menambahkan bahwa penyebab kematian ikan harus dipastikan melalui uji laboratorium.
Sementara itu pada hari yang sama, Kepala Dinas ESDM Maluku, Abdul Haris, menyatakan akan mengonfirmasi peristiwa tersebut dengan pihak perusahaan. Haris mengingatkan bahwa kewenangan pengawasan tambang telah dialihkan sepenuhnya ke pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang Minerba.
“Kami berharap dukungan dari DPRD untuk memperjuangkan hal ini ke pemerintah pusat, agar ada kebijakan yang benar-benar berpihak kepada masyarakat,” ujar Haris.
Laipeny memastikan hasil pengawasan ke Wetar nantinya akan menjadi rujukan untuk disampaikan ke pemerintah pusat. Ia menambahkan, “Nanti akan ada tindak lanjut ke pemerintah pusat. Kita akan diskusi internal dan menugaskan delegasi ke Jakarta untuk menyampaikan langsung hasil pengawasan.”
Kasus pencemaran lingkungan di Wetar ini menjadi pengingat pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, legislatif, dan masyarakat dalam menangani dampak negatif dari aktivitas tambang terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Laut Tercemar
Sebelumnya, perairan di pesisir Pulau Wetar, Maluku Barat Daya, mendadak berubah warna menjadi merah kecoklatan, memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat. Fenomena ini diduga berasal dari limbah tambang tembaga yang dikelola oleh PT Batutua Kharisma Permai (BKP)). Perubahan warna air laut yang mencolok pertama kali diamati oleh warga beberapa hari terakhir.
Warga melaporkan bahwa fenomena ini tidak hanya merusak estetika alam tetapi juga mengganggu aktivitas perikanan.
“Biasanya kami melaut di area ini, tetapi sekarang airnya terlihat tidak normal. Kami takut ikan-ikan yang kami tangkap tercemar,” ujar salah seorang nelayan setempat yang enggan disebutkan namanya.
Menurut laporan warga, warna air merah kecoklatan ini berasal dari area dekat tambang tembaga milik PT BKP. Dugaan tersebut menguat karena lokasi tambang berdekatan dengan garis pantai, sehingga limbah operasional perusahaan kemungkinan mencemari perairan sekitar.
Informasi dari warga, pencemaran terjadi di Perairan Wetar, peristiwa ini diduga disebabkan terjadinya kebocoran pada pengelolaan limbah dari aktivitas pertambangan tembaga di Desa Lurang, pada awal november 2024 lalu.
Dikawasan tersebut, PT Batutua Kharisma Permai (BKP) telah beroperasi sejak tahun 2018 selaku pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi tembaga.
Sedangkan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) , sebagai pemegang izin usaha industri untuk mengolah hasil tambang menjadi katode tembaga, dibawah naungan group PT Merdeka Copper Gold Tbk.
Dari video yang beredar di media sosial, terlihat air laut yang berada di pesisir pantai dekat dengan perusahan tambang terlihat keruh, berwarna merah kecoklatan. Bahkan ikan yang berada di perairan tersebut mati.
Dalam video berdurasi 27 detik itu, warga terlihat mengumpulkan ikan yang mati di tepi pantai, diduga akibat terpapar limbah yang bocor ke perairan. Kondisi ini sangat berbeda jauh, sebelum kedatangan perusahan tersebut.
Struktur Kepemilikan dan Jaringan Bisnis
Tambang Tembaga Wetar menjadi salah satu tambang tembaga yang menonjol di Indonesia. Dikelola oleh PT Batutua Kharisma Permai (BKP) dan PT Batutua Tembaga Raya (BTR), tambang ini tidak hanya menghasilkan tembaga tetapi juga mengekspor langsung produk berupa katoda tembaga. Berada di bawah kendali PT Merdeka Copper Gold Tbk sejak 2018, tambang ini menjadi bagian dari jaringan bisnis yang luas, dengan jejak mencakup sektor pertambangan dan energi hingga industri smelter.
Menurut laporan keuangan per 30 September 2024, PT Batutua Tembaga Raya adalah anak usaha dari PT Merdeka Copper Gold. Merdeka Copper Gold memiliki kepemilikan saham di tambang ini melalui PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, sebuah perusahaan investasi di mana Sandiaga Uno adalah salah satu pemegang saham mayoritas. Saratoga diketahui berinvestasi dalam berbagai sektor, termasuk energi dan sumber daya alam, menciptakan hubungan tidak langsung antara Sandiaga dan operasi tambang di Wetar.
Selain itu, PT Merdeka Copper Gold memiliki banyak anak perusahaan, seperti PT Bumi Suksesindo di Banyuwangi dan PT Pani Bersama Jaya di Gorontalo. Grup ini juga memiliki saham di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor energi terbarukan dan pengolahan logam berat, seperti PT Merdeka Energi Nusantara dan PT Merdeka Battery Materials Tbk.
Afiliasi dengan Tokoh Politik
Penelusuran Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkap hubungan antara bisnis ekstraktif dan tokoh politik menjelang Pemilu 2024. Sandiaga Uno, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, diketahui memiliki saham signifikan di Saratoga. Perusahaan ini terlibat dalam investasi di PT Adaro Energy Indonesia Tbk, yang dikelola oleh Boy Thohir, kakak dari Erick Thohir—tokoh yang berada di kubu Prabowo-Gibran.
Dalam konteks tambang Wetar, Sandiaga Uno tidak memiliki hubungan langsung dengan operasional tambang ini. Namun, investasi Saratoga di PT Merdeka Copper Gold menunjukkan keterkaitan yang lebih luas dengan sektor tambang dan energi di Indonesia.
Operasi tambang di Wetar tidak hanya menghadirkan keuntungan ekonomi, tetapi juga tantangan sosial dan lingkungan. Laporan warga dan kelompok advokasi mencatat kekhawatiran atas pengelolaan limbah, dampak pada ekosistem lokal, dan kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang. Wetar, sebagai pulau terpencil di Maluku Barat Daya, memiliki ekosistem sensitif yang memerlukan perhatian khusus dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan.
Dengan afiliasi bisnis yang melibatkan tokoh politik dan konglomerasi besar, tambang seperti Wetar menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap praktik pertambangan di Indonesia. Selain itu, keterlibatan sektor swasta dalam tambang Wetar dapat menjadi peluang untuk memperkenalkan teknologi ramah lingkungan dan standar keberlanjutan yang lebih tinggi.
Namun, tanpa akuntabilitas yang memadai, operasi tambang dapat terus menjadi isu yang kontroversial, baik dalam aspek politik, sosial, maupun lingkungan. (TS-11)
Discussion about this post