titastory.id, Terdakwa kasus pengibaran bendera RMS, Johanis Pattiasina, Simon Viktor Taihittu dan Abner Litamahuputty keberatan dengan dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Mereka mengaku, tindakan yang dilakukàn mereka adalah, beban masa lalu masyarakat Maluku. Bukan makar.
Dimana, konflik Maluku 1999 lalu adalah, suatu tindakan konspirasi Negara untuk mengadu domba masyarakat Maluku dengan RMS.
“Kita tahu bahwa dari konflik Maluku sebenarnya, diteliti oleh para ahli termasuk saya yang menelitinya, ditemukan konflik Maluku itu adalah konspirasi negara untuk menghancurkan orang Maluku, lalu mereka mulai adu domba pendatang dengan penduduk asli, mereka lalu adu domba dengan antar agama. Setelah itu, mereka adu domba dengan RMS. Awalnya kita ini tidak tahu RMS ini apa?. Malahan saya punya bapak kandung, berjuang untuk menumpas RMS,” kata Samuel Waleruny kepada wartawan di Ambon, usai mengikuti proses persidangan perkara tersebut.
Sidang tadi, Senin (6/7/2020) diagendakan pembacaan eksepsi atau keberatan dari ketiga terdakwa melalui pengacara Samuel Cs yang dipandu hakim tunggal, Ahmad Hukayat dihadiri Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Maluku.
Dalam point eksepsi mereka, selain tindakan ketiga terdakwa sebagai suatu beban masa lalu, mereka menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas, cermat dan lengkap. Alsanya, dakwaan makar yang didakwakan ke tiga terdakwa adalah suatu yang keliru atau kabur demi hukum.
“kalau bicara makar, berarti ada penyerangan dengan kekerasan. teman teman (terdakwa) ini kan tidak melakukan penyerangan apalagi dengan kekerasan. Inikan dakwaan makar, dakwaan yang melakukan kejahatan yang luar biasa. Itu tidak benar,” sebut Samuel mengutip point keberatan mereka terhadap dakwaan Jaksa.
Ia katakan, mereka-mereka yang melakukan kegiatan seperti itu, disebut makar, harus ada bukti penjelesan, uraian dari JPU. Dari fakta apa saya yang dapat ditemukan bahwa benar mereka melakukan persiapan unntuk penyerangan dengan kekerasan.
“Ini kan tidak ada. Jadi, untuk itu, kami minta supaya dakwaan pertama, kedua dan ketiga jaksa itu batal. Dakwaan batal itu resikonya, hakim harus memerintahkan Jaksa untuk keluarkan terdakwa dari dalam tahanan. Yang berikut konsukuensinya, karena para terdakwa sudah di tahan, harusnya pemuihan nama baik mereka,” tandas Waleruny.
Sebelumnya, Johanis Pattiasina, Simon Viktor Taihitu dan Abner Litamahuputty didakwa melakukan perbuatan makar.
Jaksa Penuntut Umum Awaluddin, J. W. Pattiasina dan Augustina Ubleeuw mendakwa ketiganya dengan pasal 106 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 110 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta pasal 160 KUHP Jo pas 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketiga terdakwa itu menerobos masuk ke Polda Maluku, pada Sabtu (25/4) lalu. Mereka masuk sekitar pukul 15.45 WIT ke markas Polda Maluku yang berada di Jalan Rijali No. 1 Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dengan membawa bendera RMS.
Sebelum menerobos markas Polda Maluku, ketiga orang itu berjalan kaki dari arah jembatan Skip dengan membawa bendera RMS, sambil berteriak “Mena Muria”.
Sepanjang perjalanan, mereka membentang bendera RMS atau yang dikenal dengan istilah be-nang raja itu. Aksi mereka menjadi tontonan warga yang melewati jalur jalan depan Polda Maluku.
Saat tiba di depan pintu halaman, ketiganya langsung masuk, dengan tetap membentangkan bendera RMS, dan teriakan Mena Muria.
Petugas di penjagaan kaget. Mereka langsung bergegas keluar. Salah satu diantara petugas mengarahkan laras senjata ke arah ketiga orang itu. Seorang berpakaian petugas preman, buru-buru menutup pintu pagar halaman polda.
Ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke ruang Ditreskrimum Polda Maluku. Dari tangan mereka, polisi menyita satu buah bendera RMS berukuran 1 meter lebih. (T-06)
Discussion about this post