Datangi KLKH di Jakarta, Masyarakat Buli Peduli Wato-wato Desak Siti Nurbaya Cabut Izin PT Priven Lestari

by
19/11/2023
Aksi Koalisi gabungan Aliansi Masyarakat Peduli Wato-wato Halmahera Timur di Kantor KLHK di Manggala Bhakti, Jakarta, selasa (14/11/2023).

titastory.id, jakarta – Puluhan pengunjuk rasa yang menamakan diri Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, Halmahera Timur, Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Manggala Bhakti, Jakarta, selasa (14/11/2023).

Perwakilan masyarakat ini didampingi oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Forest Watch Indonesia (FWI), dan sejumlah organisasi mahasiswa Maluku dan Maluku utara di Jakarta.

Aksi unjuk rasa dari gabungan masyarakat Buli ini mendesak Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk mengevaluasi serta mencabut ijin PT Priven Lestari.

Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa membentangkan sejumlah spanduk dan poster di halaman kantor KLHK.

“Halmahera bangkrut, selamatkan ruang hidup tersisa; Kendaraan listriki-Mu, korbankan ruang hidup kami; Wato-wato benteng terakhir, cabut izin PT Priven Lestari,” demikian pernyataan yang tertulis di sejumlah spanduk dan poster para pengunjuk rasa.

Aksi Koalisi gabungan Aliansi Masyarakat Peduli Wato-wato Halmahera Timur di Kantor KLHK Manggala Bhakti, Jakarta, selasa (14/11/2023).

Said Marsaoly, perwakilan Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, Halmahera Timur, mengatakan Halmahera di Maluku Utara saat ini menjadi sasaran bagi sejumlah korporasi raksasa. Puluhan juta dolar telah dikucurkan untuk mega proyek pertambangan nikel dengan tujuan mengeruk hasil alam, untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari investasi pertambangan nikel.

Kedatangan mereka ke Jakarta, kata Said, untuk untuk mengkampanyekan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Priven LestarI dengan merusak lingkungan mereka.

Akibat aktivitas yang dilakukan, katanya, saat ini warga terancam tidak bisa lagi mengkomsumsi air bersih karena kawasan yang diperuntukan untuk pengembangan sumberdaya air telah rusak, akibat penggundulan hutan.

Kawasan di bawah kaki gunung Wato-wato kata Said, diperuntukan untuk pengembangan sumber daya air. Ini menjadi alasan pemerintah Provinsi Maluku Utara berkeinginan membangun PDAM di sana. Hal ini kemudian memicu kemarahan warga saat Perusahaan membangun jalan tambang dan hauling.

“Di Bawah kaki gunung Wato-wato diperuntukan untuk pengembangan sumber daya air, jadi sudah tepat Pemprov banguun PDAM disitu. Tapi Perusahaan tanpa koordinasi melakukan penggusuran jalan pada akhir mei 2023 lalu, hal itu yang memicu emosi warga sehingga sejumlah alat berat mereka dievakuasi, September lalu,” ungkapnya.

Lanjutnya, penambangan dengan system terbuka atau (open pit) ini, bisa meninggalkan kerusakan hutan serta lingkungan sekitar.

Aktivitas pembukaan jalan oleh perusahaan PT Priven Lestari untuk rencana penambangan mereka. (Foto: Aliansi Masyarakat Buli Peduli Gunung Wato-wato)

Penambangan dan operasi pabrik smelter nikel yang dilengkapi dengan pembangkit listrik yang berasal dari batubara, dapat menimbulkan kerusakan daratan dan perairan Halmahera, selain itu factor lainnya bisa memicu kemiskinan sistematik dan berdampak bagi Kesehatan warga sekitar.

Dia menggambarkan relita yang terjadi saat ini di dua desa lingkar tambang, yakni Lelilef Sawai dan Lelilef Waibulen serta Desa Gemaf, Weda Tengah, Halmahera Tengah dimana ada puluhan Perusahaan tambang termasuk PT IWIP beroperasi. Sedangkan di Pulau Obi di Desa Kawasi adalah PT Harita Grup.

“Dua wilayah itu adalah zona pengorbanan, di mana zona pembongkaran nikel dan operasi pabrik smelter dan PLTU meninggalkan kerusakan lingkungan, dan mewariskan penyakit yang sulit dipulihkan serta mengesampingkan hak hidup masyarakat setempat,” tegasnya.

Said sebut, hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Halmahera Timur, di mana ada sejumlah Perusahaan melakukan operasi tambang, salah satunya adalah Perusahaan berpelat merah, BUMN, PT Antam.

Dikatakan, di Halmahera Timur, tempat dimana PT Antam beroperasi, telah mengokupasi daratan, mencemari pesisir dan perairan laut, serta memporak-porandakan pulau kecil seperti Pulau Gee dan Pulau Pakal.

Dari Kawasan hutan Wato-wato ini juga terdapat lahan pertanian/ perkebunan warga yang ditanami tanaman umur Panjang seperti pala, cengkeh, dan nenas. Semuanya itu adalah sumber utama perekonomian warga setempat.

Gunung Watowato saat diambil dengan kamera udara dari Desa Subaim, Kecamatan Wasile. (Foto: ChristB)

Saat ini, Gunung Wato-wato yang merupakan cermin masyarakat adat di Halmahera terancam rusak, dengan modus mengotak-atik aturan yang ada dengan mengubah RTRW Kabupaten Halmahera Timur untuk memasukan persekongkolan jahat antara PT Priven Lestari dan Pemda Halmahera Timur, serta pihak KLHK yang berencana melepaskan status kawasan hutan tersebut dengan skema pemberian Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Perusahaan.

Selain itu kata Said, saat ini sedikitnya 13 orang warga yang berasal dari Halmahera Timur yang mendatangi Jakarta. Tak hanya KLHK yang disambangi, namun mereka, kata said juga mendatangi geduung wakil rakyat, DPR RI di Jakarta. Tujuannya sama untuk membahas persoalan PT Priven Lestari yang saat ini telah membangun jalan hauling sepanjang 1 Kilometer dengan lebar 40 meter.

“Kami dari Halmahera Timur ada sekitar 13 orang. Dua hari kemarin, teman-teman lain sudah ketemu dengan anggota DPD RI, sekarang menuju Komisi VII DPR RI. Jadi secara proseduralnya kami sudah lakukan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi,” ujarnya.

Sementara itu Divisi Hukum dan Advokasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muh Jamil dalam orasinya di depan Kantor KLHK mengatakan tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan itu diperparah dengan rencana pembangunan nikel di gunung Wato-wato oleh PT Priven Lestari. Gunung Wato-wato ini dijelaskan adalah satu-satunya sumber air bagi hampir 20 ribu warga di Kecamatan Maba, demikian juga di Desa Subaim, Kecamatan Wasile, yang merupakan lumbung pangan (padi) di Maluku Utara.

Di gunung Wato-wato, kata Jamil terdapat Kawasan hutan lindung dan hutan desa yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 2021 yang memiliki fungsi sebagai wilayah serapan air dan fungsi esensial lainnya.

Di saat yang sama, gelombang penolakan warga justru diabaikan, bahkan ada upaya mengkriminalisasi warga menggunakan tangan aparat kepolisian. Hal ini ditandai dengan munculnya surat panggilan dari polisi terhadap tiga belas (13) orang warga Kecamatan Maba yang menolak tambang pada Juli 2023 lalu, dengan tuduhan mengada-ada, yakni penganiayaan, pengancaman, dan pengerusakan.

Documentasi: Jatamnas

 

atam dalam beberapa kampanyenya menyuarakan tentang kondisi ruang hidup dan ekosistem di Pulau Halmahera, khususnnya di Halmahera Timur. Salah satu kampanyenya adalah “Sisakan kami Gunung Wato-wato!”

Masyarakat Buli saat ini tengah mempertahankan Gunung Wato-wato, benteng terakhir atau ruang tersisa Halmahera Timur yang telah diporak-porandakan oleh perusahaan tambang nikel.

Dimana sebelumnya terdapat 27 izin usaha pertambangan (IUP), dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektare, yang menghancurkan ruang hidup warga di Haltim, Maluku Utara. Dengan perusahaan pemilik konsesi terbesar, yaitu PT Aneka Tambang (Antam), yang menguasai daratan Halmahera hingga pulau kecil Gee dan Pakal.

Aktivitas pembukaan jalan oleh perusahaan PT Priven Lestari untuk rencana penambangan mereka. (Foto: Aliansi Masyarakat Buli Peduli Gunung Wato-wato)

Kini, Gunung Wato-wato sebagai ruang tersisa Halmahera Timur disasar PT Priven Lestari, dengan IUP seluas 4.953 hektar mencakup kawasan pegunungan Wato-wato, padahal Gunung Wato-wato adalah tempat yang sakral termasuk pemukiman, pertanian, dan sumber mata air warga.

Ia juga berharap Mentri Siti Nurbaya Bakar tidak mengeluarkan ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk PT Priven Lestari.

Setelah melakukan orasi di depan kantor KLHK, para pengunjuk rasa diijinkan masuk untuk memasukan poin tuntutan kepada perwakilan KLHK.

Dalam tuntutannya pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato, Buli, Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara yang menuntut:

Pertama, Menuntut Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar aga Tidak mengelurarkan IPPKH untuk PT Priven Lestari. Juga evaluasi dan cabut Izin Lingkungan PT Priven Lestari serta penegakan hukum atas operasi PT Priven Lestari yang mulai membangun jalan tambang (hauling) di kawasan hutan.

Kedua, menuntut Menteri ESDM, Arifin Tasrif dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia agar segera mengevaluasi dan mencabut Izin Tambang PT Priven Lestari, dan

Ketiga, Menuntut Kapolri RI, Listyo Sigit Prabowo agar menindak bawahannya di Polres Halmahera Timur agar tidak bersekongkol dengan perusahaan, apalagi melakukan kriminalsiasi.

Documentasi: Jatamnas

 

Status IPPKH?

Menjawab aspirasi para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato, Buli, Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut PT Priven Lestari sampai saat ini belum mengajukan Ijin Pinjam Pakai Hutan (IPKKH) untuk wilayah konsensi pertambangan di kawasan hutan Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.

Aksi Warga Buli di Kantor DPRD Halmahera Timur. (Foto: Koalisi Masyarakat Peduli Wato-wato)

Andika, staf Humas KLHK, kepada perwakilan pengunjuk rasa menyampaikan soal ijin IPKKH milik PT Priven Lestari, hingga saat ini belum pernah mengajukan Ijin Pinjam Pakai Hutan (IPKKH).

“PT Priven yang berada di Halmahera Timur saat ini kita cek data base KLHK, mereka belum pernah mengajukan penggunaan atau IPKKH sehingga kami tidak memiliki data mereka,” ucap Andika, staf Humas KLHK.

Saat ini kata Andika, laporan aduan yang dilaporkan masyarakat Kecamatan Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, yang tergabung dalam aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato telah diterima dan akan ditindaklanjuti.

“Kita telah menerima aspirasi dan pengaduan dari Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato terkait keberadaan PT Priven Lestari,” katanya.

 

Protes Warga

Sebelumnya Warga tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, menggelar aksi 6 September lalu.  Mereka menghimpun berbagai kalangan di Halmahera Timur dan protes industri ekstraktif di wilayah ini.

Aksi mulai dari warga berkumpul di Desa Buli Asal di depan rumah adat Lyantoa, tuan tanah orang Buli. Bersama tetua adat massa berpamitan dari rumah adat, minta restui perjuangan warga Buli. Mereka long-mars melewati empat desa, di situlah warga banyak bergabung padati Kantor Camat Maba.

Warga berkumpul sejak pukul 10.00 pagi di kantor camat meminta perwakilan Pemkab Halmahera Timur datang. Perwakilan pemerintah melalui Anjas Taher, Wakil Bupati Haltim, tiba di hadapan massa sekitar pukul 15.00 WIT.

Aksi masyarakat tolak perusahaan tambang nikel, PT Priven Lestari. (Foto Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato)

Massa meminta wakil bupati menandatangani permintaan warga dan menuruti.

Dalam aksi itu para tokoh masyarakat bersama warga juga turut menandatangani petisi yang disampaikan ke pemerintah daerah.

Petisi itu menyatakan, masyarakat Buli di Buli, Halmahera Timur, menyatakan, dengan kesadaran dan kesungguhan tak rela hutan dan gunung di belakang wilayah Buli ditambang perusahaan apapun.

“Kami menolak dan mengusir PT Priven Lestari yang menambang di Buli, Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Timur,” demikian bunyi petisi yang ditandatangani bersama itu.

Masyarakat menolak penambangan Gunung Wato-wato dengan Petisi Rakyat Tolak Priven itu, ingin mengusir perusahaan keluar dari wilayah mereka.

“Pesan utama kami ingin sampaikan adalah Priven terusir dari Buli,” kata Said Marsaoly, salah satu orator aksi.

Warga pun beramai-ramai dikawal polisi menarik sejumlah alat berat dari lokasi kerja PT Priven Lestari.

Anjas Taher sudah menandatangani pernyataan sikap berjanji menindaklanjuti pencabutan izin perusahaan itu.

“Wakil bupati menandatangani pernyataan sikap kami dan mendukungnya. Karena itu, kami bersama dikawal polisi menurunkan alat- alat berat milik perusahaan dari lokasi kerja mereka,” kata Said.

 

Jalan terjal Jaga Wato-wato

Gunung Watowato saat diambil dengan kamera udara dari Desa Subaim, Kecamatan Wasile. (Foto: ChristB)

Fathir Ahadiat, Aktivis Lingkungan yang juga warga Buli, dalam rilisnya kepada Mongabay merunut sebuah grafis dengan judul “jalan terjal jaga wato-wato”.

Dalam grafis tersebut, digambarkan dalam rentang 2014-2015 PT Priven Lestari melakukan konsultasi public mengenai dokumen AMDAL sebanyak dua kali. Seluruhnya digelar di Aula Kantor Camat Maba. Kemudian saat itu PT Priven saat itu tidak membawa atribut sebagaimana layaknya para konsultan yang akan melakukan presentasi sebuah perancangan.

“Sikap warga saat itu menolak,” kata Ismi nama panggilan dari Fathir Ahadiat.

Terus, lanjutnya, pada tahun 2016 hingga 2017, Konsultasi Publik kembali digelar ditempat yang sama dan masih pada posisi yang sama saat itu warga juga melakukan penolakan.

Pada 2018, kegiatan AMDAL kembali dilakukan di salah satu hotel di kota Ternate. Saat itu para kepala Desa, tokoh masyarakat, Pemuda dari Karang Taruna diboyong ke Ternate dengan berbagai fasilitas milik Perusahaan. Menurut Ismi, tak seperti anggapan umum, ternyata pertemuan yang digelar ini adalah Sidang AMDAL untuk memutuskan layak tidaknya PT Priven Lestari beroperasi.

Meski hasilnya penolakan masyarakat, namun PT Priven berhasil memperoleh ijin lingkungan oleh gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba. Dalam tahun yang sama pula, Pemda Halmahera Timur mengeluarkan rekomendasi penyesuaian Tata ruang.

“Saat itu September 2018, Aliansi Sarjana mahasiswa dan Pelajar Fagalgali melakukan unjuk rasa menolak PT Priven Lestari,” tulisnya.

Kemudian runutnya, pada tahun 2019 hingga 2021, komunitas adat Buli lewat Kasamayoma Asur Goeslaw menyurati Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba meminta untuk ijin PT Priven Lestari dicabut.

Pada maret 2021, Aliansi Sarjana mahasiswa dan Pelajar Fagalgali melakukan rapat dengar pendapat dengan DPRD Halmahera Timur meminta DPRD berkonsultasi dengan DPRD Provinsi Maluku Utara mencari solusi pencabutan ijin PT Priven Lestari.

Pada maret 2022, warga Karangtaruna, para kepala Desa se-Kecamatan Maba melakukan pertemuan.  Pernyatan sikap mereka meminta PT Priven Lestari untuk tidak lagi melanjutkan aktivitas mereka.

Pada mei 2022, warga Karangtaruna, para kepala Desa se-Kecamatan Maba melakukan aksi damai dan kampanye, meminta Pemerintah Kecamatan Maba untuk mengusulkan pencabutan ijin PT Priven Lestari.

Pada juni 2023, lagi-lagi warga Karangtaruna, para kepala Desa se-Kecamatan Maba melakukan aksi damai dan kampanye. Mereka meminta PT Priven tidak melakukan aktivitas apapun. Dalam aksi itu warga Karangtaruna, para kepala Desa se-Kecamatan Maba mereka menandatangani berita acara penolakan terhdap PT Priven Lestari.

Kemudian pada 4 juni 2023, Aliansi masyarakat Buli Peduli Watowato menggelar aksi damai meminta PT Priven Lestari tidak lagi melakukan aktivitas. Aksi ini dilanjutkan dengan rapat dengar pendapat dengan DPRD Halmahera Timur yang digelar pada tanggal 25 Juli 2023. DPRD berjanji akan memfasilitasi keberangkatan ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi di kementrian terkait.

6 september 2023, warga buli yang tergabung dalam Aliansi masyarakat Buli Peduli Watowato menggelar aksi akbar di depan kantor camat Maba. Wakil Bupati Anjas Taher yang hadir dalam aksi itu menandatangani tuntutan warga. Yang isinya menghentikan aktivitas PT Priven Lestari. Pemerintah Daerah juga berjanji akan menyampaikan aspirasi warga Buli ke Kementrian terkait di Jakarta untuk mencabut IUP PT Priven.

15 September 2023, perwakilan warga Buli dan beberapa kepala Desa melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara. Dalam aspirasinya mereka meminta DPRD Maluku Utara menyampaikan usulan pencabutan IUP PT Priven ke Kementrian terkait di Jakarta serta merekomendasikan pembatalan ijin lingkungan PT Priven Lestari ke Gubernur Maluku Utara.

19 September 2023 perwakilan warga Buli yang tergabung dalam Aliansi masyarakat Buli Peduli Watowato mengikuti rapat dengar pendapat dengan Pemda Halmahera Timur.

Bupati Halmahera Timur Ubaid Yakub menyampaikan akan membawa aspirasi Warga Buli ke Kementrian terkait di Jakarta.

“Rekomendasi penyesuaian tata ruang dikeluarkan Pemda Haltim lewat mantan kepala Bapeda Ricky tahun 2018 jelas melanggar hukum karena rekomendasi bisa membatalkan apa yang sudah tertuang didalam Perda. Di gunung Watowato pada perda yang berlaku 2010-2029 jelas disebutkan area gunung Watowato adalah kawasan pemukiman dan pengembangan air bersih, Tidak ada peruntukan tambang disitu,” tegas Ismi, menutup pernyataannya. (TS-01)

error: Content is protected !!