DPRD Ambon Soroti Kebocoran PAD: Retribusi Sampah dan Pajak Air Tanah Terabaikan

16/07/2025
Kantor DPRD Kota Ambon. Foto : Ist

titastory, Ambon – Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi sampah rumah tangga dan pajak air tanah di Kota Ambon ternyata dibiarkan terbengkalai selama bertahun-tahun. Hal ini mengundang sorotan tajam dari DPRD Kota Ambon, yang menilai Pemerintah Kota lalai menggali potensi penerimaan daerah yang sebenarnya signifikan.

Christianto Laturiuw, anggota Komisi II DPRD Kota Ambon, menyebut bahwa sejak tahun 2014 tidak ada lagi penagihan retribusi sampah rumah tangga. “Padahal sebelumnya, warga membayar retribusi ini bersamaan dengan tagihan listrik melalui PLN, dengan nilai Rp6.000 per bulan,” ujar Laturiuw kepada titastory.id, Rabu, 16 Juli 2025.

Arah depan Kantor Balai Kota Ambon. Foto : Ist

Namun, sejak PLN memisahkan tagihan tersebut, Pemerintah Kota Ambon justru tidak menemukan mekanisme baru untuk melakukan pungutan. Akibatnya, pemasukan dari sektor ini menghilang begitu saja.

Hitungan Kasar: Puluhan Miliar Terbuang

Laturiuw memaparkan hitungan kasarnya. Dari sekitar 100 ribu kepala keluarga non-ASN dan non-perusahaan yang tidak lagi ditarik retribusi, jika dikenakan tarif Rp6.000 per bulan, maka potensi pendapatan bulanan sebesar Rp600 juta. Dalam setahun, angka ini bisa mencapai Rp7,2 miliar.

“Ini bukan angka kecil. Pemerintah kota punya kewajiban menarik retribusi karena sudah menyediakan sarana dan mengelola sampah sampai ke IPST,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa keengganan warga membayar bukan karena tidak mau, tapi karena pemerintah sendiri tidak menyediakan metode penagihannya.

Perusahaan Juga Luput dari Pendataan

Masalah yang sama juga terjadi dalam penarikan retribusi sampah dari perusahaan. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), ada sekitar 902 CV berbadan hukum yang seharusnya menjadi wajib retribusi. Namun, pendataan yang lemah menyebabkan banyak dari mereka tidak tersentuh kewajiban tersebut selama bertahun-tahun.

“Jika ada CV yang tak membayar selama empat tahun, harusnya diberi sanksi. Jangan dibiarkan,” kata Laturiuw.

Pajak Air Tanah Tak Maksimal

Kebocoran PAD juga terjadi pada sektor pajak air tanah. Data mencatat ada 1.032 wajib pajak, namun hanya sekitar 500-an yang telah dipasangi meteran air. Sisanya, lebih dari 400 wajib pajak masih bebas dari pengawasan.

“Harga meteran air itu bukan halangan besar, tapi kenapa belum juga dipasang? Ini soal keseriusan dan komitmen,” katanya heran.

CSR Tak Dijalankan Sesuai Aturan

Laturiuw juga menyoroti mandeknya implementasi Perda CSR Kota Ambon No. 7 Tahun 2017. Menurutnya, hingga kini tidak ada sinergi antara perusahaan dan Pemkot dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. Padahal, UU No. 47 Tahun 2012 menegaskan bahwa BUMN maupun perusahaan swasta berkewajiban menyisihkan dana untuk mendukung kesejahteraan warga sekitar, termasuk dalam sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial.

“CSR seharusnya bisa menjadi solusi pembiayaan pembangunan kota, tanpa selalu mengandalkan APBD,” tambahnya.

DPRD Kota Ambon berharap Pemkot segera membenahi sistem retribusi dan pajak daerah, serta mengaktifkan semua potensi penerimaan yang selama ini dibiarkan “tidur”. “Kalau kita terlalu bergantung pada dana transfer pusat, itu artinya daerah ini gagal menggali sumber daya yang dimiliki sendiri,” tegas Laturiuw.

Penulis: Edison Waas
error: Content is protected !!