titastroy, Manggarai – Dua pemuda adat asal Pocoleok, Kristianus Tino Jaret dan Maksimilianus Milin Neter dipanggil pihak kepolisian lantaran terlibat dalam aksi di depan Kantor Bupati Manggarai dan DPRD, Ruteng, Kabupaten Manggarai pada 3 Maret lalu.
Kedua pemuda ini diperiksa selama 4 jam di Ruang Bareskrim Polres Manggarai oleh dua penyidik, Stanislaus Dea dan Patric Y. H. Kono. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan surat pemanggilan Kepolisian Polres Manggarai dengan nomor S.Pgl/101/III/2025/Satuan Reskrim, yang ditandatangani Kepala Satuan Reskrim, Robbianly Dewa Putra.
Keduanya diperiksa sebagai saksi atas aksi demo yang dilakukan masyarakat Pocoleok. Mereka menolak pembangunan proyek geothermal di wilayah Pocoleok.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia AMAN, Sinung Karto, saat dihubungi mengatakan bahwa pemanggilan terhadap kedua koordinator aksi itu merupakan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Manggarai.
“Ini merupakan salah satu bentuk tindakan pelanggaran hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat secara bebas di muka Umum yang dilindungi oleh UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1998 dan Instrumen HAM Internasional yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia,” tegas Sinung.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mengutus tim kuasa hukum untuk mendampingi keduanya dalam proses pemeriksaan
“Yang pastinya kami akan siap mendampingi Masyarakat Pocoleok dalam proses hukum yang sedang berproses di Kepolisian Polres Manggarai,” tuturnya.
Terkait pintu pagar kantor bupati yang rusak saat aksi berlangsung, pihaknya memiliki rekaman video yang memperlihatkan bukti apakah itu dilakukan oleh peserta aksi atau petugas.
“Kami memiliki rekaman video mengenai situasi dan kondisi saat aksi tersebut, bisa terlihat dalam video tersebut, gerbang jatuh ke arah peserta aksi, otomatis ada pihak yang mendorong dengan kuat sehingga gerbang jatuh ke peserta aksi,” ungkapnya.
Muhamad Jamil, salah satu kuasa hukum dari Jaringan Tambang (Jatam) yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Pocoleok juga ikut berkomentar. Dia mengatakan, demonstrasi merupakan hak setiap manusia untuk menyampaikan pendapatnya, apalagi pada kasus Pocoleok dimana masyarakat melakukan penolakan atas pembangunan proyek Geotermal karena berdampak bagi masyarakat.
“Kami dan jaringan yang lainnya sedang melakukan tindakan pengumpulan donasi “Rp 500 untuk penggantian pagar bupati yang rusak,” kata Jamil.
Donasi itu dilakukan untuk meminta simpati dan dukungan publik atas kerusakan yang ditimbulkan. Karena masalah itu, bupati bahkan membuat laporan ke polisi
“Pengumpulan koin ini sebagai salah satu bentuk solidaritas untuk segera memperbaiki pagar yang rusak agar Bupati Manggarai bisa bekerja nyaman dan aman tanpa diganggu oleh masyarakat yg memilihnya,” ungkapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Judianto Simanjuntak juga meminta kepada pihak Polres Manggarai agar menghentikan segala bentuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap dua pemuda Pocoleok dan juga peserta aksi yang lainnya. Hal tersebut menurut Judianto merupakan tindakan kriminalisasi.
“Jadi perlu dikawal dengan baik, supaya tidak ada tindakan yang melanggar prinsip-prinsip hukum yang baik dan benar,” tegasnya.
Penulis : Sahdan Fabanyo Editor : Khairiyah