TITASTORY.ID – Setelah sukses melaksanakan kegiatan bersih pesisir pantai Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, jumat (17/12/2021) pagi kemarin, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Maluku kembali menggelar penanaman bibit mangrove di pesisir pantai Lateri, Kecamatan Baguala, sabtu (18/12/2021)
Kegiatan Penanaman Mangrove oleh IJTI Pengda Maluku bertajuk “IJTI Go to Green” ini berlangsung selama dua hari, dimulai dengan membersihkan sampah di pesisi pantai tanjung Batu Merah dan dilanjutkan dengan penanaman bibit mangrove di pesisir pantai Lateri, kecamatan Baguala.
Penanaman bibit pohon mangrove ini melibatkan sejumlah komunitas lingkungan seperti Moluccas Coastal Care (MCC), The Mulung Community, dan Perekayasa (Inovator) Ahli Madya P2LD-LIPI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) Daniel D Pelasula.
Selain itu, turut partisipasi dalam penanaman mangrove ini, Mahasiswa Jurnalistik Islam IAIN Ambon, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Maluku serta Kejaksaan Tinggi Maluku.
Ketua Panitia Said Hatala, saat membuka kegiatan penanaman mangrove di pesisir pantai Lateri mengatakan penanaman mangrove adalah program pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk IJTI GO to Green. Dimana IJTI yang merupakan organisasi profesi pers berperan aktif terlibat langsung di tengah masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan serta terlibat dalam kampamye isu lingkungan.
Jurnalis CNN TV ini menguraikan tujuan dari kegiatan ini adalah peduli terhadap lingkungan. Ia pun menguraikan tujuan kepedulian tersebut adalah untuk membuka wawasan akan pentingnya kelestarian alam lingkungan pantai dan bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya serta mengasah kepedulian terhadap daerah pesisir di Pulau Ambon.
Ia menambahkan, melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, para masyarakat termasuk di dalamnya IJTI diajak untuk dapat melakukan perbaikan dan penjagaan lingkungan sekitar pantai.
Dengan program penanaman secara langsung di lokasi pesisir pantai, diharapkan dapat memupuk rasa percaya diri, kepedulian, dan kemampuan bekerjasama yang baik dalam mendukung program peduli lingkungan.
“Pertama, program tanam mangrove ini sebagai bentuk upaya menumbuhkan kesadaran sekaligus membudayakan gemar menanam dan memelihara pohon sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, khususnya pada ekosistem mangrove dan hutan pantai.
Kedua, upaya penanggulangan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan pada ekosistem mangrove dan hutan pantai guna pencegahan bahaya intrusi air laut, gelombang abrasi, adaptasi-mitigasi tsunami, meningkatkan serapan karbon, meningkatkan estetika kawasan mangrove hutan pantai, dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui ekowisata mangrove hutan pantai.
Ketiga, upaya meningkatkan produktivitas lahan pada ekosistem mangrove hutan pantai sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,”sebutnya.
Ia juga menjelaskan, program Presiden Jokowi dengan menanam mangrove telah menegaskan komitmen pemerintah mengatasi perubahan iklim lewat rehabilitasi hutan bakau atau mangrove. Pemerintah berencana memperbaiki 34 ribu hektare hutan bakau hingga akhir tahun ini.
Jokowi menyampaikan hutan bakau 4-5 kali lebih baik dari hutan tropis dalam urusan menyimpan karbon. Dengan begitu, hutan bakau jadi salah satu solusi Indonesia dalam menekan emisi karbon penyebab perubahan iklim.
Sebelumnya Jokowi, kata Said juga berbicara soal komitmen penanganan perubahan iklim pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ke-76. Jokowi berkata Indonesia menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon dan teknologi hijau.
Dalam kesempatan itu Jokowi mengatakan, Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, sekitar 3.36 juta hektar atau 20% dari luasan mangrove dunia. Dia tekankan, penting memelihara, merawat dan merehabilitasi mangrove rusak.
Selain Presiden, Siti Nurbaya mentri KLHK dalam rilis menurut Said bahwa, hutan mangrove mampu menyimpan karbon (carbon sinks) sebanyak empat sampai lima kali lebih banyak daripada hutan tropis daratan, terutama kandungan dalam tanah (coverground).
Untuk percepatan pencapaian nationally determined contribution (NDC), katanya, mangrove memberikan kontribusi besar dalam penyerapan emisi karbon.
Untuk itu melalui aksi tanam mangrove bersama komunitas lingkungan dan stakeholder bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam aksi tanam ini, IJTI Pengda Maluku bersama komunitas lingkungan menanam mangrove jenis soniratia
Christ Belseran, Sekertaris IJTI Pengda Maluku mengatakan, pelaksanaan penanaman mangrove ini dilaksanakan untuk menjawab program kerja, di mana IJTI Pengda Maluku juga mempunyai tanggungjawab untuk mengkampanyekan isu perubahan iklim yang ada saat ini.
Selain itu, isu lingkungan hidup menjadi isu yang saat ini dibahas pada tataran nasional maupun global, terhadap ancaman perubahan iklim yang sudah terjadi.
Untuk itu, melalui penanaman mangrove atau bakau ini diharapkan bisa menggugah hati Pemerintah Daerah maupun masyarakat, akan pentingnya menjaga lingkungan, termasuk di dalamnya menanam pohon mangrove.
Lokasi yang menjadi penanaman mangrove jenis Sonneratia alba ini ditanam sebanyak 200 anakan dekat mangrove jenis yang sama.
Ketua Moluccas Coastal Care (MCC, Theria Salhuteru menjelaskan peran mangrove sangat penting bagi ekosistem pesisir dan laut, dimana mangrove menyumbang karbon yang sangat banyak dan menekan gas rumah kaca.
“Kita harus konsen di sini, selain untuk mencegah teluk Ambon ini dari permasalahan abrasi dan kenaikan air laut, namun Karena pulau kita ini kecil. Jadi tanam mangrove ini sangat penting,”ucapnya.
Ia juga menambahkan menanam mangrove harus disertakan dengan memperhatikan masalah sampah. Ia menjelaskan apabila, terdapat banyak sampah di daerah penanaman mangrove, maka mangrove itu akan mati.
Sementara itu, Perekayasa (Inovator) Ahli Madya P2LD-LIPI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) Daniel D Pelasula ikut prihatin dan terlibat untuk menanam mangrove dan membersihkan di Lateri ini untuk mencoba kira-kira partisipasi masyarakat untuk turut memberikan perhatian yang serius bagi kondisi hutan mangrove yang tersisa ini.
Peneliti LIPI Ambon prihatin dengan hutan mangrove di teluk ambon yang semakin hari mengalami degradasi.
Menurutnya, Berdasarkan beberapa riset yang dilakukan oleh teman-teman peneliti salah satunya adalah Firs Rumahuni pada tahun 1998 itu, ia melakukan riset dan dari hasil penelitiannya itu di sebagian teluk ambon bagian dalam dan luar itu ada sebenarnya kurang lebih 49 hektar hutan mangrove terus pada tahun 2008 itu karena kepentingan pembangunan baik bangunan yang dibangun oleh pemerintah pembangunan talud misalnya di sektor swasta, dan juga pemukiman lahan itulah terjadi degradasi ekosistem itu turun sampai 33 hektar itu tersisa.
Belakang ini menurut peneliti rehabilitasi terumbu karang dan juga rehabilitasi hutan mangrove ini karena ada rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh masyarakat LSM atau instansi pemerintah dibeberapa kawasan pesisir pantai maka naik sedikit menjadi 39 hektar itu sudah termasuk yang baru-baru tanam.
Dengan tersisa 39 hektar, hutan mangrove juga bisa dijadikan itu menjadi kebun raya mangrove teluk ambon dan race area agar bisa memicu ekowisata dan kafe-kafe akan tumbuh, dan tidak lagi sampah di laut, karena kesadaran mereka akan menjaga karena sektor ekonomi akan tumbuh akan menarik banyak tenaga kerja disitu akan memberikan kontribusi disisi ekonomi yang sangat besar.
Dirinya berharap adanya pembangunan berkelanjutan, bahwa di teluk ambon ini menjadi ruang model karena Jarang kita temukan bahwa ada teluk dijadikan ruang model pembangunan di Indonesia sehingga penataaan teluk ambon secara baik dan itu menjadi tempat menjadi orang belajar dan itu keinginan saya, sebelum terlambat hutan itu hancur. (TS-01).
Discussion about this post