titastory.id,- Umbi porang tengah jadi perbincangan. Dahulu, tanaman jenis umbi-umbian ini hampir tak dilirik untuk dibudidaya. Bahkan di beberapa daerah, porang sering dianggap sebagai makanan ular. Umbi dari porang banyak dicari di pasaran luar negeri, seperti Jepang dan Korea.
Porang atau dikenal juga dengan nama iles-iles adalah tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri. Manfaat porang ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, selain juga untuk pembuatan lem dan “jelly” yang beberapa tahun terakhir kerap diekspor ke negeri Jepang.
Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental, bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang, demikian dilansir laman resmi Kementerian Pertanian. Porang adalah tanaman yang toleran dengan naungan hingga 60%.
Porang dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja di ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Bahkan, sifat tanaman tersebut dapat memungkinkan dibudidayakan di lahan hutan di bawah naungan tegakan tanaman lain. Untuk bibitnya biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbinya yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.
Budidaya Umbi Porang
Berkaca dari daerah lain di Indonesia membuat warga di kabupaten Buru membuat gebrakan dan berkomitmen untuk mengembangkan budidaya tanaman porang. meski saat ini usaha mereka belum dilirik oleh pemerintah setempat, namun warga setempat berinisiatif untuk melakukan pengembangan budidaya umbi porang.
Budidaya tanaman porang di lakukan di desa Parbulu, Kecamatan Waelata,Kabupaten Buru. Desa ini akan menjadi percontohan bagi para petani lainnya di Kabupaten Buru, dan Provinsi Maluku.
Sebagai langkah awal Mukhyar salah satu Konsultan pendamping melakukan Edukasi dan juga sosialisasi budidaya tanaman porang kepada warga desa Parbulu yang bertempat di balai kantor desa parbulu unit 17 kecamatan waelata kabupaten Buru, sabtu, (20/6/2020).
Desa Parbulu akan menjadi desa percobaan untuk memulai budidaya tanaman yang memiliki masa tanam tahunan tersebut.
Tanaman porang ini menurut Mukhyar dianggap menjajikan bagi hasil pertanian kedepan. “Karena pertanian pun saat ini tidak menjanjikan. Pemerintah bahkan tidak cukup membantu dalam kondisi pertanian warga yang semakin hari semakin menurun akibat perubahan iklim,” ungkap Mukhyar dalam sosialisasi bersama warga di balai desa parbulu.
Dirinya berharap masyarakat setempat bisa menjadikan tanaman porang ini sebagai komoditi yang nantinya membantu perekonomian mereka ke di pulau Buru.
Turut hadir dalam sosialisasi tentang tanaman porang ini juga Dinas Kehutanan Provinsi Maluku melalui Kelompok Pengelola Hutan (KPH), serta Jajaran Polsek Wayapo, Polres Buru.
Dalam sosialisasi tersebut, puluhan warga yang hadir sepakat menyiapkan lahan tidur milik mereka dengan total lahan seluas 200 hektar untuk membudidayakan tanaman porang ini.
200 hektar lahan tersebut sebagian merupakan lahan yang masuk dalam lahan milik warga adat serta lahan milik warga transmigrasi. Luas lahan tesebut juga bukanlah lahan yang telah dimanfaatkan, melainkan lahan tidur yang tidak dikelola oleh pemiliknya, sehingga adanya budidaya porang di pulau buru tidak mengganggu aktifitas pertanian yang telah berjalan selama ini.
Kapolsek Wayapo, Ipda. Zainal dihadapan warga desa Parbulu meminta warga dan kepala adat setempat untuk bisa segera memetakan wilayahnya masing masing guna menghindari sengketa lahan yang bisa saja terjadi sehingga mengganggu proses yang telah berjalan.
Permintaaan Kapolsek ini guna menghindari adanya sengketa lahan dikemudian hari.
“saya minta kepala dusun bisa memetakan dengan jelas wilayah yang akan dimasukan sebagai wilayah produksi, tujuannya untuk menjaga kemungkinan munculnya sengketa lahan dikemudian hari, jika muncul klaim baru yang mengatas namakan pemilik tanah itu akan repot nanti,” pinta Zainal.
Zainal dengan tegas melarang aktifitas lain selain budidaya tanaman porang di lahan produksi . dirinya juga melarang keras bentuk aktifitas pertambangan atau lainnya. bahkan akan menindak tegas warga yang ketahuan nekat melakukan hal tersebut.
“tidak boleh ada yang melakukan aktifitas lain jika lahan ini sudah menjadi lahan produksi , jika ketahahuan maka kami tidak akan segan menindak lanjuti secara hukum,” tegasnya.
Fandy Wael selaku Raja petuanan Kayeli mengatakan akan melakukan pembicaraan dengan pihak adat terkait pemetaan wilayah yang akan digunakan sebagai hutan produksi.
Dirinya mengaku tidak ada jaminan terkait kemungkinan adanya sengketa atau claim baru dikemudian hari atas lahan yang dipakai.
“masalah klaim atau sengketa lahan di buru ini sudah biasa, tidak ada jaminan untuk hal itu tidak terjadi tapi selaku raja petuanan Kayeli yang membawahi wilayah didalamnya saya bertanggung jawab untuk melakukan pembicaraan dengan pemilik tanah yang masuk diwilayah petuanan Kayeli. Kita berharap semuanya bisa berjalan lancar karena tujuan kita juga baik, untuk kemaslahatan rakyat,” kata Fandi
Terkait kemungkinan adanya lahan adat yang sudah menjalani kontrak dengan pihak lain seperti perusahaan, dirinya menjelaskan akan memastikan terlebih dahulu.
“sepertinya lahan adat yang sudah disiapkan untuk masuk produksi ini semuanya masuk dalam lahan pribadi tapi untuk memastikan nanti kita cek, jika memang benar ada lahan yang masih ada kontrak kerja sama dengan pihak lain, kita akan melihat kontraknya berapa lama dan kapan berakhir,jika kontrak masih lama maka kita akan memisahkan lahan tersebut dengan lahan persiapan produksi. Intinya kita tahu sesuai prosedur, produksi tanaman porang dari yang sudah di jelaskan kepada warga adalah lahan tidur yang tidak ada aktifitas apapun didalmnya, itu sudah jelas,” tambah Fandi.
Kepala kelompok pengelola hutan (KPH) Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Muhamad Soamole, menjelaskan, KPH telah melakukan verifikasi tehadap lahan 200 hektar tersebut
“sebenarnya kalau lihat sudah berjalan sejauh ini legalitas pasti sudah ada, tentunya semua itu menjadi urusan provinsi. Kita disini hanya ditugaskan untuk memverivikasi hutannya dan sudah kami lakukan,” kata Soamole.
Guna memanfaatkan rentan masa produksi kata Soamole, program tanaman budidaya umbi porang pada lahan milik warga ini akan berdampingan dengan tanaman produksi lainnya seperti penaman kayu balsa yang memiliki rentan usia 3 – 3, 5 tahun hingga masa panen.
“Untuk menangani proses penjualan kedua tanaman ini, pembentukan kelompok akan di perdayakan untuk melobi para pembeli dari luar wilayah pulau Buru seperti pulau jawa. Sedangkan untuk tanaman kayu balsa, meskipun bukan kayu yang bernilai komoditi untuk komoditi lokal karena jenis kayu yang tergolong ringan, kayu ini justru mampu menembus pasar luar negeri,” jelas Kepala kelompok pengelola hutan (KPH) Dinas Kehutanan Provinsi Maluku ini.
Dijelaskan Soamole, penanaman kayu balsa sebagai tumpang sari tanaman porang merupakan upaya melestarikan hutan secara berkala. Serta menghindari penebangan balsa yang bisa saja menghabiskan jenis kayu ini dikemudian hari dari hutan Pulau Buru.
Dilansir dari halaman website Pertanian.go.id, tanaman porang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan, karena punya peluang yang cukup besar untuk diekspor.
Catatan Badan Karantina Pertanian menyebutkan, ekspor porang pada tahun 2018 tercatat sebanyak 254 ton, dengan nilai ekspor yang mencapai Rp 11,31 miliar ke negara Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia dan lain sebagainya.
Umbi porang saat ini masih banyak yang berasal dari hutan dan belum banyak dibudidayakan. Ada beberapa sentra pengolahan tepung porang saat ini, seperti di daerah Pasuruan, Madiun, Wonogiri, Bandung serta Maros.
Penulis : Asma Kasih
Editor : Redaksi
Discussion about this post