Diduga Rusak Lingkungan dan Kubur Leluhur, PD Panca Karya Didesak Bertanggung Jawab

17/05/2025
Satuan Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (SAMHI) melakukan aksi unjuk rasa memprotes Aktivitas eksploitasi hutan oleh Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya di Kabupaten Buru Selatan (Bursel). Foto: Fero/titastory
PD Panca Karya Diduga Gusur Makam Adat dan Tebang Hutan, SAMHI Laporkan ke KLHK

titastory, Jakarta – Aktivitas eksploitasi hutan oleh Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Satuan Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (SAMHI). Mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menyelesaikan kasus ini, yang diduga melibatkan penyerobotan lahan dan penggusuran makam masyarakat adat di Desa Kayu Putih, Kecamatan Waesama.

Koordinator Umum SAMHI, Feronika Latbual, menyoroti dampak serius dari aktivitas PD Panca Karya terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat setempat. Ia menilai bahwa kegiatan tersebut mengabaikan prinsip perlindungan lingkungan hidup dan berpotensi memicu konflik sosial.

“Eksploitasi lingkungan menjadi masalah krusial karena berdampak terhadap kerusakan lingkungan, memutuskan kebutuhan hidup masyarakat setempat yang adalah petani,” jelas Feronika.

Selain itu, aktivitas perusahaan juga dianggap mengancam keberadaan masyarakat adat dan kearifan lokal yang telah ada sebelum negara ini berdiri. “Pembangunan di Kabupaten Bursel, khususnya di Desa Kayu Putih, harus mengutamakan prinsip kemanusiaan yang peka terhadap alamnya,” tambahnya.

Melihat eskalasi kasus tersebut, SAMHI merilis empat tuntutan utama:

  1. Mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap Direktur PD Panca Karya atas dugaan penyerobotan lahan milik masyarakat adat setempat.
  2. Mendesak KLHK untuk memberikan sanksi terhadap Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bursel karena membiarkan aktivitas deforestasi oleh PD Panca Karya.
  3. Meminta KLHK mencabut izin operasi PD Panca Karya karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  4. Menuntut PD Panca Karya bertanggung jawab atas penggusuran makam yang dianggap sakral oleh masyarakat adat secara turun-temurun.

Sebelumnya, PD Panca Karya juga menghadapi tuduhan penyerobotan lahan milik Swingly Lesnussa di Dusun 7, Desa Labuang, Kecamatan Namrole. Lesnussa mengklaim bahwa perusahaan telah menebang ribuan pohon di lahannya tanpa izin dan meminta ganti rugi sekitar Rp 49 miliar.

Satuan Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (SAMHI) melakukan aksi unjuk rasa memprotes Aktivitas eksploitasi hutan oleh Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya di Kabupaten Buru Selatan (Bursel). Foto: Fero/titastory

Kasus ini telah menarik perhatian Komisi I DPRD Provinsi Maluku, yang menggelar rapat mediasi antara PD Panca Karya dan Lesnussa pada September 2022 . Namun, hingga kini belum ada penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak.

Aktivitas PD Panca Karya juga dikaitkan dengan bencana banjir bandang yang melanda Desa Hote, Kecamatan Waesama, pada Juli 2024. Ketua GMNI Kota Ambon, Nasir Mahu, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit perusahaan terkait proyek penebangan kayu liar di hutan adat yang diduga menjadi penyebab banjir.

Dengan berbagai tuduhan dan dampak negatif yang ditimbulkan, desakan terhadap KLHK dan pemerintah daerah untuk mengambil tindakan tegas terhadap PD Panca Karya semakin menguat. Masyarakat dan mahasiswa berharap agar keadilan dan perlindungan lingkungan dapat ditegakkan demi keberlangsungan hidup masyarakat adat dan kelestarian alam di Buru Selatan.

Penulis: Edison Waas
Editor : Christ Belseran
error: Content is protected !!