titastory.id, ambon – Keberadaan terumbu karang di kawasan perairan Teluk Ambon, Maluku kini dalam kondisi terancam. Tercatat laju kerusakan terumbu karang khususnya di kawasan Pantai Souhuru, Negeri Hatiwe Besar telah mencapai 75 persen. Harus ada tindakan nyata untuk menyelamatkan terumbu karang yang terus mengalami kerusakan secara masif.
Seperti halnya yang dilakukan Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Direktorat PPKPL- KLHK) yang menggelar transplantasi terumbu karang di Pesisir Teluk Ambon.
Kegiatan ini berlangsung di Kawasan Negeri Hatiwe Besar, Kecamatan Teluk Ambon, yang difasilitasi oleh CV Jingga melibatkan komunitas peduli lingkungan dan masyarakat Negeri Hatiwe Besar.
Alasan dipilihnya Pesisir Teluk Ambon, Negeri Hatiwe besar tepatnya di Pantai Souhuru, lantaran kerusakan terumbu karang di kawasan itu cukup memprihatinkan dengan persentase kerusakan mencapai 75 persen.
Direktris CV Jingga, Vera Larasati Puturuhu kepada titastory.id, di lokasi kegiatan, Selasa (13/08/2024) menerangkan, pemulihan terumbu karang adalah upaya untuk mengembalikan kondisi ekosistem pesisir pantai yang telah rusak akibat dari ulah manusia yang mengambil ikan dengan cara- cara tidak ramah lingkungan.
“Kerusakan di kawasan Pantai Souhuru, Negeri Hatiwe Besar ada pada presentasi 75 persen. Penyebabnya karena ada praktik pengambilan ikan dengan menggunakan bahan peledak,” ucapnya.
Vera menerangkan, dengan melakukan pemulihan dan menata kembali ekosistem pesisir dengan teknik transplantasi karang, diharapkan dapat memberikan dampak baik untuk keberlangsungan kehidupan pesisir di Pantai Negeri Hatiwe Besar, lebih khusus akan menjadi tempat tinggal dan hidup ikan dan biota laut.
“ Harapan kami hal ini bisa menjadi contoh sehingga masyarakat tidak lagi mendapatkan ikan dengan cara cara yang tidak ramah lingkungan, sekaligus menjadi salah satu aset dimana masyarakat di Hatiwe Besar bisa ikut menjaga,” terangnya.
Sylvia Sitania, Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku menerangkan, apa yang dilakukan oleh Kementerian KLH dalam hal ini Dirjen PPK & PPKL patut diapresiasi, sehingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku sangat merespons akan kegiatan tersebut.
Sitania bilang, di tahun 2021 dan 2022 DLH Provinsi Maluku juga melakukan transplantasi karang di sejumlah spot tertentu. Namun demikian, agenda KLH di Pantai Negeri Hatiwe Besar adalah kegiatan yang tentunya memiliki kaitan dengan persoalan perubahan iklim global dan pemulihan terumbu karang adalah bagian dari mitigasi.
“ Kami mendukung, dan berterima sekali atas kegiatan yang diinisiasi oleh rekan rekan dari KLH, mudah mudahan ada kegiatan di tempat lain dengan kegiatan yang berbeda pula, “ terang Sitania.
Dalam kaitan dengan pemulihan, dia juga menerangkan tentang persoalan di teluk Ambon yakni sampah yang tentunya akan mempengaruhi perkembangan terumbu karang. Yang artinya,” katanya,” perlu ada kerjasama semua pihak. Dalam posisinya pemerintah selalu memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana mengolah sampah, tidak membuang ke sungai bahkan ke laut.
“Ini kembali kepada masyarakat, dengan pembuangan sampah tak sesuai yang kian masif maka teluk Ambon dan terumbu karang juga akan mati. Walaupun sangat disadari sungguh pemerintah cukup kesulitan dalam hal penanganan sampah di Kota Ambon,” ucapnya.
Dalam kaitan dengan pemulihan terumbu karang di Pesisir Teluk Ambon, Iwan Nirawandi penyuluh
Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut (PPKPL) Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Kelautan (KLHK) menyampaikan, kolaborasi melibatkan komunitas peduli lingkungan dan masyarakat pesisir merupakan tujuan bersama untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dan laut. Halnya yang dilakukan di Negeri Hatiwe Besar.
“ Kami bersyukur target KLH untuk melibatkan masyarakat, dan Pemerintah Daerah sudah terjawab. Keinginan ini diharapkan dapat terus dikembangkan. Sehingga lokasi pemulihan terumbu karang ini bisa dijadikan sebagai spot wisata baru dan tentunya akan berdampak pada ekonomi masyarakat,” ungkap Nirwandi kepada titastory.id.
Menyinggung soal kerusakan dan adanya keluhan, Dia meminta kepada masyarakat lebih khusus komunitas untuk membuat laporan disertai dengan bukti kerusakan, siapa yang melakukannya, pasti akan ditindaklanjuti oleh KLHK.
“ Jika ada kasus yang berkaitan dengan pencemaran, tolong dilaporkan ke KLH, karena bagaimanapun jika ada laporan dari Komunitas maka KLH akan mendengarnya, sehingga bisa diselesaikan dengan mekanisme hukum yang berlaku.” tutupnya.
Dr. Femmy Hukom, Koordinator Peneliti Teluk Ambon pada pusat Kolaborasi Riset Ekosistem (PKRE) Perairan Indonesia Timur di acara transplantasi terumbu karang kepada titastory.id juga menerangkan dipilihnya kawasan Hatiwe Besar, tepatnya di Pantai Souhuru, karena sesuai hasil analisa bahwa lokasi ini merupakan pusat konsentrasi sampah. Sehingga lokasi di Hatiwe Besar dijadikan sebagai lokasi indikator terkait proses pertumbuhan karang bisa berjalan dengan bagus, sehingga diharapkan sampah tidak boleh ada di sekitar Kawasan Pesisir Pantai Hative Besar.
“ Karena merupakan kawasan pusat konsentrasi sampah setelah melakukan penelitian dan analisa siklus air laut, maka tindakan transplantasi karang ini akan menjadi alasan dan indikator untuk meniadakan sampah. Karena ada karang baru yang ditransplantasi dan masyarakat ikut terlibat maka ketika ada sampah pasti akan diangkat ,” ucapnya.
Inisiasi Ambon Bay Care
Dia juga menerangkan, upaya pemulihan terumbu karang ini merupakan salah satu program keberlanjutan dari BRIN PKR Universitas Pattimura (Unpatti) yang sedang menginisiasi salah satu websites Ambon Bay Care (ABC) atau kalesang teluk Ambon.
Hukom menjelaskan, ABC adalah kegiatan turunan dari Kementerian Lingkungan Hidup sehingga kolaborasi dengan DLH Provinsi Maluku, CV Jingga dan komunitas peduli lingkungan di Negeri Hatiwe Besar dan transplantasi karang menjadi momentum penting dalam menjaga kawasan pesisir.
Dirinya pun menyampaikan program seperti ini akan juga dilakukan di tempat lain dan harapannya bisa diinisiasi oleh masyarakat sekitar dan BRIN hanya memperkuatnya.
“ Kami berharap masyarakat sekitar juga bisa melakukan hal serupa yang tujuannya untuk menjaga lingkungan.” harapnya.
Masalah Kompleks di Teluk Ambon
Terkuak setelah dibukanya dialog, tokoh agama dan tokoh pemuda pun menyampaikan tentang masalah sampah di Perairan Teluk Ambon yang berimbas pada pendapatan masyarakat Hatiwe Besar dibidang perikanan.
Ikan Puri yang selama ini menjadi andalan masyarakat Hatiwe Besar mulai hilang. Kondisi ini telah terjadi sejak dua tahun terakhir.
Tokoh Agama Negeri Hatiwe Besar, Pdt. Sefnat Heumasse, menerangkan antara tahun 2019 dan tahun 2022 masyarakat Hatiwe Besar setiap hari menjual Ikan Puri, sehingga merupakan pendapatan andalan dan terbesar untuk masyarakat atau jemaat.
Sayangnya, “ungkap Ketua Majelis Jemaat Souhoru ini”, kondisi itu telah berubah sejak tahun 2023 dan 2024. Ikan Puri sudah sulit untuk didapatkan.
“Penyebabnya sampah, bahkan yang lebih utama dan memperparah adalah karena adanya tumpahan minyak dari kapal yang melintas atau berlabuh di kawasan Perairan Negeri Hatiwe Besar dan sekitarnya sehingga ikan puri dan bibitnya pun juga mati,” ungkap Heumasse.
Dia pun meminta agar Pemerintah bisa melihat kondisi ini dan segera mengambil langkah, karena berlabuhnya kapal sangat dekat.
Menanggpi akan persoalan yang ada, Sylvia Sitania, Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku kembali menyampaikan persoalan tumpahan minyak dari kapal adalah masalah untuk lingkungan. Namun demikian pihaknya tidak bisa berbicara banyak dan akan melakukan koordinasi dengan dinas terkait untuk melihat persoalan ini.
“ Kami belum bisa berbicara banyak dan apa yang telah disampaikan akan koordinasikan dengan pihak terkait dalam hal ini Dinas Perikanan dan Keluatan sehingga keluhan masyarakat dapat ditindaklanjuti, sehingga diperlukan data, dan hasil penelitiannya. “ ujar Sitania. (TS -03)
Discussion about this post