TITASTORY.ID, – Setelah dilakukan pemasangan tanda larangan (penyegelan) oleh Pemerintah Kota Ambon sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2012 pada lokasi operasi dari perusahaan Batching Plan di Kawasan Negeri Hatiwe Besar, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon beberapa waktu lalu, kuat dugaan adanya manuver untuk mengaktifkan kembali perusahaan tersebut.
Bahkan beredar isu, upaya untuk mengaktifkan usaha yang berada di tengah – tengah kawasan pemukiman warga melibatkan salah satu pejabat penting di lingkup Pemerintah Kota Ambon.
Menurut sejumlah warga Negeri Hatiwe Besar, aktivitas perusahaan tersebut cukup mengganggu karena saat aktivitas masyarakat terganggu dan dirugikan dengan debu yang diterbangkan ke rumah –rumah warga yang jaraknya tidak lebih dari satu meter karena hanya berbatasan ketebalan tembok yang dibangun pihak perusahaan.
Ungkap warga, selain debu aktivitas yang cukup mengganggu adalah bisingan dari alat yang digunakan karena aktivitas pekerjaan dari para pekerja perusahaan dibidang Batching Plan ini dilakukan di malam hari.
“ Kami terganggu dan kami tidak nyaman karena debu yang beterbangan ke kawasan rumah – rumah warga, bahkan suara bising mesin yang membuat kami tidak nyaman saat tidur di malam hari,” ungkap sejumlah warga sekitar kepada media ini.
Sebelumnya, Thomy Sopamena, Warga Negeri Hatiwe Besar tepatnya di Dusun Wailaa, Desember tahun kemarin menerangkan pihaknya bersama sejumlah warga sangat keberatan dengan aktivitas perusahaan tersebut.
Sopamena menekankan Pemerintah Kota Ambon harus bisa menjawab apa yang menjadi kegelisahan warga karena keberadaan perusahaan pengelolaan beton ini sangat mengganggu kenyamanan warga karena berada di kawasan pemukiman warga.
“ Kami meminta Pemerintah Kota Ambon lebih peka melihat apa yang menjadi kepentingan masyarakat, sehingga rencana untuk mengaktifkan kembali perusahaan tersebut adalah kabar buruk bagi kami,” ungkap Sopamena.
Dikatakan, awal berdirinya perusahaan Batching Palan ini mestilah dilakukan kajian khusus terkait masalah lingkungan, lebih khusus masalah kesehatan masyarakat.
Sopamena yang diketahui adalah Ketua RT tempat berdirinya perusahaan tersebut pun awal kaget dengan adanya aktivitas perusahaan tersebut setelah pemilik lahan atau tanah tersebut menjualnya ke pihak pemilik perusahaan Bathcing Plan ini.
“ Awalnya saya kaget sudah ada pembangunan -pembangunan namun kami tidak tahu bahwa ini untuk perusahaan pengelolaan beton yang dalam pelaksanaannya melakukan pencampuran material pengecoran.” Ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan, jika dibayangkan dalam seharian saja ada puluhan atau ratusan material semen yang dicampur dengan batu kerikil dan pasir dan dilakukan secara moderen maka yang warga terima adalah dampaknya berupa debu debu yang berterbangan ke rumah warga. Dan rumah – rumah itu ada penghuninya. Sudah pasti akan dihirup.
Tak hanya soal dampak buruk untuk warga, namun ada hal yang juga cukup dan butuh perhatian Pemerintah Kota Ambon adalah soal rusaknya kawasan pantai. Karena setelah selesai melakukan aktifitas pencapuran beton dilakukan pembersihan dan cairan yang telah bercampur semen tersebut mengalir ke laut yang jarkanya hanya dua langkah kai orang dewasa.
“ Ada cairan yang mengalir ke laut, dan cairan itu adalah cairan semen yang mengandung unsur amoniak,” dan hal itu pernah terjadi beberapa tahun lalu. Dan jika dilihat dari bibir pantai sejauh 30 meter ke laut sudah ada endapan campuran material tersebut dampaknya kebiasaan warga untuk mandi bahkan mencari ikan jenis puri pun sudah tidak seperti dulu.” jelasnya panjang.
Berkaitan dengan hal itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Ambon, Harry Far Far menegaskan selaku anggota DPRD akan sejalan dengan Pemerintah Kota Ambon dalam hal investasi, karena faedahnya adalah adanya pajak dan retribusi. Namun ada hal ihkwal yang tidak bisa diabaikan yaitu terkait keberadaan lingkungan.
“ Kami tetap mendukung investasi, namun masalah lingkungan tidak bisa diabaikan. Karena Btching Plan di Negeri Hatiwe Besar itu adalah Indusetri skala besar yang memiliki limbah dan akan mengalir ke laut, sementara ikan di Teluk Ambon itu dikonsumsi warga Kota Ambon.” terangnya saat dikonfirmasi titastory.id, belum lama ini.
Dia pun menekankan, perusahaan itu bisa beroperasi jika memiliki izin, baik AMDAL dan izin lain-lainnya.” tegasnya.
Terkait dengan pernyataan Far Far, hal senada juga pernah disampaikan dalam agenda rapat dengar pendapat beberapa waktu yang disiarkan pada reels akun Instagram miliknya atas nama harryfafar yang dihadiri oleh Sekretaris Kota Ambon, Kepala Dinas PUPR Kota Ambon, Kepala Bapekkot Ambon, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon, dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Far Far pun menekankan pada izin operasi perusahaan termasuk aktivitas tanpa AMDAL.
Dia pun menyampaikan ada kecurigaan ada pihak yang bermain di belakang aktivitas perusahaan ini, dan dia pun menerangkan Pemerintah Kota Ambon lalai.
“ Ini tanggung jawab moril wakil rakyat, dan ada kejahatan lingkungan itu telah terjadi dan ini mesti masuk ranah pidana,” ucapnya dalam rapat yang juga dihadiri pihak Saniri Negeri.
Dia menekankan DPRD tidak membatasi adanya upaya investasi, namun bukan berarti masyarakat Kota Ambon harus dikorbankan.
“ Ini industri skala besar, dan tidak bisa ada industri tersebut di kawasan pesisir pantai. Dan mestilah ditutup. Karena ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan kawasan pesisir karena ini terkait masa depan anak cucu Kota Ambon, lebih khusus untuk warga sekitar. “ jelasnya.
Far Far juga menduga ada praktik ilegal dan cacat prosedur yang dilakukan pengembang. Sehingga Pemerintah Kota Ambon harus cermat sehingga tidak merugikan masyarakat.
“ Apa yang saya sampaikan ini objektif dan tentunya butuh kecermatan terkait usaha Batching Plan ini.” Katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Alfredo Hehamahua yang pernah dikonfirmasi mengakui dirinya belum mendapat informasi terkait ada upaya untun mengaktifkan operasi perusahaan Batching Plan dimaksud, karena setahunya bahwa perusahaan tersebut telah dilarang melakukan operasi.
“ Setahu saya , usahanya itu telah dilarang pemerintah kota, dan yang melakukan proses segel ada pihak Satpol PP Kota Amon,” singkatnya.
Dia pun sempat menyampaikan atas aktivitas perusahaan dimaksud akan dikoordinasikan dengan OPD terkait.
Sementara itu, akademisi Universitas Pattimura Ambon, W. Waleruny kepada media ini, jumat (06/01/2023) menjelaskan, setiap kegiatan begitu (usaha industri) punya izin lingkungan, dan izin itu sudah diketahui masyarakat.
“Cuma apakah mereka punya izin lingkungan? sampai menjadi persoalan di masyarakat,” jawabnya.
Akademisi yang selama ini Konzen pada persoalan perikanan di Maluku ini pun meminta agar masalah ini harus diketahui oleh pihak terkait dalam hal Dinas Lingkungan Hidup Kota Ambon dan Provinsi Maluku (TS 02)
Discussion about this post