TITASTORY.ID, – Ratusan warga Desa Kasie geruduk rumah kepala Desa. Massa yang terdiri dari orang dewasa hingga anak-anak ini mengamuk Kepala Desa, kamis (9/3/2023) malam.
Aksi ini unjuk rasa oleh ratusan warga ini sempat diwarnai kericuhan antar warga yang menginginkan agar Kepala Desa dihadirkan di hadapan masyarakat.
Dari pantauan media ini di lapangan, warga mengamuk dan melempari rumah kepala desa. Aksi ini dilakukan untuk melampiaskan rasa kekesalan mereka kepada kepala Desa yang dinilai tidak bertanggung jawab atas aktivitas tambang nikel di hutan adat Desa Kasie.
Mereka memprotes Kepala Desa dan BPD setempat karena dinilai lalai mengawasi perusahaan tambang sehingga telah masuk menyerobot hutan adat milik mereka.
“Kami menginginkan Raja (Kepala Desa-red) berkoordinasi dengan perusahaan untuk menghentikan seluruh aktivitas pertambangan Marmer di kawasan hutan adat Negeri Kasie,” teriak salah satu warga kepada Kepala Desa.
Warga kesal karena perusahaan tambang milik PT Gunung Makmur Indah (PT GMI) telah masuk dan menyerobot hutan adat milik mereka. Hutan adat ini diyakini warga setempat merupakan negeri lama (kampung awal) leluhur mereka. Selain itu kawasan juga merupakan tempat sakral milik negeri (desa) mereka.
“Desa Hulung hanya dijadikan sebagai pintu masuk untuk menggusur jalan saja, tapi di dalam GPS itu terlihat jelas itu kawasan Kasie bukan Desa Hulung jadi mereka semua telah menipu kita dan menerobos masuk sampai di hutan batu Kasie,” kata Ucok, seorang warga di hadapan Kelapa Desa.
Aksi ini kembali memanas setelah aksi yang tidak terpuji ditunjukkan oleh Komandan Rayon Militer 1502/03 Taniwel yang mencoba membubarkan massa.
Pantauan media ini, dengan suara lantang membubarkan warga di depan rumah kepala desa. Bahkan, beberapa pernyataan yang dilontarkan terkait rencana penyerangan warga desa Kasie ke Desa Hulung.
“Sapa (siapa) yang mau serang Hulung, sapa ? Sapa yang jago di sini ? Bubar samua,” kata Danramil sambil membawa sepotong kayu untuk membubarkan warga.
Merasa diintimidasi massa sontak mendatangi Danramil. Mereka sempat mengamuk dan meminta Danramil melakukan pernyataan penyerangan yang dianggap hoax.
“Jangan jadi provokator untuk adu domba masyarakat. Kami tidak menyerang saudara kami Desa Hulung. Kami hanya mencari ketua BPD Desa Kasie karena tidak hadir dalam pertemuan ini,” ungkap seorang warga di hadapan Danramil.
Atas pernyataan tersebut, Danramil di hadapan warga langsung meminta maaf.
“Maaf ini hanya salah paham, ” kata Danramil kepada warga.
Tak berselang lama, kericuhan juga terjadi di depan rumah warga. Seorang anggota BPD nyaris dihajar massa. Warga emosi karena menduga staf desa tersebut bersikukuh dengan perusahaan tambang. Beruntung staf desa tersebut cepat diamankan oleh pihak keamanan. Kericuhan pun berakhir.
Aktivitas PT GMI Disetop
Menindaklanjuti aspirasi masyarakat, Kepala Desa, BPD, dan Tetua adat Desa Kasie langsung mendatangi lokasi tambang di petuanan gunung Kasie. Sejumlah pekerja atau karyawan didatangi oleh Pemerintah Desa dan Para Tetua adat. Sebelumnya kedatangan mereka sempat dihadang oleh sejumlah aparat TNI dan Polisi di lokasi tambang.
Kedatangan rombongan yang dipimpin oleh kepala desa Kasie ini sempat dihadang oleh aparat keamanan. Meski demikian rombongan kepala desa ini tetap melakukan razia untuk menghentikan aktivitas para pekerja.
Alhasil, setelah berkoordinasi dengan pihak perusahaan dan juga aparat keamanan, aktivitas penggusuran lahan hutan Kasie langsung dihentikan. Sejumlah alat berat yang dikemudikan para operator langsung meninggalkan lokasi penggusuran lahan.
Menurut Kepala Desa Kasie, Asri Latulumamina sesuai hasil musyawarah dengan masyarakat, jumat (10/3) pagi, maka Ia dituntut untuk menghentikan aktivitas perusahaan di kawasan hutan adat desa Kasie. Menurut warga, kata Asri perusahaan telah menyerobot lahan milik warga Desa Kasie hingga mendekati petuanan kampung lama milik leluhur mereka.
Untuk itu, atas kesepakatan musyawarah dengan masyarakat, bersama dengan tokoh Adat dan BPD, Asri langsung menghentikan aktivitas perusahaan yang tengah membongkar kawasan hutan adat milik mereka.
” Ini keinginan warga dan ini adalah milik masyarakat adat, sehingga aktivitas perusahaan harus dihentikan.” tegas Kades.
Meski aktivitas perusahaan telah dihentikan namun warga akan terus melakukan pengawasan bahkan melakukan palang di sekitar lokasi penggusuran. ( TIM)
Discussion about this post