titastory.id,-Penolakan terhadap perusahan tambang kembali dilakukan oleh ratusan masyarakat adat di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, senin (28/9/2020) pagi. Penolakan dilakukan di dua kantor pemerintah Maluku, yakni DPRD Maluku Karang Panjang dan Kantor Gubernur Maluku.
Dikutip dari media TABAOS.ID, Ratusan Masyarakat dan Mahasiswa yang tergabung dengan aliansi Taniwel Raya, (ANTARA) melakukan aksi unjuk rasa menolak tambang batu marmer oleh PT. Gunung Makmur Indah di lahan ulayat masyarakat adat Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram BagianBarat, Provinsi Maluku.
Aksi unjuk rasa ratusan masyarakat adat Taniwel Seram Bagian Barat ini dilakukan di dua tempat yakni kantor DPRD Maluku, Karang Panjang dan Kantor Gubernur Maluku.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan masyarakat adat ini untuk memprotes izin wilayah usaha tambang (IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Maluku kepada PT. Gunung Makmur Indah, tanpa melalui mekanisme undang-undang.
Masyarakat adat Taniwel Seram Bagian Barat ini juga menyesalkan surat rekomendasi yang dikeluarkan Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat, M. Yasin Payapo, dan kemudian diteruskan oleh Pemerintah Provinsi Maluku melalui izin.
“ berdasarkan hasil survey kami di lapangan, kami telah mengetahui dan mengantongi data penolakan sejumlah masyarakat adat kecamatan Taniwel (Taniwel, kasieh, Nukuhai) serta wilayah sekitarnya yang berpotensi terkena dampak yang memberikan penolakan terhadap kehadiran PT. Gunung Makmur Indah untuk beroperasi di ulayat masyarakat adat,”teriak Reimon Nauwe seorang coordinator aksi unjuk rasa, senin (28/9/2020).
Aksi yang di gelar di kantor DPRD Maluku dan Gubernur Maluku ini, pengunjuk rasa menuntut DPRD dan Gubernur Maluku segera mencabut izin yang telah dikeluarkan.
“DPRD harus mengawal seluruh aspirasi masyarakat Taniwel dengan mendesak Bupati SBB stop berikan ijin usaha, karena wilayah itu hak ulayat masyarakat adat, bukan pemerintah,” pintanya.
Didepan Kantor DPRD, senin siang masyarakat adat ini membacakan tuntutan mereka, yakni pertama, meminta Pemprov Maluku mencabut kembali WIUP yang telah diberikan kepada PT Gunung Makmur dan meminta DPRD Provinsi Maluku mendesak GubernurMaluku menghentikan segala bentuk perijinan usaha pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel.
Selain itu, para pengunjuk rasa juga meminta Gubernur Maluku untuk menghargai kedaulatan atas hak-hak masyarakat adat di kabupaten Seram Bagian Barat.
“ kami meminta Pemprov Maluku menghargai kedaulatan atas hak-hak masyarakat adat Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat, kami juga menolak dengan tegas berbagai upaya eksploitasi di tanah ulayat masyarakat adat di Kecamatan Taniwel serta mendesak Gubernur Maluku Murad Ismai untuk membatalkan rekomendasi yang diberikan kepada PT. Gunung Makmur Indah tentang wilayah izin usaha pertambanagan (WIUP),harap pengunjuk rasa.
Dalam tuntutan masyarakat adat ini, mereka juga meneriaki soal putusan MK 35 UUP-X tentang hutan adat bukan hutan Negara.
“ sesuai pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang,” ujar mereka di depan perwakilan Gubernur Maluku.
Apriliska Lattu Titahena, dalam orasinya mengatakan protes masuknya PT. Gunung Makmur Indah di ulayat masyarakat adat berawal pada tanggal 13 januari 2020. Saat itu penjabat desa Kasieh dan juga penjabat Desa Nukuhai mengeluarkan surat pernyataan dukungan tertanggal 14 januari 2020.
Apriliska membeberkan tugas dari kedua penjabat desa yang ditugaskan Bupati untuk menyiapakan kepala Desa Definitif malah menggerjakan tugas di luar tupoksinya, dan mengeluarkan rekomendasi.
“ kedua penjabat kepala desa kan tugasnya jelas,bukan lagi mebuat gaduh sampai mengeluarkan izin di luar tupoksinya. Namanya juga penjabat. Kira-kira siapa yang memerintahkan mereka,” beber Apriliska dalam orasinya.
“ untuk penjabat Desa Kasieh mengeluarkan surat pernyataan dukungan dengan nomor:140-03, kemudian penjabat Desa Nukuhai mengeluarkan surat pernyataan dukungan tertanggal 14 januari 2020 dengan nomor:140/04/2020. Hal inilah kemudian membuka pergerakan PT. gunung Makmur Indah untuk mengeluarkan izin eksplorasi padahal hal ini belum disepakati bersama oleh masyarakat adat negeri Taniwel, Kasieh, dan Nukuhai, baik secara keseluruhan maupun dari soa-soa yang dimasuki hutan ulayatnya,” tegas Ika nama pendek Apriliska Lattu Titahena.
Dari situ lanjut Ika, Bupati Seram Bagian Barat mengeluarkan rekomendasi dan kemuadian dilanjutkan dengan rekomendasi Gubernur Maluku.
“Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat, M. Yasin Payapo mengelurakan rekomendasi dengan nomor 543/035/251.1/2020/ tertanggal 22 januari 2020 kepada Gubernur Maluku. Kemudian, Gubernur Maluku mengeluarkan surat keputusan persetujuan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) nomor : 93 tahun 2020 tertanggal 17 februari 2020,” paparnya.
Dari situ, lanjut dia Gubernur Maluku mengeluarkan surat keputusan dengan nomor 93 tahun 2020, dan bupati mengeluarkan surat rekomendasi nomor 540/088/REK.11/2020 tertanggal 17 februari 2020 tentang wilayah izin usaha.
“ berdasarkan peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2010 dan juga rekomendasi Bupati kabupaten Seram Bagian Barat dan Gubenur Maluku maka PT. GMI melakukan proses eksplorasi pada tahap lingkungan di masing-masing Negeri (Desa) adat,” pungkasnya.
Atas rekomendasi sepihak itulah maka pada tanggal 12 september 2020, masyarakat adat Negeri (Desa) Nukuhai dan Negeri Kasieh melakukan rapat Negeri serta menggalang dukungan dari masyarakat adat secara keseluruhan dengan tanda tangan petisi penolakan sebagai bentuk protes terhadap PT. GMI.
“ apapun yang terjadi kami akan tetap menjaga tanah dan hutan adat kami, meski kami harus berhadapan dengan aparat Negara dan Pemerintah. Kami tegaskan kami menolak dan kami akan usir perusahan itu dari ulayat Negeri Taniwel,” teriak Baytia Masihuwey, seorang koordinator aksi.
Diketahui, PT. Gunung Makmur Indah akan melakukan operasi tambang batu marmer di kabupaten Seram bagian Barat seluas 2400,15 Hektar yang berlokasi di tiga kawasan yakni Taniwel, Kasieh, dan Desa Nukuhai yang merupakan ulayat masyarakat adat. (titastory.id/tabaos.id)
Artikel ini sebelumnya telah diterbitkan oleh media TABAOS.ID dengan judul : “2400,15 Ha Hutan Siap Digunduli Perusahan, Masyarakat Adat Taniwel Turun Gunung”
Discussion about this post