titastory.id, Ambon – Dugaan tindak kekerasan oleh aparat militer kembali mencuat. Kali ini, korban adalah Jheper Ingratubun, tokoh pemuda Desa Mataholat, Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara. Ia mengaku dianiaya Danramil Elat, Lettu Inf. Nirwan Boiratan, di area tambang PT Batulicin Beton Asphalt (PT BBA), Sabtu malam, 5 Juli 2025.
Dalam video klarifikasinya, Jheper menyatakan dirinya dipukul di bagian mulut hingga berdarah oleh Danramil tanpa alasan yang jelas saat pertemuan di lokasi tambang. Ia menduga insiden itu berkaitan dengan sikap kritisnya terhadap aktivitas tambang batu kapur oleh PT BBA yang menuai protes publik.

Menanggapi peristiwa tersebut, Wakil Ketua DPRD Maluku, Fauzan Rahawarin, menyampaikan keprihatinannya. Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap warga sipil, apalagi oleh aparat, tidak dapat dibenarkan.
“Negara ini negara hukum. Siapa pun pelakunya, dari institusi mana pun, jika melakukan kekerasan tetap salah di mata hukum,” kata Fauzan saat ditemui di Gedung DPRD Maluku, Senin (7/7).
Fauzan menyebut, meski kasus ini telah diselesaikan secara internal antara Kodim Kota Tual dan korban, namun hak korban untuk menempuh jalur hukum tetap harus dihormati. Ia berharap kejadian serupa tidak terulang dan semua pihak menjaga kondusivitas wilayah.
Tambang Batu Kapur PT BBA Tuai Kontroversi
PT BBA yang merupakan anak perusahaan Jhonlin Group milik Haji Isam, tengah menjadi sorotan tajam. Sejak beroperasi pada September 2024, perusahaan tersebut dituding belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) di kawasan tambang seluas 90,82 hektare di Desa Nerong dan Desa Mataholat.

Mahasiswa dan masyarakat adat menilai aktivitas penambangan di pulau kecil seperti Kei Besar bertentangan dengan PP No. 22 Tahun 2021. Mereka juga menyoroti kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan dugaan keterlibatan aparat militer sebagai pelindung perusahaan.
Gerakan penolakan terhadap PT BBA bahkan menggema di media sosial dengan tagar #SaveKeiBesar. Aksi demonstrasi pun digelar, termasuk oleh Himpunan Mahasiswa Evav di DPRD Maluku, pertengahan Juni 2025.
DPRD Maluku Tegas Tolak Operasi PT BBA
Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, dalam pertemuan dengan demonstran menyatakan sikap tegas: menolak kehadiran PT BBA. Sikap ini diamini fraksi PDIP, NasDem, PKB, Hanura-PPP, dan Golkar.
“Kalau PT BBA tidak taat pada aturan, silakan angkat kaki dari Maluku,” tegas Benhur. Ia menyebut DPRD akan segera menggelar rapat gabungan dengan Pemprov Maluku, Pemkab Malra, PT BBA, dan Pangdam terkait dugaan pelibatan militer.

Ketua Komisi II DPRD, Irawadi, juga menyoroti belum adanya izin resmi PT BBA, meski perusahaan telah mengirim material tambang ke Merauke untuk proyek strategis nasional. “Siapa yang beri izin beroperasi? Itu harus diusut,” ujarnya.
Janji Kompensasi Tak Terealisasi
Warga Desa Mataholat sebelumnya dijanjikan kompensasi seperti ganti rugi lahan Rp12.000 per meter, namun yang diterima hanya Rp8.000. Komitmen pembangunan pagar masjid dan pemecah ombak pun belum diwujudkan.
Irawadi menegaskan pihaknya akan memanggil dinas-dinas teknis dan PT BBA untuk memastikan kejelasan legalitas dan komitmen perusahaan. “Komisi II akan terus mengawal. Kami menolak operasi PT BBA,” katanya.
Penulis: Christian.S