titaStory.id,ambon – Pelaksanaan rapat yang digelar terkait sisa anggaran pembayaran Lahan RSUD dr Haulussy, pada Sabtu pekan kemarin menuai kecurigaan. Pasalnya pertemuan resmi tersebut dilakukan diluar jam dinas atau di waktu libur.
Perihal tersebut, ahli waris 20 dusun dati di Negeri Urimesing, Evans Reynold Alfons menduga bahwa pertemuan yang telah digelar tersebut sengaja ditutupi.
” Urgensinya apa sehingga pertemuan dilakukan di hari sabtu, dan bukan jam dinas?, ” tanyanya.
Menurutnya, Jika pertemuan tersebut bersifat urgensi maka, ada catatan yang mesti dipahami sungguh oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Catatan ini harus secara detail dan akurat dalam melakukan penalaan hukum terkait dengan produk hukum atas lahan yang sudah dibangun RSUD dr Haulussy, sehingga tidak keliru dalam pengalokasian pembayaran.
” Hal ini penting untuk saya sampaikan untuk menghindari hal – hal yang bisa berdampak pada hukum di kemudian hari, karena apa yang saya sampaikan ini memiliki dasar.” ujarnya.
Dia melanjutkan, Pemerintah Provinsi Maluku harus mengetahui terkait dengan bukti kepemilikan milik Yohanes Tisera. Yaitu surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976. Surat penyerahan ini sudah diuji di mata hukum dan telah digugurkan dalam sejumlah keputusan pengadilan yakni putusan pengadilan nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Amb jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb jo No. 3410.K/PDT/2017, yang dalam amarnya menyatakan bahwa “Surat Penyerahan 6 (enam) potong Dusun Dati dari Anggota Saniri Negeri Urimessing kepada Hein Johanis Tisera tertanggal 28 Desember 1976 adalah cacat hukum”.
” Duduk masalahnya di sini. Jika ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik atas lahan RSUD dr. Haulusy kita lihat dulu apa dasar kepemilikannya. Jika berdasarkan surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976 maka surat tersebut telah di uji dalam perkara nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Amb jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb jo No. 3410.K/PDT/2017,” ungkapnya.
Dijelaskan juga, jika merujuk pada posisi dan letak objek tanah RSUD Haulussy itu berada di dusun dati Kudamati. Bukan di Dusun Dati Pohon Ketapang. Kalau pun itu di atas dusun dati Pohon Ketapang, maka perlu diketahui bahwa itu adalah dusun Dati milik Negeri Urimesing, yang artinya pembayaran harus dilakukan kepada negeri bukan kepada oknum. Dan jika oknum dimaksud bertindak atas nama negeri perlu dilihat lagi putusan pengadilannya lebih khusus pihak yang berperkara.
“Pemerintah Provinsi Maluku harus mengetahui, yang pertama terkait letak dari tanah atau lahan yang telah dibangun RSUD dr Haulussy. Apakah berada di Dusun Dati Kudamati atau Pohon Ketapang. Yang Kedua, antara Dusun Dati Kudamati dan Pohon Ketapang siapakah pemiliknya?. Yang jelas bahwa Dati Pohon Ketapang itu adalah milik Negeri Urimesing. Yang artinya jika benar bahwa Bangunan RSUD dr Haulussy ada di atas dusun dati Pohon Ketapang maka pembayaran harus ke negeri, dan masuk dalam salah satu pendapatan negeri, bukan atas nama pribadi.” tekannya.
Dengan demikian Alfons meminta agar Pemerintah Provinsi Maluku untuk tidak gegabah dalam melakukan pembayaran sebelum ada kajian hukum yang pasti. Dan itu dimulai dari surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976.
” Mudah saja, mulailah dari surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976, surat penyerahan itu telah gugur dimata hukum, setelah itu baru dilakukan kajian pada putusan putusan lain. Saya yakin akan selesai masalah ini,” terangnya.
Menurut Alfons, jika pemerintah hanya berpatokan pada putusan pengadilan yang dimenangkan oleh Tisera bersifat deklaratoir dan tidak memiliki kekuatan eksekusi apakah layak dilakukan pembayaran?.
” Deklaratoir itu, berarti tidak mewajibkan Pemda untuk melakukan pembayaran, karena di dalam putusan itu tidak di hukum,”ujarnya.
Ia menambahkan, jika ada ikatan kesepakatan tentunya bisa menjadi dasar pertimbangan bahwa putusan tidak memiliki nilai eksekusi, sehingga perlu ditindaklanjuti di notaris, padahal “kata Alfons” notaris ini sendiri tahu bahwa surat 28 Desember itu cacat hukum, karena merupakan bagian dari pihak yang berperkara itu.
,”Beta (Saya) orang awam berpikir, kalau pemerintah bayar, pertanahan tidak bisa menerbitkan sertifikat karena dasar penerbitan sertifikat itu berpatokan pada PP nomor 24. Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa sertifikat diterbitkan berdasarkan data yang benar, “tuturnya.
Dirinya mengakui, pemerintah berkeinginan untuk membayar, namun sesuatu yang disampaikan oleh pihak Ahli waris, oleh pemerintah dianggap tidak sesuai prosedur hukum. Tetapi bagi kami itu memenuhi prosedur.
Ditambahkan, Pemerintah mesti ingat, bahwa di tahun 2009, batas objek yang disampaikan pihak Tisera tidak pernah di Komisikan.
,”Saya ingatkan, soal angka 38 ribu, dan 12 ribu, dan sudah dibayarkan tinggal 32 atau 30 ribu saja,”kata Alfons untuk mengingatkan.
Dia pun dengan jelas menerangkan, jika melihat kembali pada permasalahan kala itu, di bagian mana yang diklaim Tisera dalam persidangan. Sehingga dalam putusan tersebut menyatakan Buke harus menerima ganti rugi, tetapi tidak tahu atau tidak jelas ganti rugi yang bagian mana. sebab putusan tidak menyatakan lokasi yang mana yang mau dibayarkan,”
Kan tidak ada,” singkat Alfons
Ia juga mengingatkan, putusan pengadilan Negeri tahun 2009 itu NO, dengan demikian tidak ada kalah dan tidak ada yang menang
“Ini putusan pengadilan tinggi yang tidak menyatakan apa-apa di situ, makanya bersifat deklaratoir bukan bersifat eksekusi sehingga harus bayar sekian, kan tidak ada,”ujarnya.
Untuk itu sebagai masyarakat pencari keadilan, dia mengakui kalau tidak pernah merasa Pemerintah itu adil, karena banyak hal yang terkait proses ini, menurut pihaknya cacat hukum seakan-akan tidak mau diakui.
Dia pun meminta DPRD Provinsi Maluku untuk bisa melihat masalah ini juga, sehingga bisa diketahui kebenaran yang sebenar benarnya. Karena yang harus diketahui adalah fakta Yuridisnya.
Untuk diketahui, sesuai bukti undangan pertemuan yang dikantongi media ini, bahwa surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 21 Juli 2023. Dengan nomor surat : 100.3.11.2 /2/200. Nomor surat ini terukir dengan tinta pernah hitam, dan kuat dugaan ditulis tangan.
Dimana isi suratnya menjelaskan tentang permasalahan sisa uang ganti rugi atas tanah RSUD Haulussy Ambon, sehingga digelar rapat bersama Pemerintah Provinsi Maluku, Tim Asistensi dan Pengkajian Hukum Provinsi Maluku, dengan Yohanes Tisera.
Pertemuan dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 2 Kantor Gubernur Maluku, pukul 14.00 Wit, dengan waktu, Sabtu 22 Juli 2023. Undangan rapat ini ditandatangani oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Ir, Habiba Saimima mengatasnamakan Gubernur Maluku Sekretaris Daerah. (TS 02)
”
Discussion about this post