titastory.id, ambon – Pengelolaan Dana Pokok Pikiran (Pokir) senilai Rp 25,9 miliar di DPRD Kota Ambon untuk sejumlah proyek aspirasi masyarakat menjadi sorotan. Dana ini berasal dari aspirasi yang dikumpulkan saat reses anggota DPRD, kemudian dibahas bersama Badan Anggaran (Banggar) untuk diakomodasi dalam RAPBD.
Namun, setelah dana Pokir disetujui dalam APBD, pengelolaannya justru rawan menjadi rebutan antar anggota DPRD yang berusaha mengendalikan pelaksanaannya sendiri atau melalui kelompoknya. Praktik ini dikhawatirkan menyalahi aturan dan meningkatkan risiko korupsi, meski KPK menegaskan bahwa DPRD hanya berwenang mengawasi pelaksanaan dana Pokir, sementara pengelolaannya berada di bawah Dinas PUPR dan OPD terkait.
89 Proyek Tak Tuntas, Terindikasi Penyimpangan
LSM LIRA Maluku melaporkan bahwa dari 89 proyek Pengadaan Langsung (PL) yang dibiayai Dana Pokir tahun 2023 untuk pembangunan drainase, talud, lampu jalan, dan jaringan air bersih, tak satu pun yang selesai hingga akhir tahun anggaran. Beberapa proyek bahkan hanya mencapai progres 5%, seperti proyek drainase di Kelurahan Benteng dengan nilai Rp 560 juta oleh CV Pascha Mandiri.
Koordinator LIRA, Jan Sariwating, menilai lemahnya manajemen pengelolaan dana ini akibat peran DPRD yang dinilai tidak adil dalam penetapan kontraktor, dengan sebagian kontraktor mendapatkan banyak proyek sekaligus. Sebagai contoh, CV Seram Indo Pratama mengerjakan lima proyek lampu jalan senilai Rp 860 juta, sementara CV Canari Group menangani tujuh proyek drainase senilai Rp 1,2 miliar. Semua proyek tersebut tidak tuntas hingga akhir tahun anggaran.
Selain itu, terjadi keterlambatan pengerjaan yang menyebabkan denda sebesar Rp 275 juta yang seharusnya disetorkan ke Kas Daerah.
Desak KPK Lakukan Investigasi
Sariwating menegaskan bahwa kasus ini telah melanggar PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengharuskan pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, efisien, transparan, dan bertanggung jawab. Kasus serupa sebelumnya juga terjadi pada tahun 2021 dan 2022, dan LIRA telah melaporkannya ke KPK.
“Jika dalam investigasi KPK ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, maka para pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban,” pungkas Sariwating. (TS-02)
Discussion about this post