TITASTORY.ID, – Ratusan Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat gelar aksi pemalangan sebagai bentuk penolakan atas terhadap aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP di kawasan Hutan adat Hoana Aruku Mangairi (Akejira), Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.
Aksi pemalangan oleh masyarakat adat Suku Togutil Habeba yang berada di dua Desa, yakni Desa Saolat dan Desa Minamin, dimulai dengan prosesi ritual adat yang dilakukan para tua – tua adat dari kedua desa di persimpangan jalan menuju ke kawasan pertambangan PT WBN dan PT IWIP.
Melakukan aksi, masyarakat adat pun melayangkan sejumlah tuntutan untuk dipatuhi dua perusahaan tersebut, di mana mereka melarang adanya aktivitas pembuatan jalan maupun aktivitas pertambangan di wilayah adat mereka.
Selain itu masyarakat juga memberikan sanksi adat / denda adat kepada kedua perusahaan karena telah menyerobot lahan dan merampas ruang hidup masyarakat kedua desa maupun masyarakat suku Togutil atau Tobelo dalam.
Perempuan adat Desa Saolat, Juliat Pihang kepada Titastory.Id, menegaskan aksi pemalangan serta pemberian sanksi ke dua perusahan tersebut karena telah melakukan perbuatan yang melukai, merampas ruang hidup masyarakat adat dan memasuki hutan adat tanpa sepengetahuan pemilik petuanan.
“Pantas diberikan sanksi/denda adat ke dua perusahaan pertambangan yakni PT IWIP dan PT WBN karena sudah merampas ruang hidup, masuk hutan adat kami tanpa sepengetahuan kami, dan telah merubah struktur bentangan hutan bahkan menghilangkan bukti peninggalan leluhur kami, tegas Juliat.
Selain memberikan sanksi, masyarakat dari dua Desa ini juga meminta dan menegaskan untuk tidak lagi melakukan pembayaran tali asih kaplingan di atas tanah ulayat mereka.
Selain tuntutan tersebut, masyarakat meminta perusahaan untuk merealisasikan surat yang dikirimkan oleh Kantor Staf Presiden Republik Indonesia bernomor B-6/KSP/D.5/09/2019 tertanggal 20 September 2019 , perihal penghormatan dan perlindungan bagi masyarakat adat Tobelo dalam Akejira di Halmahera Tengah.
Ada pun tiga Point yang secara tertulis diberikan kepada dua perusahaan tersebut adalah Menghormati dan menghormati konvensi ILO 169 tentang masyarakat hukum adat : Deklarasi PBB tahun 2007 tentang hak-hak masyarakat adat Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak -hak asasi manusia terutama pasal 6 ayat 1 dan 2): dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 35/PUU/X/2012 yang menegaskan status hutan adat. Memastikan adanya pembicaraan dan komunikasi yang baik kepada masyarakat Adat Tobelo Dalam untuk setiap aktivitas pertambangan sehingga tidak ada perselisihan di kemudian hari. Memastikan hak-hak masyarakat adat Tobelo dalam tidak dilanggar pada setiap aktivitas pertambangan dimaksud.
Produk administrasi ini diketahui ditandatangani oleh Deputi V Kepala Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani sebagai bentuk tanggapan atas pengaduan tertulis yang disampaikan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Pengurus Wilayah Maluku Utara, nomor : 196/B/PW-AMAN/MALUT/IX/2019 tanggal 08 September 2019 mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat adat Tobelo dalam akibat pertambangan PT WBN dan PT IWIP yang mencakup pembangunan jalan perusahaan dan penyiapan lokasi pertambangan di mana menegaskan bahwa perkembangan lebih lanjut atas laporan tersebut akan dipantau secara langsung.
Disampaikan juga oleh Novenia Ambeua, sosok perempuan adat Desa Minamin, tiga tahun beroperasi dua perusahaan tersebut tidak satu kali pun melakukan komunikasi dan berdialog dengan pemilik hak ulayat adat tersebut .
Aksi yang dilaksanakan oleh ratusan masyarakat adat ini berlangsung khidmat setelah tetua adat dari kedua desa ini mengikrarkan sumpah adat. Sumpah adat ini diungkapkan dengan membacakan doa adat.
Selanjutnya, tanah yang berada di sekitar masyarakat diambil dalam jumlah segegam tangan dan di lanjutkan dengan doa adat. Selanjutnya tanah – tanah tersebut dikumpulkan oleh tetua adat dan di masukan ke dalam “Harangata” yaitu pelepah pinang yang dianyam seperti bentuk mangkuk. Tanah-tanah tersebut lalu dibungkus menggunakan kain berwarna merah yang nantinya akan ditanam di sekitar ruas jalan perusahaan.
Prosesi adat ini diketahui adalah puncak dari aksi blokade jalan utama dua perusahaan yakni IWIP dan WBN. Meski demikian warga mengancam akan terus menduduki ruas jalan perusahaan ini sampai adanya jawaban pasti dari Perusahaan maupun Pemerintah Daerah terhadap tuntutan mereka.
“Hari ini merupakan hari ketiga dari aksi pemalangan dan boikot aktivitas pekerjaan jalan raya tambang dan juga aktivitas eksplorasi dari dua perusahaan tambang nikel PT IWIP dan PT WBN di Halmahera Timur, Maluku Utara, dan tentunya kami akan duduki lokasi ini sampai adanya kepastian dari kedua perusahaan PT WBN dan PT IWIP, soal penyerobotan tanah ulayat leluhur kami,” tegas Novenia. (TS 02)
Discussion about this post