Deforestasi Merangsek Kawasan Konservasi, Hukum Satwa Liar Tak Bertaji

17/12/2025
Keterangan gambar: Antusiasme peserta PPBI XII dalam pengamatan di kawasan TNGHS. | Foto: Sunarto, PPBI XII

Jakarta, – Alih-alih menjadi benteng terakhir perlindungan alam, kawasan konservasi di Indonesia justru kian tergerus. Temuan riset terbaru Forest Watch Indonesia (FWI) dan Garda Animalia menunjukkan ironi yang mencolok: deforestasi meningkat justru di wilayah yang secara hukum paling dilindungi negara. Fakta ini terungkap dalam Diseminasi Hasil Riset yang digelar di Salihara Arts Center, Jakarta, 12 Desember 2025.

Dalam paparan riset tersebut, FWI mencatat lonjakan deforestasi di kawasan konservasi dari sekitar 10 persen pada periode 2017–2021 menjadi 16 persen pada 2021–2023. Angka ini mencerminkan kegagalan serius dalam tata kelola perlindungan alam. “Jika kawasan konservasi saja tidak aman, maka kita sedang menghadapi krisis tata kelola yang sistemik,” kata Respati Bayu K., peneliti FWI. Menurutnya, peningkatan deforestasi di kawasan yang status hukumnya paling ketat menandakan lemahnya pengawasan, rendahnya penegakan hukum, serta konflik kepentingan dalam pengelolaan ruang.

Keterangan gambar: peserta PPBI XII mengintip owa dan burung-burung di sela dedaunan. | Foto: Sunarto

Tekanan bahkan lebih besar terjadi di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)—wilayah dengan nilai ekologis tinggi yang berada di luar kawasan konservasi formal. Dalam rentang 2017 hingga 2023, deforestasi di KEE mencapai sekitar 3,49 juta hektare. Wilayah-wilayah ini menjadi ruang abu-abu kebijakan: penting secara ekologis, tetapi minim perlindungan hukum. “KEE adalah korban dari pendekatan konservasi yang masih sektoral dan administratif,” ujar Respati.

Krisis keanekaragaman hayati ini juga diperparah oleh lemahnya penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar. Meski Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 telah menaikkan ancaman pidana dan denda, praktik di lapangan menunjukkan hukum belum bekerja efektif. Data Garda Animalia mencatat setidaknya 139 perkara kejahatan satwa liar ditangani pengadilan negeri di seluruh Indonesia sepanjang 2017–2025—angka yang mencerminkan ekspansi, bukan penurunan, aktivitas ilegal.

Menurut Vania Erlangga dari Garda Animalia, akar masalahnya bukan semata pada regulasi, melainkan pada cara pandang aparat penegak hukum. “Selama kejahatan satwa liar masih dianggap pelanggaran kecil, hukum tidak akan pernah menimbulkan efek jera. Padahal ini kejahatan terorganisir yang berkaitan dengan jaringan perdagangan internasional,” ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia, Prof. Dr. M. R. Andri Gunawan Wibisana. Ia menegaskan bahwa berat-ringannya hukuman tidak otomatis menciptakan efek jera jika peluang pelaku untuk benar-benar dihukum tetap kecil. “Masalah utamanya ada pada konsistensi dan kepastian penegakan hukum. Tanpa itu, ancaman pidana setinggi apa pun hanya akan menjadi simbol,” katanya.

Pemerintah yang diwakili Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengakui temuan riset ini sebagai peringatan serius. KSDAE menyatakan tengah menggeser pendekatan konservasi dari sekadar menjaga batas kawasan menuju pemulihan ekosistem dan biodiversitas secara menyeluruh. Namun, sejumlah akademisi menilai langkah ini belum cukup.

Akademisi Universitas Gadjah Mada, Dr. Ir. Much. Taufik Tri Hermawan, menekankan bahwa tanpa ketegasan politik dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih, strategi konservasi akan terus bocor. “Indonesia sedang berada di persimpangan: melindungi spesies kunci dan ekosistemnya, atau membiarkan kerusakan berlanjut atas nama kepentingan jangka pendek,” ujarnya.

Diseminasi riset ini ditutup dengan seruan tegas dari FWI dan Garda Animalia agar pemerintah segera melakukan reformasi mendasar dalam tata kelola konservasi dan penegakan hukum satwa liar. Tanpa perubahan struktural dan kolaborasi lintas sektor yang nyata, Indonesia berisiko kehilangan bukan hanya hutan dan satwa liarnya, tetapi juga fondasi ekologis yang menopang kehidupan jutaan orang.

error: Content is protected !!