titaStory.id, ambon -Chresya Poerdiman, karateka asal Maluku yang tampil sempurna dan mampu menumbangkan karateka asal Jawa Tengah, Olga Setiani. Kemenangan ini sekaligus membawanya sebagai atlet yang merebut tiket pertama untuk Maluku menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 yang akan digelar Aceh dan Sumatera Utara.
Sekalipun diperhadapkan dengan sejumlah keputusan wasit dan juri yang diduga kontrovesial, Karateka Putri ini justru lebih meningkatkan skillnya dalam menikmati jalannya dual penting tersebut
Laga seru yang ditunjukan dua atlet pada cabang olahraga beladiri ini dilangsungkan, sabtu (26/8/23) di Gedung Olahraga (GOR) Rudy Resnawan Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Menyaksikan duel karateka dari kaum Hawa ini, Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmasse kepada tim media center yang dikutip titastory.id menerangkan, degan kesabaran san konsisten menerapkan teknis dan jurus baik dalam meletakan akurasi dalam hal bertahan maupun menyerang lawan maka Chresya Poerdiman layak untuk mendapatkan.
Pria yang paham betul terkait seni bela diri karate ini juga menyampaikan sebagai menajer dan merupakan mantan atlit Karate, Chresya dalam laga kelas -68kg putri sangat layak meraih kemenangan.
“Performa yang baik, Konsisten dan mampu mengendalikan diri selama pertandingan berlangsung,” ungkap Ririmasse.
Dirinya menjelaskan, setiap pertandingan tak jarang juri atau wasit melakukan keputusan-keputusan kontroversial yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi mental para atlit. Halnya terjadi saat pertandingan Chresya melawan Olga.
Namun untuk Chresya Poerdiman, semua itu mampu dilewati dan tetap percaya diri.
“Untuk mampu memenangkan suatu pertandingan, kita harus mampu mengontrol atau memenangkan diri kita terlebih dahulu. Baik dari sisi internal maupun eksternal. Tak jarang, para atlit yang tadinya semangat, bisa tiba-tiba drop setelah merasa diperlakukan tidak adil oleh para juri atau wasit. Tapi, Chresya tidak demikian. Semangatnya tetap ada hingga selesai,” ungkap Ririmasse.
Terhadap kesuksesan yang diraih dalam laga tersebut, Ririmasse berharap para atlit dapat melihat hal ini sebagai suatu tambahan pengalaman, bahwasanya untuk menjadi profesional, seorang atlit harus lebih dewasa dan tenang.
“Jika seorang atlit mampu mengendalikan diri dan emosinya, dia sudah mampu memenangkan dirinya dan pertandingan yang dia ikuti. Dan terhadap keputusan-keputusan kontroversial dari juri, akan menjadi tanggung jawab manajer dan pelatih untuk melayangkan protes kepada panitia maupun federasi olahraga terkait,” bebernya. (TS 02)
Discussion about this post